Saturday, December 17, 2011

Konteks Pembelajaran & Konsep Kecakapan Berbahasa

Bab 1
Konteks Pembelajaran Bahasa

Menurut N.S. Prabhu, 1992:  Pembelajaran dalam kelas merupakan peristiwa yang berbeda-beda jenisnya. Diantaranya, berupa suatu unit rangkaian kurikulum yang terencana dan berurutan, atau suatu contoh penerapan metode pengajaran, pola aktivitas sosial yang terjadi dalam kelas, dan pertemuan antara berbagai kepribadian manusia. Banyak hal yang terjadi dalam suatu kelas tertentu yang menggambarkan aktivitas rutin yang tidak berubah-ubah dan dapat mempersatukan berbagai tuntutan yang berbeda-beda dari berbagai dimensi yang berbeda bagi guru tertentu dan para pembelajar bahasa yang berada dalam asuhan kita.
Menurut Richards, 1990, metodologi yang digunakan dalam kelas menghasilkan asumsi-asumsi tertentu tentang : 1. Sifat Bahasa, 2. Pembelajaran bahasa kedua, 3. Peran pembelajar dan guru, 4. Aktivitas pembelajaran dan materi pengajaran.
Di dalam bab ini yang dibahas adalah pembelajaran bahasa dari tiga pendekatan instruksional yang saat ini ada, antara lain : Pengajaran berbasis komunikasi, pengajaran berbasis keterampilan berbahasa, dan pengajaran berbasis interaksi.
A.   Pola-pola interaksi kelas
Menurut Stubbs, 1976 : Dalam situasi kelas, interaksi verbal antara guru dan siswa digambarkan sebagai bentuk komunikasi yang sangat terbatas sekali, bahkan seringkali berbeda dengan percakapan dalam interaksi sosial sehari-hari. Misalnya Anak-anak belajar memberikan jawaban yang diharapkan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan Guru, contoh :
GURU            : Where do you live, Steve ? ( Di mana tempat tnggalmu, Steve ? )
SISWA           : 35 Lexington Avenue.
GURU                        : Answer in a complete sentence. ( Jawablah dengan kalimat yang lengkap)
SISWA           : I live at 35 Lexington Avenue. ( Saya tinggal di 35 Lexington Avenue.)
GURU            : Good. (Baik.)
Contoh di atas juga berfungsi mengilustrasikan sifat dialog yang bersifat artifisial di dalam kelas, khususnya bila pertanyaan diajukan oleh guru bukan sebagai permintaan untuk memperoleh informasi , tetapi sebagai kesempatan untuk mengetahui penguasaan struktur bahasa atau kosa kata tertentu misal : “ I Live ________” atau “ I Like to eat ______”
Menurut Kramsch, 1985 : Wacana ontentik di antara para siswa seringkali disederhanakan menjadi latihan peran seperti mempraktikan ucapan selamat datang atau selamat jalan, meminta informasi, atau melontarkan pujian kepada orang lain, yang mungkin menjadi kenyataan di kemudian hari ketika mereka berinteraksi dengan para penutur asli di negara tujuan.
Menurut Green, 1983 :Sifat percakapan antara Siswa dan guru dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti isi pelajaran dan aktivitas kelas.
Pelaksanaan komunikasi dalam kelas ditentukan oleh faktor-faktor seperti: tujuan pembelajaran, tingkat kecakapan siswa dan tipe aktivitas permainan peran, wawancara berpasangan, survei atau jejak pendapat atau situasi pemecahan persoalan.
Menurut edmonson, 1985 ada fungsi-fungsi bahasa yang otentik  seperti memberi salam, meminta petunjuk arah, memberikan informasi seperti menginap dihotel, memesan makanan direstoran atau minta petunjuk arah kepada polisi.

B.   Perspektif  Berbasis Komunikasi
Pendekatan pengajaran bahasa berbeda-beda apabila ditinjau dari teori-teori bahasa dan pembelajaran bahasa, tujuan bahasa, pengorganisasian silabus/pelajaran, peran guru dan siswa, teknik-teknik pembelajaran dalam kelas, atau dari segi penggunaan bahan dan media pengajaran.
Bahasa sasaran : Bahasa ke dua yang dipelajari.
Menurut Curran, 1976 : dalam Commdunity Language Learning ( Pembelajaran Bahasa dalam komunitas), misalnya: Siswa melewati lima tahap pertumbuhan, mulai dari tergantung pada guru hingga mandiri.
Orientasi pengajaran komunikatif cenderung menekankan pada penggunaan bahasa ( salam, saran, permintaan maaf, pemberian petunjuk, dan pemberian informasi) dalam situasi sosial seperti rumah teman, klinik,dokter, stasiun kereta api. Para siswa menerima latihan berinteraksi dengan guru atau teman-teman sebaya mereka.
Berbagai prosedur khusus untuk mengembangkan kemampuan komunikasi di antara para siswa bahasa kedua dalam kelas telah dirumuskan oleh Littlewood (1981) yaitu dengan mengatur aktivitas kelas sedemikian rupa sehingga terdapat aktivitas-aktivitas pra-komunikasi (praktik struktur bentuk-bentuk linguistik dan maknanya) dan aktivitas-aktivitas komunikasi ( penggunaan bahasa fungsional dan praktik interaksi sosial).


Vogel, Brassard, parks, Thibaudeau, dan white (1983) memberikan enam komponen utama yang merupakan ciri khusus kelas kmunikatif:
a.    Input bahasa yang terfokus pada gagasan dan informasi.
b.    Interaksi yan menentukan dinamika wacana dalam kelas.
c.    Tuntutan –tuntutan tugas yang memenuhi kriteria-kriteria dunia nyata.
d.   Bahan-bahan yang menarik,merangsang kemampuan intelektual dan bersifat menantang.
e.    Metodologi yang meningkatkan interaksi melalui aktivitas-aktivitas yang terpusat pada siswa.
f.     Tugas-tugas bahasa yang menekankan pada aktivitas pengumpulan informasi, menciptakan situasi-situasi kesenjangan dan meningkatkan perkembangan berbagai ketrampilan dan strategi.

Van Lier (1982) telah mencatat empat tipe pokok situasi dalam kelas, yang semuanya mencerminkan perbedaan tingkat-tingkat aktivitas yang dikendalikan oleh guru atau kelompok berkenaan dengan suatu topik tertentu dan kaidah-kaidah linguistik yang bisa berubah-ubah dengan aktivitas tersebut, misalnya siswa dapat terlibatdalam berbagai percakapan pribadi secara berpasangan tanpa pantauan guru terhadap jalannya interaksi atau tingkat keakuratannya.
Savigon (1983) menyarankan dimasukkannya lima komponen dalam kurikulum, masing-masing komponen terdiri atas serangkaian aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan segi tertentu proses pembelajaran :
1.      Kemahiran berbahasa : mencakup banyak latihan yang digunakan dalam program-program bahasa pertama yang memfokus pada kekutan formal. Diantara aktivitas-aktivitas yang dimasukkan adalah penggunaan latihan-latihan pengembangan kosa kata melalui definisi, deskripsi, sinonim, dan kata yang memiliki kemiripan bntuk dengan bahasa sasaran (cognate)
2.      Bahasa untuk suatu tujuan tertentu : melibatkan penggunaan bahasa untuk suatu tujuan komunikatif yang nyata dan mendesak.
3.      Bahasaku adalah seperti milikku : mengisyaratkan rasa hormat kepada seluruh siswa jika mereka menggunakan bahasa kedua untuk mengekspresikan diri.
4.      Kau jadi itu, aku jadi ini :Seni teater memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berbuat seolah-seolah, bereksperimen.
5.      Di luar kelas : Aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan siswa untuk menghadapi dunia nyata di luar lingkungan sekolah, para siswa mungkin bisa berinteraksi secara sistematis dengan komunitas bahasa kedua yang berdekatan.
Enright dan McCloskey (1985) memberikan tujuh kriteria untuk mngorganisasikan kelas untuk meningkatkan pengetahuan dan pemerolehan bahasa, khususnya di antara anak-anak kecil di sekolah dasar. Kriteria –kriteria tersebut menuntut aktivitas-aktivitas kelas yang bertujuan meningkatkan :
1.      Kolaborasi : Siswa perlu memperoleh kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa lain untuk memecahkan persoalan dan menemukan solusinya dengan jalan bekerjasama.
2.      Tujuan : Aktivitas harus diorganisasikan sehingga dapat dilaksanakan atau diselesaikan dengan partisipasi anak secaraaktif.
3.      Minat Siswa
4.      Pengalaman siswa sebelumnya
5.      Holisme : Aktivitas kurikuler dan aktivitas belajar harus mngintegrasikan berbagai macam keterampilan
6.      Dukungan
7.      Ragam :Guru harus menggunakan beraneka ragam bahan, tujuan topik, aktivitas, dan cara berinteraksi.

C.   Perspektif Berbasis Kecakapan

American Council on The Teachingof Foreign Languages(ACTFL)(1985) bahasa dalam kaitannyadengan tingkat performansi (performansi level) yakni tingkat pemula, tingkat lanjutan, tingkat mahir dan tingkat canggih sedangkan untuk keempat area keterampilan berbahasa (mendenarkan, berbicara, membaca dan menulis. Menurut Omaggio (1986) pada tingkat pemula tipe-tipe teks umum harus terfokus pada ujaran-ujaran singkat yang diambil dari materi yang sudah tidak asing lagi(waktu, tanggal, cuaca, nomor,pakaian).

D.   Perspektif Berbasis Interaktif
Menurut Rivers (1987:10-15) membagi menjadi delapan kelas interaktif diantaranya:
1.      Mendorong siswa mendengarkan materi-materi yang otentik
2.      Menggunakan koran, majalah, kartun, buku, surat, petunjuk petunjuk bagi produk, menu dan peta sebagai bahan bacaan.
3.      Menekankan bahwa sajak dari awal para siswa mendengarkan dan berbicara sambil bereaksi terhadap gambar-gambar dan objek-objek dalam situasi peran dan diskusi.
4.      Melibatkan para siswa dalam tugas-tugas bersama yang menuntut berbagai fungsi-fungsi bahasa yang berbeda.
5.      Menyajikan secara terus-menerus kepada para siswa film-film dan vidiotape para penutur asli yang berinteraksi dalam situasi berbeda.
6.      Menggunakan aktivitas membaca yang dibuat interaktif dangan meminta membaca menjawab secara kreatif.
7.      Menggunakan aktivitas dalam menulis yang cukup perubahan komunikasi pribadi antara para siswa.
8.      Meningkatkan keakuratan gramatikal dan pengucapan dengan menggabungkan berbagai macam aktifitas.


Menurut wells,1981 Interaksi linguistik melibatkan hubungan antara pengirim, penerima dan konteks situasi. Menurut cohen (1986) agar interaksi-interaksi kelas dapat sukses maka harus:
1.      Memiliki lebih dari satu jawaban.
2.      Bermanfaat bagi sebagian besar siswa.
3.      Memberikan kesempatan kepada para siswa.
4.      Melibatkan berbagai sumber multimedia.
5.      Melibatkan penglihatan, suara, dan sentuhan.
6.      Menuntut berbagai macam ketrampilan dan perilaku.
7.      Menunt siswa untuk membaca dan menulis.
8.      Menunjukkan tantangan.

E.   Mengontraskan Ketiga Pendekatan
Menurt rivers, (1992:381) perkembangan kemampuan bahasa berkembang melalu aktivitas interaksi dan partisipasi. Kesesuaian satu pendakatan satu dengan yang lain tergantung pada beberapa faktor antara lain: situasi lokal, masalah pendidikan, masalah yang berkaitan dengan guru, dan masalah yan berkaiatan denga sisa. Menurut prabu,(1990:162) tidak ada metode pengajaran bahasa yang paling baik melainkan tergantung pada konteks pengajaran.

F.    Materi-Materi yang otentik dalam kelas
Materi yang otentik adalah bentuk komunikasi kultural yang berbeda-beda dan digunakan oleh penutur asli. Menurut lopez,1986 Bentuk dan ukurannya dapat diklasifkasikan berdasarkan komunikasinya yaitu: audio, visual,vidio dan cetak. Menurut Canale dan Swain 1980 kerangka komunikatif rangkap empat yaitu kompetensi gramatikal, wacana, sosiolinguistik dan kompetensi strategis. Menurut swaffar 1989:33 materi-materi yang otentik memberikan sejumlah kesempatan kepada siswa untuk mengalami bahasa dalam sejmlah besar situasi kultural.

G.   Konteks Pembelajaran yang Efektif   
Lingkungan kelas yang efektif mencangkup sejumlah masalah yang berada diluar pemilihan pendekatan pengajaran tertentu. Masalah ini berkaitan dengan banyak topik antara lain:1.Sifat kecakapan bahasa 2.Penggabngan budaya ke dalam pengajaran 3.Perencanaan rangkaian pengajaran 4. Penggunaan teknik untuk memperoleh bahasa 5.Signifikansi karakteristik siswa 6. Perkembangan kemampuan bahasa lisan dan tulis. 7.Prosedur untuk membuat assesmen terhadap pembelajaran 8.metode-metode reflektif untuk meningkatkan kompetensi mengajar.

H.  Ringkasan
Kelas bahasa kedua merupakan setting linguistik yang khusus dengan aturan-aturan  khusus untuk berinteraksi. Pertukaran verbal antara guru dan siswa melibatkan berbagai macam tipe aktivitas kelas mulai dari latihan-latihan mekanis hingga penggunaan bahasa otentik dan bermakna.




 
Konsep Kecakapan Berbahasa

Kecakapan adalah sebagai tujuan,` dan dengan demikian dapat didefinisikan dalam kaitannya dengan berbagai tujan khusus atau standar, tujuan ini dapat berfungsi sebagai kriteria yang digunakan untuk menilai kecakapan sebagai sebuah fakta empiris yang merupakan performansi aktual para siswa tertentu secara individu atau kelompok siswa, kecapan juga dapat dikaitkan dengan variabel-variabel yang lain dalam model : Konteks, Karakteristik siswa, Kondisi-kondisi belajar, dan proses belajar. Oleh karena itu, konseptualisasi dan diskripsi kecakapan merupakan langkah penting dalam kajian pembelajaran bahasa kedua      ( H.H. Sterm, 1983)
Istilah-istilah seperti kompetensi linguistik, kompetensi komunikatif, kompetensi interaksional, dan kompetensi sosiolinguistik digunakan untuk mendiskripsikan banyak sekali kemampuan atau keterampilan yang berupa penguasaan terhadap suatu bahasa
Konsep kecakapan berbahasa digambarkan dalam hubungannya dengan komponen-komponen bahasa itu sendiri, komunikasi secara berhadap-hadapan, dan pemahaman terhadap teks-teks tulis.
Pengertian kemampuan komunikatif sendiri dapat melibatkan berbagai macam sistem pengetahuan dan keterampilan, termasuk kompetansi gramatikal, kompetansi sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategis.
Beberapa perkembangan terakhir dalam pengajaran bahasa asing telah memperkenalkan kategori-kategori fungsi bahasa, isi/topik, dan tingkat keakuratan linguistik dan sebaliknya, kategori ini digambarkan dalam kaitannya dengan tingkat-tingkat kecakapan dan perilaku-perilaku tertentu, dalam modalitas-modalitas medengarkan, bertutur, membaca, dan menulis, konsepsi kecakapan ini mencakup berbagai macam sistem pengetahuan tetapi berada di luar unsur-unsur khusus bahasa.
Perkembangan kecakapan B2 ( bahasa Kedua ) dipngaruhi oleh faktor-faktor seperti : Tujuan program, Kompleksitas bahasa B2, dan kemampuan berbahasa lisan vs kemampuan berbahasa tulis.
A.   Mengetahui  suatu Bahasa
Menurut Chomsky, 1965 : Pengertian “ kompetensi “ bahasa ialah untuk mengkarakterisasikan  pengetahuan penutur yang mendasari sistem bahasa, termasuk kaidah-kaidah untuk menghasilkan kalimat gramatikal.
Kompetensi linguistik dipandang sebagai tata bahasa penutur asli yang telah terinternalisasi, dan terdiri atas suatu sistem kaidah yang kompleks dan beroperasi pada tingkat yang berbeda sintaksis, leksikal, fonologi, semantik untuk menentukan organisasi struktur gramatikal dan kompetensi ini tidak dapat diamati secara langsung dan disamakan dengan idealisasi penutur-pendengar yang tidak memperlihatkan kesalahan-kesalahan yang nyatadalam kaitannya dengan keterbatasan ingatan, penyimpangan, pengalihan perhatian, dan fenomena keragu-raguan seperti pengulangan, permulaan yang salah, jeda, atau penghilangan.
Menurut Hymes, 1985 : Istilah Komunikasi komunikatif sendiri telah digunakan oleh sejumlah orang sejak tahun 1970-an untuk menggambarkan kemampuan yang lebih luas daripada kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan gramatikal bahasa.
Paulston 1974 telah membedakan antara kompetensi linguistik dan linguistik komunikatif untuk menekankan perbedaan yang sangat penting antara :
1.      Pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa dan struktur bahasa.
2.      Pengetahuan yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dalam berbagai interaksi secara berhadap-hadapan.
Ilmuan yang menaruh perhatian terhadap gaya sastra (seni verbal) memahami kompetensi “retorika” dan kompetensi “naratif”  adalah McLendon, 1977. Dan yang menaruh perhatian terhadap berbagai penggunaan bahasa untuk interaksi mengenal kompetensi “percakapan” Kennan, 1974, Kompetensi “interaksional” Erickson & Schultz, 1981, Kompetensi “sosial” Cicourel 1981, dan kompetensi “sosiolinguistik” Troike, 1970. Jenis-jenis kompetensi tersebut menunjukkan bahwa banyak sekali kemampuan atau keterampilan berupa pengetahuan atau penguasaan terhadap suatu bahasa.
B.   Komponen-komponen Kompetensi Komunikatif
Pengertian Kompetensi komunikatif telah dikarakteristikan dengan sejumlah cara.
Penggambaran kemampuan lingistik menurut kaum pandangan struktural memilah unsur-unsur bahasa kedalam komponen-komponen yang memiliki sifat-sifat tersendiri dan dapat diukur secara independen. Misalnya menurut Hernandes-Chaves, Burt, dan Dulay 1978 : Memberi ciri bahasa dalam kaitannya dengan matrik tiga dimensi yang terdiri atas 64 kemampuan yang terpisah yaitu diantaranya :
1.      Dimensi terdiri atas aspek-aspek bahasa yang berkaitan dengan kosa kata, struktur gramatikal, pengucapan, dan semantik.
2.      Dimensi mencakup modalitas bahasa lisan dan modalitas bahasa tulis, dengan kemampuan pemahaman dan produksi yang berkaitan dengan saluran lisan dan kemampuan membaca dan menulis yang berkaitan dengan metode tertulis.
3.      Dimensi yang berkenaan dengan performansi sosiolinguistik dalam kaitannya dengan wilayah penggunaan bahasa (kisaran gaya bertutur dan fungi-fungsi bahasa) dan tipe-tipe keragaman bahasa (pengetahuan dan penggunaan dialek standar dan dialek yang tidak standar serta konteks sosiolinguistik, Misalnya : Rumah, Sekolah, Lingkungan kerja dan lingkungan tetangga).
Oller 1978,1979 memberikan argumen terhadap adanya faktor bahasa global yang menimbulkan sebagian besar perbedaan performansi dalam berbagai macam ukuran kecakapan berbahasa.
Ø  1979:25 : kemampuan global dikaitkan dengan keyakinan bahwa “ dalam penggunaan bahasa yang bermakna, tata bahasa ekspektansi yang pragmatis semacam ini harus berfungsi dalam semua kasus”.
Ø  1979 : 25 : Bahwa kemampuan perseptual ini merupakan “sistem yang secara psikologis memang nyata yang secara berurtan menyusun unsur-unsur linguistik secara tepat waktu  dan dalam kaitannya dengan unsur-unsur ekstralinguistik secara bermakna”. Pendapat ini menekankan peran sentral ekspektasi dan prediksi fungsi bahasa, dan bahwa bahwa bahasa itu sendiri tidak dapat dipilah-pilah secara bermakna kedalam komponen-komponen yang terpisah dan memiliki sifat-sifat tersendiri.
Cummins (1980, 1981) mengajukan dua macam pendekatan untuk memberi ciri kecakapan berbahasa. Mula-mula dia membedakan antara keterampilan komunikasi interpersonal dasar (BICS) dan kecakapan berbahasa kognitif/akademik (CALP). Dimensi BICS kecakapan adalah kapasitas komunikatif bahasa yamg diperoleh oleh semua anak sehingga dapat berfungsi dalam berbagai pertukaran percakapan sehari-hari secara berhadap-hadapan. Sedangkan CALP melibatkan kemampuan untuk memanipulasi atau berefleksi pada ciri-ciri bahasa (membaca teks, menulis esai), yang terkait dengan dukungan-dukungan ekstralinguistik seperti penggunaan gerakan isyarat atau isyarat situasi.
Dengan demikian, kerangka ini mengkonseptualisasikan kecakapan berbahasa di sepanjang dua kontinum, yaitu :
v  Kontinum Horizontal : Kontinum ini membedakan antara komunikasi yang terikat dengan konteks (secara berhadap-hadapan) dan komunikasi yang tidak terikat dengan konteks ( interaksi dengan teks-teks tertulis)
v  Kontinum Vertikal : Kontinum ini membahas aspek perkembangan kecakapan komunikasi dalam hubungannya dengan tingkat keterlibatan kognitif yang aktif dalam tugas atau aktivitas tersebut, misal tugas yang secara kognitif bersifat menuntut yaitu : membujuk orang atau menulis sebuah karangan untuk menjelaskan proses yang rumit, menuntut seseorang untuk mengolah banyak sekali informasi (misalnya : pengetahuan tentang topik dan khalayak, cara-cara untuk mengorganisasi pesan) agar dapat menyelesaikan aktivitas tersebut. Sedangkan tugas-tugas yang tidak menuntut aspek kognitif terdiri atas aktivitas-aktivitas komunikasi yang menuntut sedikit keterlibatan kognitif. Persyaratan-persyaratan linguistik untuk tugas-tugas ini telah bersifat otomatis seperti dalam salam, meminta izin, mengisi formulir, dengan informasi, data pribadi, atau memberikan judul cerita atau bab.
Menurut Canale kompetensi komunikatif ada empat, diantaranya :
1.      Komperensi gramatikal : Penguasaan kode bahasa (verbal atau non verbal), dengan demikian berkaitan dengan ciri-ciri semacam ini seperti item-item leksikal, dan kaidah-kaidah pembentukan kalimat, pengucapan, dan arti harfiah.
2.      Kompetensi Sosiolonguistik : penguasaan terhadap penggunaan bahasa yang sesuai dalam berbagai konteks sosiolinguistik yang berbeda.
3.      Kompetensi wacana : Penguasaan bagaimana caranya mengkombinasikan dan menginterpretasikan bentuk-bentuk dan arti untuk mencapai teks lisan atau tulis yang terpadu dan jenis-jenis yang berbeda dengan menggunakan a. Piranti kohesi, b. Kaidah-kaidah koherensi.
4.      Kompetensi strategis : penguasaan terhadap strategi-strategi verbal dan non verbal.
Kompetensi komunikatif adalah digunakan untuk pengetahuan maupun keterampilan dalam mengunakan bahasa. Komunikasi yang sesungguhnya melibatkan berbagai macam sistem yang mendasari pengetahuan linguistik dan pengetahuan non lingustik tentang dunia dan keterampilan (penggunaan konvensi-konvensi sosiolingistik suatu bahasa tertentu).
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Bachman dan Palmer (1982) untuk memperkuat komponen-komponen kompetensi komunikatif yang telah dihipotesikan oleh Canale dan Swain (1980) membuat mereka mengidentifikasikan tiga macam kompetensi yaitu : kompetensi linguistik, kompetensi pragmatik, dan kompetensi sosiolinguistik. Namun Cummins dan Swain 1986 mencatat bahwa Bachman dan Palmer tidak bisa membedakan kompetensi gramatikal dari kompetensi pragmatik di antara sekelompok mahasiswa ESL pada tingkat  universitas.
Faerch, Haastrup, dan Phillipson 1984 berpendapat bahwa kompetensi komunikatif terdiri atas fonologi/ortografi, tata bahasa, kosa kata, pragmatig, wacana, strategi-strategi komunikasi, dan kefasihan.
Pemahaman terhadap kompetensi komunikatif menimbulkan berbagai implikasi penting bagi bagaimana bahasa diujikan dan bagaimana bahasa diajarkan dalam perspektif komunikatif. Cummins dan Swain 1986 memberikan argumen mereka terhadap perlunya mengetes bagaimana berbagai macam komponen atau sifat kompetensi komunikatif dapat saling dibedakan satu dari yang lain bagi beberapa kelompok siswa tertentu dalam situasi-situasi pembelajaran yang khusus. Singkatnya kompetensi komunikatif mencakup komponen-komponen bahasa semacam ini seperti pengetahuan tentang kosa kata, tata bahasa, fonologi, dan penggunaan bahasa berkenaan dengan aspek-aspek semacam ini seperti fungsi, situasi, dan teks lisan atau tes tulis.

C.   Kecakapan Bahasa Fungsional
Konsep kecakapan, sebagaimana tercermin dalam pedoman ACTFL (1986) meliputi fungsi, konteks, dan keakuratan. Fungsi mengacu pada tindak komunikatif yang siswa harus mampu melakukannya, seperti menyebutkan berbagai peristiwa satu per satu, mengajukan pertanyaan, dan menceritakan aktivitas-aktivitas masa lalu atau masa yang akan datang. Konteks mengacu pada topik atau isi situasi bertahan hidup sehari-hari, perjalanan, kepentingan profesional dimana fungsi-fungsi tersebut diwujudkan.
Peformansi bertutur tingkat pemula secara khusus ada kaitannya dengan tiga kategori khusus (pemula rendah, pemula menengah, dan pemula tinggi). Penutur lanjutan juga diklasifikasikan menurut tiga tingkatan yaitu lanjutan rendah, lanjutan menengah dan lanjutan tinggi. Siswa tingkat mahir dikelompokan menjadi mahir dan mahir plus, yang diikuti dengan penutur tingkat canggih (super level),
Silabus negara bagian New York State Modern Language for Communication (1986) memberi ciri kompetensi kompetensi bahasa dalam kaitannya dengan tingkat pencapaian bukan tingkat kecakapan.
Silabus New York menempatkan situasi di tengah-tengah kerangka komunikatif dan membedakan  antara mereka dengan modalitas bahasa dan tingkat kecakapan.
D.   Faktor-faktor yang berkaitan dengan Kecakapan Berbahasa
Di sini kecakapan bahasa fungsional mengacu pada keterampilan performansi dan perilaku tertentu dalam modalitas-modalitas bahasa yakni mendengarkan, bertutur, membaca, dan menulis. Kecakapan berbahasa juga mencakup berbagai keterampilan dan perilaku yang berada di luar unsur-unsur bahasa yang murni bersifat linguistik
Papalia (1983) berpendapat bahwa kecakapan berkomunikasi tergantung pada :
1.      Penggunaan bahasa interaksi dalam konteks sekolah
2.      Kompetensi linguistik
3.      Wacana dan inferensi kultural
4.      Fungsi strategis
Unsur-unsur ini dapat beroperasi secara bersamaan dengan mengkaji dua contoh kurikulum terpadu.
Asesmen kecakapan lisan dengan menggunakan prosedur-prosedur wawancara ACTFL/ETS (1982) Mengikuti rangkaian percakapan tertentu. Pada umumnya siswa bermain “follow the leader” (ikuti pemimpin), dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dan membicarakan tentang topik-topik yang diajukan oleh pewawancara dan mengajukan serangkaian pertanyaan kepada pewawancara dalam situasi permainan peran yang terstruktur :
1.      Warm-up (pemanasan) selama fase ini peneliti berupaya membuat kandidat merasa tenang.
2.      Level Check. Tujuan fase ini adalah untuk menentukan tingkat tertinggi dimana kandidat secara paling nyaman dan paling konsisten dapat mempertahankan permormasi bertutur.
3.      Penyelidikan. Fase ini memberikan kesempatan untuk menetapkan plafon yang di luar tingkat ini performansi bahasa kandidat mengalami kemacetan.
4.      Wind-down. Tujuan fase ini adalah untuk mengijinkan kandidat meninggalakan wawancara dengan rasa berprestasi.

E.   Perkembangan Kecakapan Bahasa Kedua
Cummins 1980 mengutip penelitian kanada dari sebuah kajian terhadap anak-anak imigran yang menguasai keterampilan komunikasi lisan dalam pendidikan di sekolah sekitar dua tahun. Dibutuhkan waktu antara lima hingga tujuh tahun bagi anak-anak tersebut untuk menguasai keterampilan kognitif bahasa ( yang tidak terikat dengan konteks) dalam kaitannya dengan tugas-tugas akademik.
Menurut Harley, Allen, Cummins, & Swin, 1990 : Pemerolehan kompetisi wacana dan aspek-aspek kecakapan tertulis di antara para siswa tampaknya sangat berkaitan dengan kemampuan kognitif.
Para siswa penutur bahasa inggris yang mengikuti program-program total-immersion sejak awal, yang dimulai pada taman kanak-kanak, paling sukses dalam memperoleh penguasaan bahasa perancis seperti penutur aslinya. Program-program lain (Immersion sebagian sejak awal atau immersion dikemudian hari, yang dimulai pada kelas-kelas pertengahan) kurang sukses dalam menghasilkan para siswa bilingual, tetapi mereka lebih unggul terhadap model pembelajaran bahasa yang lazim sebagai mata pelajaran (Swain & Lapkin, 1982).