BAB
1
PENDAHULUAN
Gambar sampul Novel menebus Impian |
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia
merupakan Negara yang mempunyai ragam budaya. Kehidupan sosial dalam masyarakat
Indonesia sangat erat dengan budaya. Karya sastra merupakan salah satu bagian dari budaya Indonesia. Oleh karena
itu, karya sastra merupakan cermin dari budaya Indonesia. Sehingga baik atau
buruknya suatu kebudayaan tergantung pada kualitas karya sastra yang dibuat. Karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Karya
sastra lahir dan bersumber dari pengalaman batin dan perenungan seorang
pengarang. Bukan hanya realita kehidupan yang ada dalam masyarakat juga
merupakan sumber utama dalam penciptaan sebuah karya sastra. Pengarang harus
mampu mengekspresikan pengalaman dan pandangan tentang hidup. Tidak bisa
dipungkiri pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai
mahkluk sosial yang tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah
kehidupan dalam masyarakat itu sendiri (Rene Wellek & Austin Warren,
1990:112).
Karya sastra
ada dua macam yaitu karya sastra lama dan karya satra modern. Karya sastra lama
merupakan jenis sastra yang berkembang pada masa masyarakat tradisional. Sedangkan karya sastra modern adalah jenis sastra yang
dihasilkan dan berkembang dalam kehidupan masyarakat modern.
Dalam karya sastra lama selalu menggambarkan yang
berkaitan dengan masyarakat, sedangkan dalam karya sastra modern, pengarang
jarang menghubungkan adanya kaitan hasil karya sastra dengan masyarakat. Dalam
sastra modern berbicara mengenai puisi, novel, cerpen, dan lain-lain.
Novel
merupakan bagian dari hasil karya sastra. Novel dalam arti luas adalah sebuah
karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia imajinatif, yang dibangun melalui
unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang,
setting yang beragam dan lain-lain yang tentu saja juga bersifat imajinatif
(Nurgiyantoro, 2005:4). Novel adalah bagian dari karya sastra yang merupakan salah satu bentuk prosa fiksi yang memiliki unsur
fiksional yang melukiskan atau menggambarkan suatu kejadian atau peristiwa
kehidupan tertentu yang disampaikan pengarang. Novel
mengungkapkan suatu kehidupan yang luas dan tegas.
Seiring
dengan perkembangan sastra modern, banyak sastrawan Indonesia khususnya para
penulis novel yang menjadikan perempuan (wanita) sebagai inspirasinya. Mereka
menjadikan perempuan sebagai topik cerita objek dalam cerita, karena perempuan
merupakan sosok pribadi yang menarik dan memiliki pribadi tersendiri, serta
tidak akan ada habisnya apabila dijadikan topik pembicaraan. Perempuan sebagai
makhluk sosial dan individu diciptakan dengan kedudukan dan peranan yang
sejajar dengan pria. Novel sebagai salah satu jenis sastra yang memandang tokoh
perempuan sabagai salah satu bentuk konkretisasi dari inspirasi, gagasan,
pandangan, dan nilai tentang perempuan itu sendiri. Sastra dapat dijadikan
sebagai sistem lambang pembentukan citra perempuan Indonesia secara mental.
Indonesia saat ini memasuki era
globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang
menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam pembangunan. Tidak hanya
kaum laki-laki saja yang berperan aktif, perempuan dituntut untuk beperan aktif
juga dalam mengisi pembangunan. Mereka harus lebih mempunyai suatu sikap yang
mandiri, di samping kebebasan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia
sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Perempuan lahir dari keindahan pencipta
yang telah memberikan anugerah merdeka. Menurut Gamble (Postfeminisme,
2010:295) bahwa perempuan memiliki seperangkat karakteristik biologis tertentu,
mencakup kemampuan untuk melahirkan dan yang menggambarkan suatu citra
perempuan. Perempuan memiliki keindahan, kelembutan, dan kerendahan hati
(Psikologi Wanita I, 2006:16). Jiwa dan naluri keibuannya senantiasa ingin
berkorban memberikan kasih sayang dan pengabdian kepada keluarga dan
masyarakatnya. Namun dalam kenyataannya, perlakuan kepada perempuan seringkali
diabaikan. Mereka dieksploitasi, hingga pada ujungnya menyiksakan penderitaan,
kekalahan, keputusasaan, dan bahkan kematian. Perempuan akan lebih cenderung
untuk mengatur rumah tangganya atau melakukan pekerjaan di bidang domestik.
Perempuan bukan hanya sekedar bekerja di dalam rumah, tetapi perempuan harus
diberi kesempatan untuk bekerja di luar rumah. Perempuan tidak menginginkan
untuk hidup hanya sekedar hiasan laki-laki, tetapi perempuan mempunyai hak atas
hidupnya. Allison Jaggar (Feminist Thought 2010:16),
mengamati bahwa pemikiran politis
liberal mempunyai konsepsi atau sifat manusia yang menempatkan keunikan kita
sebagai manusia dalam kapasitas kita untuk bernalar. Kaum feminisme liberal
mangatakan bahwa suatu masyarakat yang adil akan memungkinkan seorang individu
untuk menunjukkan otonominya, dan juga untuk memuaskan dirinya. Pemikiran
feminisme liberal mempunyai karakter perempuan untuk menempat keunikan sebagai
manusia yaitu memiliki karakter yang emosional, bergairah dan
penuh vitalis hidup, lebih sosial, lebih aktif dan resolut tegas, akurat dan mendetail, dan suka
menyibukkan diri Wollstonecraft (dalam Feminist Thought, 2010:19).
Munculnya fenomena kehidupan perempuan saat ini adalah
emansipasi (persamaan jender). Jender adalah pembedaan peran,
perilaku, perangai (watak) laki-laki dan perempuan oleh budaya atau masyarakat
melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan
(Perempuan dalam Kemelut Jender, 2002:4). Realitas sosial
kehidupan perempuan yang didiskriminasi hampir diseluruh bidang kehidupan,
menjadi alasan lahirnya gerakan feminisme. Feminisme merupakan gerakan
perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum laki-laki dan
perempuan, Moleono (Arbain, 2002:18). Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan
kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan dan
derajat laki-laki
(Ekarini,
2003:157).
Dalam
pembicaraan mengenai feminisme, adapun pendekatan feminisme dalam penelitian
ini yaitu feminisme liberal yang merupakan pandangan untuk menempatkan
perempuan memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Tujuan dari feminisme
liberal adalah menciptakan masyarakat adil dan peduli tempat kebebasan
berkembang. Feminisme Liberal ini mendasarkan pemikirannya pada
konsep liberal yang menekankan bahwa wanita dan pria diciptakan sama dan
mempunyai hak yang sama dan juga harus mempunyai kesempatan yang sama. Inti ajaran
feminisme liberal untuk memperluas kesempatan dalam pendidikan dianggap sebagai
cara paling efektif melakukan perubahan sosial dan perjuangan harus menyentuh
kesetaraan politik antara wanita dan laki-laki melalui pengetahuan.
Isu dan
perjuangan feminisme liberal adalah (1) perempuan harus diperlakukan sama
dengan laki-laki, (2) pendidikan, hak suara, dan kesamaan
dalam hukum setara dengan laki-laki di tengah kehidupan masyarakat,
(3) pekerjaan
antara perempuan dengan laki-laki harus setara, bekerja sama dengan sistem yang
telah ada, bekerja dengan laki-laki.
Contoh isu dan
perjuangan feminisme liberal dalam novel Menebus Impian adalah sebagai berikut.
Nur adalah
seorang mahasiswa yang memilih takdirnya sendiri. Melalui rintangan yang
melintang, ia terus mencoba untuk mengubah pandangan hidupnya secara bebas,
bersikap mandiri, dan tidak bergantung pada siapa pun hingga akhirnya dapat
menebus impiannya dan impian ibunya. Tidak ada kata “menyerah dan kalah” dalam hidupnya hingga ia
memperoleh penghargaan dari perusahaan tempat bekerja, juga dari perguruan
tinggi di mana ia menyelesaikan kesarjanaannya dalam peringatan Hari Kartini. Untuk mencapai
karir tersebut tidaklah mudah bagi Nur. Hal utama
yang harus dilakukan adalah mendobrak batas-batas yang menghalangi. Berawal
dari ketidaksetujuan ibunya,
pamannya yang tidak menginginnya agar anaknya kuliah sambil
bekerja atau hanya mementing bekerja dan
meninggalkan kuliah, apalagi bekerja pada bidang seperti yang dikerjakan oleh
kaum laki-laki.
Pamannya berpikir bahwa Nur belum bisa bekerja pada bidang yang dikerjakan oleh
kaum laki-laki, seperti berbinis, kecuali jika Nur sudah menyelesaikan kuliah.
Ibunya dan laki-laki yang dianggap sebagai pamannya itu menginginkan agar Nur
bekerja setelah menyelesaikan kuliah. Kata ibunnya ” Kalau kamu Cuma kerja tok, terus jadi
malas kuliah, ya Emak tidak setuju!” (MI,
2010:180). Sebuah teguran, karena yang dibutuhkan Nur bukan sekedar kuliah, tetapi
bagaimana dia bisa mengaktualisasikan dirinya dan tumbuh menjadi manusia yang
bebas. Bebas untuk memilih peluang-peluang yang ada.
Kompleksnya
permasalahan dalam kehidupan perempuan inilah yang membuat peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang citra (gambaran) pandangan hidup tokoh
perempuan, karakter tokoh perempuan, peran tokoh perempuan di bidang domestik,
dan peran sosial perempuan di bidang publik berdasarkan pandangan feminisme
liberal dalam suatu karya sastra. Perempuan diberikan
kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri secara optimal, perempuan juga
diberikan pendidikan yang sama dengan pria. Dalam feminisme liberal lebih
menekankan agar persamaan perempuan dan laki-laki terwujud, selain diberikan
pendidikan yang sama, tetapi juga harus diberikan kesempatan untuk berperan
dalam ekonomi dan dijamin hak sipilnya yang meliputi hak untuk berorganisasi,
kebebasan untuk berpendapat, hak untuk memilih dan hak milik pribadi serta
hak-hak sipil lainnya, Mill dan Tailor (Postfeminisme, 2010).
Novel Menebus Impian menjadi pilihan peneliti karena memuat
fenomena-fenomena kehidupan perempuan. Abidah El Khalieqy, penulis novel Menebus
Impian bukan sekedar bercerita tentang uang dan seks dalam
kehidupan perempuan. Uang dalam kenyataannya adalah sesuatu yang dibutuhkan,
tumpuan setiap individu atau manusia. Seks juga dapat dinikmati bagi individu
yang membutuhkan. Tetapi dalam cinta, pendidikan, dan kebersamaan itulah Sang
Hidup meletakkan arti kehidupan yang sesungguhnya. Serta impian
pendidikan dan cinta yang membungkus perasaan para tokohnya.
Tema dalam
novel ”perjuangan dalam meraih impian” sangat kuat dalam novel ini. Peneliti
menganalisis citra (gambaran) perempuan berdasarkan cerita yang terdapat dalam
novel Menebus Impian yang meliputi
pandangan hidup tokoh perempuan, karakter tokoh perempuan, peran tokoh
perempuan di bidang domestik, peran sosial tokoh perempuan di bidang
publik berdasarkan pandangan feminisme
liberal. Oleh sebab itu peneliti mengambil judul Citra Perempuan dalam Novel Menebus Impian Karya Abidah El Khalieqy
(Kajian
Feminisme Liberal).
1.2 Masalah Penelitian
1.2.1 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini adalah citra perempuan dalam novel Menebus Impian karya Abidah El Khalieqy. Adapun citra perempuan dari feminisme liberal dalam novel ini yaitu :
1) pandangan
hidup tokoh perempuan
2) karakter
tokoh perempuan
3) peran
tokoh perempuan di bidang domestik, dan
4)
peran sosial tokoh perempuan di bidang
publik berdasarkan pandangan feminisme liberal yang dianggap menarik untuk
dikaji.
Pendekatan yang
digunakan untuk mengkaji citra perempuan adalah pendekatan feminisme liberal
karena memudahkan peneliti untuk melakukan penilaian. Untuk menemukan citra
perempuan dalam novel Menebus Impian
karya Abidah El Khalieqy dapat dilakukan dengan jalan memahami teks yang ada di
dalamnya.
1.2.2 Rumusan Masalah
Secara umum permasalahan dapat dijabarkan oleh peneliti sebagai berikut.
Bagaimana citra
perempuan dalam novel Menebus Impian
karya Abidah El Khalieqy berdasarkan pandangan feminisme liberal?
Berdasarkan
uraian pembatasan masalah di atas, maka secara khusus peneliti dapat merumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1)
Bagaimanakah pandangan hidup tokoh
perempuan dalam novel Menebus Impian
karya Abidah El Khalieqy?
2)
Bagaimanakah karakter tokoh perempuan
dalam novel Menebus Impian karya
Abidah El Khalieqy?
3)
Bagaimanakah peran tokoh perempuan di
bidang domestik dalam novel Menebus
Impian karya Abidah El Khalieqy?
4)
Bagaimanakah peran sosial tokoh
perempuan di bidang publik dalam novel Menebus
Impian karya Abidah El khalieqy?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan citra perempuan dalam novel Menebus Impian karya Abidah El Khalieqy berdasarkan pandangan feminisme liberal.
Secara khusus
tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)
Mendeskripsikan pandangan hidup tokoh
perempuan dalam novel Menebus Impian
karya Abidah El Khalieqy.
2)
Mendeskripsikan karakter tokoh
perempuan dalam novel Menebus Impian
karya Abidah El Khalieqy.
3)
Mendeskripsikan peran tokoh perempuan
di bidang domestik dalam novel Menebus
Impian karya Abidah El Khalieqy.
4)
Mendeskripsikan peran sosial tokoh
perempuan di bidang publik dalam novel Menebus
Impian karya Abidah El Khalieqy.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.4.1
Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan upaya untuk
meningkatkan apresiasi terhadap karya sastra. Selain itu, penelitian ini
menjadi dasar untuk memahami citra perempuan berdasarkan pandangan feminisme
liberal dan mengenal pribadi perempuan lebih mendalam, terutama tentang
pandangan hidup, karakter, peran perempuan di bidang domestik, dan peran sosial
perempuan di bidang publik.
1.4.2
Bagi Peneliti
Selanjutnya
Penelitian ini
dapat menjadi dasar atau sebagai acuan untuk memperdalam atau memperluas
meneliti masalah yang sejenis.
1.4.3
Bagi Perempuan
Penelitian ini
dapat dijadikan sumber informasi untuk memahami kehidupan perempuan. Selain
itu, penelitian ini dapat juga digunakan untuk memahami konsep, nilai-nilai dan
citra (gambaran) perempuan dalam pandangan feminisme liberal.
1.4.4
Bagi Pembaca
Penelitian ini
memberikan informasi tentang citra perempuan dalam novel Menebus Impian karya Abidah El Khalieqy.
1.5 Penegasan Istilah
Penegasan-penegasan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.5.1 Citra
Citra adalah gambaran yang dimiliki pribadi setiap orang. Citra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran tentang perempuan berdasarkan pandangan feminisme liberal. Perempuan merupakan mahkluk individu dan mahkluk sosial yang beraspek keluarga dan masyarakat. Citra perempuan dalam novel Menebus Impian yaitu berupa semua wujud gambaran pandangan hidup, mental, dan peran yang diekspresikan oleh tokoh perempuan. Wujud citra perempuan ini dapat digabungkan dalam berbagai aspek dalam kehidupan perempuan. Dalam menjaga citranya tersebut, perempuan sebagai individu harus memerankan perannya dengan baik sebagai individu dan perannya di sosial masyarakat (Sugihastuti, 2000:44).
1.5.2 Feminisme Liberal
Feminisme liberal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu metode analisis (cara pandang) untuk menilai keberadaan (posisi) perempuan dalam masyarakat. Feminisme liberal adalah pandangan untuk menempatkan perempuan memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Jhon Stuart Mill dan Marry Wollstonecaft (dalam Postfeminisme, 2010:342) mengatakan untuk tujuan perubahan sosial dalam rangka memberikan perempuan status dan kesempatan-kesempatan yang sama seperti halnya laki-laki.
Perempuan
dan laki-laki sama-sama mempunyai kapasitas. Karena itu, masyarakat wajib
memberikan kedudukan kepada perempuan, seperti hal juga laki-laki, karena semua
manusia berhak mendapatkan kesempatan yang setara untuk mengembangkan kapasitas
nalar dan moral sehingga mereka dapat menjadi manusia yang utuh. Perempuan merupakan makhluk yang sama dengan laki-laki,
dan mempunyai hak yang sama pula dengan laki-laki. Asumsi dasarnya adalah tidak
ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki, Woolstonecraft
(dalam
Feminist Thought, 2010:22).
Subordinasi
adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam pengambilan
keputusan. Perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang dikonstruksikan
secara sosial. Hal ini disebabkan karena belum terkondisinya konsep jender
dalam masyarakat yang mengakibatkan adanya diskriminasi bagi pekerjaan bagi
perempuan. Anggapan sementara perempuan itu irasional atau emosional, sehingga
perempuan tidak bisa tampil memimpin, dan berakibat munculnya sikap yang
menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Perempuan diidentikkan
dengan jenis-jenis pekerjaan tertentu. Diskriminasi yang diderita oleh kaum
perempuan pada sektor, pekerjaan misalnya presentase jumlah pekerja perempuan,
pemberian fasilitas, serta beberapa hak-hak perempuan yang berkaitan dengan
kodratnya yang belum terpenuhi. Agar perempuan tidak tersubordinasi lagi, maka
perempuan harus mengejar berbagai ketertinggalan dari laki-laki untuk
meningkatkan kemampuan kedudukan, peranan, kesempatan, dan kemandirian serta
katahanan mental spritualnya. Dengan demikian perempuan mampu berperan bersama-sama
laki-laki sebagai mitra sejajar yang selaras, serasi, dan seimbang yang
ditunjukkan dalam kehidupan nyata sehari-hari
(Handayani,
2008:16).
1.5.3
Pandangan Hidup
Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk hidup di dunia. Pandangan hidup yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara perempuan dalam memandang atau memaknai kehidupan yang dijalaninya (Nasution, 2005:135).
1.5.4
Karakter
Karakter merupakan hal-hal yang berhubungan dengan perwatakan tokoh, sifat kejiwaan, budi pekerti yang membedakan individu satu dengan individu lain. Atau karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter ini berkaitan dengan perwatakan atau sifat perempuan (KBBI, 1997:327).
1.5.5 Peran
Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Peranan merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan (KBBI, 1989:667).
1.5.6
Peran Domestik
Peran domestik adalah bagian dari tugas utama yang dilakukan oleh perempuan dan bertanggung jawabnya sebagai perempuan yang bekerja di dalam rumah (Notopuro, 1984).
1.5.7
Peran Sosial
Peran sosial adalah posisi (status sosial) perempuan dalam masyarakat dan bertanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat, dan pekerja atau perempuan karir yang bekerja di luar rumah (Pandangan Feminisme Liberal, 2008:33).
1.5.8
Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia imajinatif, yang dibangun melalui unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, setting yang beragam dan lain-lain yang tentu saja juga bersifat imajinatif (Nurgiyantoro, 2005:4).
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1
Kajian Novel
2.1.1
Pengertian Novel
Novel
bersifat expans ‘meluas’ dan cenderung menitikberatkan complexity
‘kompleksitas’. Sebuah novel jelas tidak dapat dibaca selesai dalam sekali
duduk, karena panjangnya sebuah novel secara khusus cukup untuk
mempermasalahkan pandangan hidup tokoh, karakter tokoh, peran tokoh perempuan
di bidang domestik, peran sosial tokoh perempuan di bidang publik, dan dalam
sebuah perjalanan waktu. Jadi salah satu efek perjalanan waktu dalam novel
inilah yang menggambarkan perkembangan pandangan hidup tokoh, karakter tokoh,
peran tokoh di bidang domestik dan peran sosial tokoh di bidang publik.
Sebuah novel merupakan totalitas,
suatu kemenyeluruhan yang bersifat aristik. Novel juga memungkinkan adanya
kajian pandang lebar tentang tempat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan
jika posisi manusia (terutama perempuan) dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan
yang selalu menarik perhatian para novelis. Masyarakat memiliki dimensi ruang
dan waktu, sebuah masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi
peranan tokoh perempuan dalam masyarakat berubah dan berkembang dalam waktu,
karena panjangnya novel memungkinkan dalam menentukan bagaimana citra tokoh
perempuan di dalam sebuah cerita.
Novel menurut Suhendar dan Supinah
adalah cerita berbentuk prosa dan ukuran luas, yang menguraikan peristiwa
kehidupan seorang yang luar biasa, dan berakhir dengan kehidupan pelakunya.
Novel adalah sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia imajinatif, yang
dibangun melalui unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar,
sudut pandang, setting yang beragam dan lain-lain yang tentu saja juga bersifat
imajinatif
(Nurgiyantoro,
2005:4).
Berdasarkan
uraian di atas, jadi novel adalah cerita berbentuk prosa dengan ukuran yang
luas yang memiliki plot (alur), karakter, setting yang beragam dan menguraikan
peristiwa kehidupan seseorang yang berakhir dengan perubahan nasib kehidupan
serta bersifat expans ‘meluas’.
Salah satu bentuk prosa fiksi, novel
memiliki unsur yang kompleks, yang saling berkaitan satu dengan yang lain
secara erat dan saling menggantungkan. Menurut Wellek dan Warren (1990:280),
unsur-unsur novel meliputi alur, penokohan, latar, dan kepaduan. Menurut
Stanton (Nurgiyantoro, 2005:25) mengemukakan bahwa struktur prosa fiksi pada
umumnya terdiri dari fakta cerita, tema, dan sarana cerita. Selain itu novel
juga memiliki dua unsur pembangun yang saling berkaitan. Unsur-unsur tersebut
adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur
pembangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik meliputi tema, plot (alur),
setting, sudut pandang, suasana, dan gaya bahasa. Sedangkan
unsur ekstrinsik merupakan unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya
sastra. Unsur-unsur tersebut meliputi keadaan subjektifitas pengarang yang
memiliki sikap, keyakinan, pandangan hidup, dll.
2.1.2 Ciri-ciri Novel
Karya fiksi dapat dibedakan menjadi roman, novel, novelette, dan cerpen. Perbedaan berbagai macam bentuk fiksi itu pada dasarnya dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, panjang pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung pada cerita tersebut.
Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2005:11), novel
mengemukakan suatu cerita secara bebas serta menyajikan sesuatu secara lebih
banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai
permasalahan yang lebih kompleks. Ciri-ciri novel adalah (1) ada perubahan
nasib pada tokoh cerita, (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh
utamanya, (3) biasanya tokoh utama tidak sampai mati.
2.2
Tokoh dan Karakter dalam Karya Sastra
Dalam karya sastra terdapat tokoh yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang dapat membedakan tokoh-tokoh yang lain. Peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita sebagai akibat perilaku para tokoh. Pada umumnya tokoh itu adalah manusia, kadang-kadang binatang yang diumpakan sebagai manusia. Watak atau sifat tertentu seorang tokoh memberikan alasan mengapa sang tokoh berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Tokoh melaksanakan suatu tindakan dan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain dihubungkan oleh tokoh. Tanpa tokoh takkan ada peristiwa. Berdasarkan peranan tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pembantu, tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Sedangkan berdasarkan karakter tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh yang berkarakter datar dan bulat. Tokoh utama, tokoh yang selalu ada dan relefan dalam setiap peristiwa, sedangkan tokoh pembantu, tokoh yang bertugas mendukung pelaku atau tokoh utama sehingga terjadi peristiwa supaya cerita menjadi lebih hidup. Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksikan dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus (Nurgiyantoro, 2005:176).
2.2.1
Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Membaca sebuah novel, biasanya, kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan di dalamnya. Namun dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama. Tokoh dalam cerita memiliki peran yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang kehadirannya mendominasi setiap jalannya cerita disebut sebagai tokoh inti atau tokoh utama. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita ada yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga mendominasi sebagian cerita dan sebaliknya ada tokoh-tokoh yang hanya ditampilkan sekali-kali atau beberapa kali dalam cerita. Tokoh utama dapat didefinisikan sebagai tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel dan merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikena kejadian, karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Dipihak lain tokoh tambahan atau biasanya disebut tokoh pembantu dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung (Nurgiyantoro, 2005:178).
2.2.2 Tokoh Protagonis dan Tokoh
Antagonis
Tokoh dalam karya fiksi sebagaimana halnya manusia biasa dalam kehidupan sehari-hari mempunyai karakter tertentu yang menyebabkan seorang disukai atau tidak disukai oleh orang lain. Pengarang mengembangkan tema dengan menyematkannya pada tokoh-tokoh ciptaannya. Adakalanya tokoh-tokoh menampilkan sebagai pengembang ide sehingga kehadirannya disukai pembaca. Tokoh yang demikian disebut tokoh protagonis, kehadirannya tidak disukai oleh pembaca biasanya disebut tokoh antagonis (Nurgiyantoro, 2005:179).
Sebuah
fiksi harus mengandung konflik khususnya konflik dan ketegangan yang dialami
oleh tokoh protagonis. Tokoh penyebab terjadinya disebut dengan tokoh
antagonis, tokoh antagonis dapat disebut beroposisi dengan tokoh antagonis
secara langsung atau tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin.
2.2.3
Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu. Sebagai tokoh manusia, ia tidak diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, tidak memiliki sifat atau tingkah laku yang dapat memberi efek kejutan bagi pembaca (Nurgiyantoro, 2005:181).
Tokoh sederhana dapat saja
melakukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya itu akan dapat
dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan diformulasikan. Dengan demikian
pembaca akan lebih mudah mamahami watak dan tingkah laku tokoh sederhana. Tokoh
cerita yang demikian adalah tokoh yang bersifat klise, steroitip. Unsur
steroitip, pola yang itu-itu saja yang sering dijumpai dalam fiksi tidak hanya
menyangkut pada penokohan, melainkan unsur-unsur intrinsik yang lain seperti
plot, tema, ataupun latan. Namun tidak berarti bahwa semua tokoh sederhana
adalah tokoh yang steroitip, tokoh yang tidak memiliki unsur kebaruan atau
keunikan.
Sedangkan
tokoh bulat, kompleks berbeda halnya dengan tokoh sederhana. Tokoh bulat adalah
tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kemungkinannya, sisi
kepribadiannya, dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang
dapat diformulasikan, namun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku
bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga
(Nurgiyantoro, 2005:183).
2.2.4.
Karakter
Sebuah cerita atau karya fiksi memuat suatu peristiwa. Setiap peristiwa itu diemban pelaku-pelaku tertentu. Pelaku-pelaku tokoh itulah yang mengembangkan peristwa-peristiwa pada setiap tahapan plot sehingga tercipta suatu cerita. Tokoh dalam cerita seperti halnya manusia dalam kehidupan manusia sehari-hari memiliki karakter tertentu. Cara pengarang menampilkan tokoh disebut dengan karakter.
Menurut
Stanton (Nurgiyantoro, 2005:165), penggunaan istilah “karakter” sendiri dalam
berbagai literatur Bahasa Inggris menyarankan pada dua pengertian yang berbeda,
yaitu sebagai tokoh-tokoh yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan,
keinginan dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Dengan
demikian, karakter dapat berarti pelaku cerita dan dapat pula berarti
perwatakan. Sementara itu W.F. Maramis (1990:283) mengemukakan bahwa watak atau
karakter ialah kepribadian yang dipengaruhi oleh motifasi yang menggerakkan
kemauan sehingga orang itu bertindak. Jadi bila kepribadian seorang tidak
mempunyai pendirian sendiri dan hidup dari hari ke hari tanpa tujuan, maka ia
dikatakan tak berwatak.
Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan
yang lain. Sehubungan dengan karakter dapat dibedakan antara pelaku yang
protagonis atau pelaku yang antagonis. Namun di luar itu, karakter dapat
dilihat dari beberapa dimensi yaitu fisik, perilaku, bahasa, dan pikiran atau
ide tokoh.
Dalam
upaya memahami karakter tokoh dapat ditempuh melalui beberapa cara di
antaranya: (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik tokohnya, (2) gambar
lingkungan kehidupan maupun bagaimana cara tokoh berpakian, (3) perilakunya,
(4) tokoh itu berbicara dengan tokoh lainnya, (5) memahami jalan pikirannya,
(6) melihat tokoh lain berbicara tentangnya, (7) bagaimana tokoh lain
berbicara, (8) reaksi tokoh lain dengannya, dan
(9) bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.
2.3
Teori Feminisme
2.3.1
Sastra dan Feminisme
Karena yang menjadi bahan analisis adalah sebuah novel yang merepresentasikan feminisme maka sudah sepatutnya jika penulis memaparkan perkembangan atau peran gerakan feminisme dalam kesusastraan terutama yang tertuang dalam novel. Di dunia sastra Barat memang terjadi pengklasifikasian antara laki-laki dan perempuan dalam bidang kesusastraan. Hal ini menyangkut peran laki-laki yang lebih dominan dan menganggap perempuan sebagai objek. Tokoh yang sangat terkenal dalam perkembangan gerakan feminisme dalam bidang kesusastraan adalah Elaine Showalter. Beliau adalah yang memperkenalkan ginokritik. Definisi ginokritik sendiri adalah sebuah kajian yang menjelaskan mengenai gambaran karya sastra yang membahas perbedaan hasil penulisan laki-laki dengan perempuan. Seperti yang diungkapkan oleh Showalter (Contemporary Literary Criticsm, 1994) bahwa kajian ginokritik memang menawarkan banyak keuntungan. Ginokritik mengarah pada perhatian bahwa perempuan memang berperan dalam sebuah pembuatan karya sastra. Baik itu sebagai pengarang ataupun pembaca, di mana ketika sebuah karya sastra ditulis oleh perempuan maka akan menimbulkan kesan tertentu dan menunjukkan bahwa memang perempuan memang ada dalam karya sastra. Ginokritik juga memaparkan hubungan perempuan dengan teks-teks yang dibuat oleh pengarang perempuan, hubungan tulisan perempuan dengan tubuh perempuan, tulisan perempuan dengan bahasa perempuan, tulisan perempuan dengan psikis perempuan dan hubungan perempuan dengan budaya perempuan.
Dalam novel Menebus Impian, Abidah El Khalieqy ingin
menunjukkan bahwa perempuan memiliki kekuatan untuk menulis sebuah karya sastra
yang sangat kental dengan nuansa feminisnya, di mana sebelumnya sebuah karya
mengenai perempuan hanya bisa dibuat oleh laki-laki dengan menggunakan sudut pandang
laki-laki juga. Namun ginokritik bukan bermaksud untuk menghapuskan hasil
tulisan laki-laki dan perempuan. Ginokritik memiliki tujuan untuk memahami
bahwa kekhususan tulisan perempuan bukan sebagai produk seksisme dan kenyataan
bahwa perempuan memang memiliki hubungan dengan budaya sastra (Contemporary
Literary Criticsm, 1994).
Dari pemaparan di atas,
pergerakan feminisme yang merambat ke dunia sastra juga memiliki hubungan
dengan peran feminisme dalam diri pengarang seperti yang telah dijelaskan di atas,
juga peran feminisme yang dapat tercermin dalam sebuah tokoh cerita. Cerminan
feminisme dalam sebuah tokoh cerita dapat terlihat ketika seorang tokoh cerita mengalami
pergerakan untuk berubah dan berjuang untuk pembebasan dirinya dari
ketertindasan dan perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan hak yang adil sama
seperti yang dimiliki oleh laki-laki.
Perjuangan
emansipasi wanita saat ini masih aktif diperjuangkan oleh sebagian wanita.
Mereka memperjuangkan emansipasi wanita karena masih merasakan ketidakadilan jender
dengan kaum laki-laki. Gerakan perjuangan ketidakadilan jender ini sering
disebut dengan gerakan feminisme. Dalam
pengertian yang paling luas, feminisme adalah gerakan kaum perempuan untuk
menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan
direndahkan oleh kebudayaan dominan. Dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu
dalam sastra, feminisme dikaitkan dengan cara memahami karya sastra. Feminisme
dalam dunia sastra menghasilkan representasi mengenai perbedaan jender yang
memberi sumbangan pada pandangan sosial bahwa laki- laki dan perempuan memiliki
nilai yang berbeda. Perempuan sering menjadi feminis dengan menjadi sadar akan,
dan mengkritik kekuasaan misrepresentasi simbolis atas perempuan (Ratna, 2007:184).
Gross
(Etika Sosial, 2002:20-21) menguraikan lima hal yang membuat teori-teori
tentang persamaan sebelumnya. Pertama, Wanita menjadi subyek dan objek ilmu
pengetahuan. Dengan menciptakan ilmu pengetahuan menjadi absah. Kedua, semua
metode, prosedur, anggapan, dan teknik teori-teori sebelumnya dipertanyakan.
Ketiga, dengan mempergunakan teori otonomi, kaum feminis tidak cuma
mengembangkan perspektif-perspektif mengenai wanita dan isu-isunya, tetapi juga
tentang sederet topik yang luas, dengan memasukkan teori-teori lain. Keempat,
teori-teori feminis tidak hanya menegaskan alternatif-alternatif, tetapi
berkarya melalui teks-teks patriarki. Teori-teori itu tidak lagi menyalahkan
atau menerima tulisan-tulisan yang disampaikan. Tulisan-tulisan yang ada
tersebut kini dianalisis, diuji, dan dipertanyakan. Pada akhirnya, teori
feminis menekankan institusi-instistusi sosial dan tindakan sosial, dengan
memberikan kerangka-kerangka alternatif.
2.3.2
Feminisme dan Jender
Teori sastra feminisme melihat karya sastra sebagai cerminan realitas sosial patriarki. Feminisme merupakan reaksi terhadap maskulinsme. Kaum feminisme telah memusatkan energinya untuk melukiskan dan mengutuk katidakadilan yang diterima kaum perempuan sebagai akibat hukum-hukum yang dibuat kaum laki-laki. Menurut Gamble (Postfeminisme, 2010:297) mengatakan bahwa feminisme, seorang yang memiliki pandangan bahwa perempuan lebih sedikit dihargai dibanding laki-laki dalam masyarakat yang menggolongkan laki-laki dan perempuan ke dalam perbedaan ruang-ruang ekonomi, pendidikan, dan budaya.
Makna kata “jender” yang pertama muncul di kamus
adalah “penggolongan gramatikal terhadap kata-kata benda dan kata-kata lain
yang berkaitan dengannya, yang secara garis besar berhubungan dengan dua jenis
kelamin serta ketiadaan jenis kelamin atau kenetralan. Dewasa
ini kata jender menunjuk pada perbedaan biologis antara laki-laki dan
perempuan. Jender sebagai alat analisis umumnya dipergunakan oleh penganut
aliran ilmu sosial konflik yang memusatkan perhatian pada ketidakadilan di sistem
yang disebabkan oleh jender. Konsep
jender adalah semua hal yang bisa dipertukarkan antara sifat perempuan dan
laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke
tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas lainnya.
Menurut
kaum feminisme kata jender merujuk pada struktur artifisial yang diciptakan
dari distingsi-distingsi sosial, yang menirukan perbedaan biologis alami (Etika
Sosial, 1998:142). Jender muncul karena perkembangan pola
pikir manusia mengenai kedudukan wanita bersama laki-laki dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam jender dikenal sistem hirarki yang menciptakan
kelompok-kelompok yang bersifat operasional, kelompok tersebut saling
bergantung atau bahkan bersaing untuk mempertahankan kekuasaan masing-masing.
Sebagaimana Stoller (Jender dan Strategi, 2008:3) mengartikan jender sebagai
kontruksi sosial atau atribut yang dikenakan manusia yang dibangun oleh
kebudayaan manusia. Kesetaraan jender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki
dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia,
agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi,
sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan keamanan nasional (hankamnas), serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
2.4 Pendekatan Feminisme
Pendekatan feminisme dalam sastra adalah salah satu kajian sastra yang mendasarkan pada pandangan yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan. Pandangan lain yang mempengaruhi lahirnya feminisme adalah konsep sosialisme dan marxis. Menurut kaum ini, kaum perempuan adalah suatu kelas dalam masyarakat yang ditindas oleh kelas lain yaitu kelas laki-laki (Djajanegara, 2002:2). Feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekaligus pendekatan dalam sastra yang berusaha merombak struktur yang ada karena dianggap telah mengakibat ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Pendekatan feminisme berusaha merombak cara pandang kita terhadap dunia dan berbagai aspek kehidupannya. Dalam perkembangan selanjutnya terdapat berbagai aliran feminisme, seperti feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis, dan feminisme sosialis yang masing-masing di dasarkan pada teori dan ideologi yang beragam. Ada satu gagasan besar yang menyamakan, bahwa mereka berangkat dari suatu kesadaran akan suatu penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan di dalam masyarakat, serta tindakan sadar oleh laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut (dalam Wiyatmi, 2006:113).
Dalam rangka untuk mengkaji secara komprehensif,
ada beberapa pendekatan feminisme yang dapat digunakan untuk menunjang
penelitiannya yang meliputi
pendekatan feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikal, dan
feminisme sosialis.
Dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan feminisme liberal. Telaah karya sastra melalui
pendekatan feminisme
terutama penerapan teori feminisme
liberal
kerap di lakukan. Karya
sastra berupa novel, puisi, maupun cerpen dapat dikaji menggunakan pendekatan
feminisme liberal, asalkan ada tokoh perempuannya. Kita akan mudah menggunakan pendekatan ini jika
tokoh perempuan
itu dikaitkan dengan tokoh laki-laki. Tidaklah menjadi soal apakah mereka
berperan sebagai tokoh utama atau tokoh protagonis, atau tokoh bawahan
(Djajanegara, 2000:51). Feminisme
liberal dapat menciptakan mengenai pandangan untuk menempatkan kaum perempuan
memiliki kedudukan dan hak yang sama dengan laki-laki yaitu dengan menekankan
bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama serta
harus mempunyai kesempatan yang sama. Tujuan penerapan teori ini adalah untuk
membongkar anggapan patriarki yang tersembunyi melalui gambaran atau citra
perempuan dalam karya sastra. Dengan demikian, pembaca atau peneliti akan
membaca teks sastra dengan kesadaran bahwa dirinya adalah perempuan yang
tertindas oleh sistem sosial patriarki sehingga dia akan jeli melihat bagaimana
teks sastra yang dibacanya itu menyembunyikan dan memihak pandangan patriarki.
Di samping itu, studi sastra dengan pendekatan feminisme liberal tidak terbatas
hanya pada upaya membongkar anggapan-anggapan patriarki yang terkandung dalam
cara penggambaran perempuan melalui teks sastra, tetapi berkembang untuk
mengkaji sastra perempuan secara khusus, yakni karya sastra yang dibuat oleh
kaum perempuan. Di sini yang diupayakan adalah penelitian tentang kekhasan
karya sastra yang dibuat kaum perempuan, baik pandangan hidup, karakter, peran
domestik, maupun peran sosial di bidang publik.
Feminisme Liberal
merupakan aliran dari feminisme yang merupakan aliran baru dalam sosiologi
sastra. Perjuangan serta usaha feminisme liberal untuk mencapai tujuan
menciptakan masyarakat adil dan peduli tempat kebebasan berkembang serta
meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan
kedudukan serta derajat laki-laki. Salah satu caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang
dimiliki laki-laki. Feminisme liberal untuk memiliki kesetaraan kesempatan bagi
perempuan di ruang publik. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan
berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Secara
umum, dikatakan bahwa para feminisme liberal bekerja ke arah masyarakat yang
akan menegakkan hak tiap individu untuk memenuhi potensi mereka. Mill dan
Wollstonecraft (dalam Postfeminisme, 2010:342) mengatakan untuk tujuan
perubahan sosial dalam rangka memberikan perempuan status dan
kesempatan-kesempatan yang sama seperti halnya laki-laki. Dalam memperjuangkan
persoalan masyarakat, kerangka kerja feminisme liberal, tertuju pada kesempatan
yang sama dan hak yang sama bagi tiap individu, termasuk di dalamnya kaum
perempuan. Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan ini
penting, sehingga tidak perlu pembedaan kesempatan. Para feminisme liberal
bertanggung jawab terhadap perubahan-perubahan kesejahteraan, pendidikan, dan
kesetaraan yang telah mendatangkan manfaat bagi hidup jutaan perempuan. Menurut
feminisme liberal bahwa semua perempuan mampu menjualkan kemampuan mereka,
untuk mencapai kesetaraan, maka kemungkinan akan terjadi perubahan tanpa
mengubah struktur masyarakat. Perempuan harus mempersiapkan diri agar bisa
bersaing di dunia dalam rangka persaingan bebas dan mempunyai kedudukan setara
dengan laki-laki. Adapun ciri-ciri feminisme liberal adalah: (1) laki-laki dan
perempuan diberi kesempatan untuk mengembangkan kepemilikan pribadi, (2)
menempatkan perempuan dan laki-laki pada posisi yang sama, (3) adanya hak
kebebasan dan hak otonomi pribadi sebagai pilihan hidup, (4) mewujudkan
kesetaraan kesempatan bagi perempuan disemua bidang (bidang pendidikan, pekerjaan,
dan lain-lain).
Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf
(Feminisme, 2010:2) sebagai feminisme kekuatan yang merupakan
solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan
pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya
kini perempuan bebas berkehendak tanpa bergantung pada laki-laki.
Inti ajaran feminisme liberal
menurut Suharto (Asmaeny, 2007:76) yaitu sebagai berikut.
a) Memfokuskan
pada perlakuan yang sama terhadap wanita di luar daripada di dalam keluarga.
b) Memperluas
kesempatan dalam pendidikan.
c) Pekerjaan
wanita semisal perawatan anak dan pekerjaan rumah tangga dipandang sebagai
pekerjaan tidak terampil yang hanya mengandalkan tubuh bukan pikiran rasional.
d) Perjuangan
harus menyentuh antara wanita dan laki-laki melalui pengetahuan perwakilan
wanita di ruang publik.
e) Feminisme
liberal saat ini cenderung lebih sejalan dengan model liberalisme kesejahteraan
atau egalitarian yang mendukung sistem kesejahteraan negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Adellina,
Shely. 2008. Feminisme Liberal.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arbain, Armini.
2005. Citra Wanita Pekerja dalam
Novel-Novel Indonesia. Malang: UMM Press.
Azis, Asmaeny.
2007. Feminisme Profetik Kreasi Wacana.
Yogyakarta: Jalasutra.
Damono, Sapardi Djoko. 1987. Sosiologi
Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Pusat Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa.
Http://Search. Msn. Aliran-aliran Feminisme. Jakarta: OBRE.
No comments:
Post a Comment