Bab
1
Konteks
Pembelajaran Bahasa
Menurut N.S. Prabhu, 1992: Pembelajaran dalam kelas merupakan peristiwa
yang berbeda-beda jenisnya. Diantaranya, berupa suatu unit rangkaian kurikulum
yang terencana dan berurutan, atau suatu contoh penerapan metode pengajaran,
pola aktivitas sosial yang terjadi dalam kelas, dan pertemuan antara berbagai
kepribadian manusia. Banyak hal yang terjadi dalam suatu kelas tertentu yang
menggambarkan aktivitas rutin yang tidak berubah-ubah dan dapat mempersatukan berbagai
tuntutan yang berbeda-beda dari berbagai dimensi yang berbeda bagi guru
tertentu dan para pembelajar bahasa yang berada dalam asuhan kita.
Menurut Richards, 1990, metodologi yang digunakan
dalam kelas menghasilkan asumsi-asumsi tertentu tentang : 1. Sifat Bahasa, 2.
Pembelajaran bahasa kedua, 3. Peran pembelajar dan guru, 4. Aktivitas
pembelajaran dan materi pengajaran.
Di dalam bab ini yang dibahas adalah pembelajaran
bahasa dari tiga pendekatan instruksional yang saat ini ada, antara lain :
Pengajaran berbasis komunikasi, pengajaran berbasis keterampilan berbahasa, dan
pengajaran berbasis interaksi.
A.
Pola-pola
interaksi kelas
Menurut Stubbs, 1976 : Dalam situasi kelas,
interaksi verbal antara guru dan siswa digambarkan sebagai bentuk komunikasi
yang sangat terbatas sekali, bahkan seringkali berbeda dengan percakapan dalam
interaksi sosial sehari-hari. Misalnya Anak-anak belajar memberikan jawaban
yang diharapkan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan Guru, contoh :
GURU :
Where do you live, Steve ? ( Di mana tempat tnggalmu, Steve ? )
SISWA :
35 Lexington Avenue.
GURU :
Answer in a complete sentence. ( Jawablah dengan kalimat yang lengkap)
SISWA :
I live at 35 Lexington Avenue. ( Saya tinggal di 35 Lexington Avenue.)
GURU :
Good. (Baik.)
Contoh di atas juga berfungsi mengilustrasikan sifat
dialog yang bersifat artifisial di dalam kelas, khususnya bila pertanyaan
diajukan oleh guru bukan sebagai permintaan untuk memperoleh informasi , tetapi
sebagai kesempatan untuk mengetahui penguasaan struktur bahasa atau kosa kata
tertentu misal : “ I Live ________” atau “ I Like to eat ______”
Menurut Kramsch, 1985 : Wacana ontentik di antara
para siswa seringkali disederhanakan menjadi latihan peran seperti mempraktikan
ucapan selamat datang atau selamat jalan, meminta informasi, atau melontarkan
pujian kepada orang lain, yang mungkin menjadi kenyataan di kemudian hari
ketika mereka berinteraksi dengan para penutur asli di negara tujuan.
Menurut Green, 1983 :Sifat percakapan antara Siswa
dan guru dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti isi pelajaran dan aktivitas
kelas.
Pelaksanaan komunikasi dalam kelas
ditentukan oleh faktor-faktor seperti: tujuan pembelajaran, tingkat kecakapan
siswa dan tipe aktivitas permainan peran, wawancara berpasangan, survei atau
jejak pendapat atau situasi pemecahan persoalan.
Menurut edmonson, 1985 ada fungsi-fungsi
bahasa yang otentik seperti memberi
salam, meminta petunjuk arah, memberikan informasi seperti menginap dihotel,
memesan makanan direstoran atau minta petunjuk arah kepada polisi.
B. Perspektif
Berbasis Komunikasi
Pendekatan pengajaran bahasa
berbeda-beda apabila ditinjau dari teori-teori bahasa dan pembelajaran bahasa,
tujuan bahasa, pengorganisasian silabus/pelajaran, peran guru dan siswa,
teknik-teknik pembelajaran dalam kelas, atau dari segi penggunaan bahan dan
media pengajaran.
Bahasa
sasaran : Bahasa ke dua yang dipelajari.
Menurut Curran, 1976 : dalam Commdunity
Language Learning ( Pembelajaran Bahasa dalam komunitas), misalnya: Siswa
melewati lima tahap pertumbuhan, mulai dari tergantung pada guru hingga
mandiri.
Orientasi pengajaran komunikatif
cenderung menekankan pada penggunaan bahasa ( salam, saran, permintaan maaf,
pemberian petunjuk, dan pemberian informasi) dalam situasi sosial seperti rumah
teman, klinik,dokter, stasiun kereta api. Para siswa menerima latihan
berinteraksi dengan guru atau teman-teman sebaya mereka.
Berbagai prosedur khusus untuk
mengembangkan kemampuan komunikasi di antara para siswa bahasa kedua dalam
kelas telah dirumuskan oleh Littlewood (1981) yaitu dengan mengatur aktivitas
kelas sedemikian rupa sehingga terdapat aktivitas-aktivitas pra-komunikasi
(praktik struktur bentuk-bentuk linguistik dan maknanya) dan
aktivitas-aktivitas komunikasi ( penggunaan bahasa fungsional dan praktik
interaksi sosial).
Vogel, Brassard, parks, Thibaudeau, dan
white (1983) memberikan enam komponen utama yang merupakan ciri khusus kelas
kmunikatif:
a.
Input
bahasa yang terfokus pada gagasan dan informasi.
b.
Interaksi
yan menentukan dinamika wacana dalam kelas.
c.
Tuntutan
–tuntutan tugas yang memenuhi kriteria-kriteria dunia nyata.
d.
Bahan-bahan
yang menarik,merangsang kemampuan intelektual dan bersifat menantang.
e.
Metodologi
yang meningkatkan interaksi melalui aktivitas-aktivitas yang terpusat pada
siswa.
f.
Tugas-tugas
bahasa yang menekankan pada aktivitas pengumpulan informasi, menciptakan
situasi-situasi kesenjangan dan meningkatkan perkembangan berbagai ketrampilan
dan strategi.
Van Lier (1982) telah mencatat empat tipe pokok
situasi dalam kelas, yang semuanya mencerminkan perbedaan tingkat-tingkat
aktivitas yang dikendalikan oleh guru atau kelompok berkenaan dengan suatu
topik tertentu dan kaidah-kaidah linguistik yang bisa berubah-ubah dengan
aktivitas tersebut, misalnya siswa dapat terlibatdalam berbagai percakapan
pribadi secara berpasangan tanpa pantauan guru terhadap jalannya interaksi atau
tingkat keakuratannya.
Savigon (1983) menyarankan dimasukkannya lima
komponen dalam kurikulum, masing-masing komponen terdiri atas serangkaian
aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan segi tertentu
proses pembelajaran :
1. Kemahiran
berbahasa : mencakup banyak latihan yang digunakan dalam program-program bahasa
pertama yang memfokus pada kekutan formal. Diantara aktivitas-aktivitas yang
dimasukkan adalah penggunaan latihan-latihan pengembangan kosa kata melalui
definisi, deskripsi, sinonim, dan kata yang memiliki kemiripan bntuk dengan
bahasa sasaran (cognate)
2. Bahasa
untuk suatu tujuan tertentu : melibatkan penggunaan bahasa untuk suatu tujuan
komunikatif yang nyata dan mendesak.
3. Bahasaku
adalah seperti milikku : mengisyaratkan rasa hormat kepada seluruh siswa jika
mereka menggunakan bahasa kedua untuk mengekspresikan diri.
4. Kau
jadi itu, aku jadi ini :Seni teater memberikan kesempatan kepada para siswa
untuk berbuat seolah-seolah, bereksperimen.
5. Di
luar kelas : Aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan siswa untuk menghadapi
dunia nyata di luar lingkungan sekolah, para siswa mungkin bisa berinteraksi
secara sistematis dengan komunitas bahasa kedua yang berdekatan.
Enright dan McCloskey (1985) memberikan tujuh
kriteria untuk mngorganisasikan kelas untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemerolehan bahasa, khususnya di antara anak-anak kecil di sekolah dasar.
Kriteria –kriteria tersebut menuntut aktivitas-aktivitas kelas yang bertujuan
meningkatkan :
1. Kolaborasi
: Siswa perlu memperoleh kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa lain untuk memecahkan
persoalan dan menemukan solusinya dengan jalan bekerjasama.
2. Tujuan
: Aktivitas harus diorganisasikan sehingga dapat dilaksanakan atau diselesaikan
dengan partisipasi anak secaraaktif.
3. Minat
Siswa
4. Pengalaman
siswa sebelumnya
5. Holisme
: Aktivitas kurikuler dan aktivitas belajar harus mngintegrasikan berbagai
macam keterampilan
6. Dukungan
7. Ragam
:Guru harus menggunakan beraneka ragam bahan, tujuan topik, aktivitas, dan cara
berinteraksi.
C. Perspektif Berbasis Kecakapan
American
Council on The Teachingof Foreign Languages(ACTFL)(1985) bahasa dalam
kaitannyadengan tingkat performansi (performansi level) yakni tingkat pemula,
tingkat lanjutan, tingkat mahir dan tingkat canggih sedangkan untuk keempat
area keterampilan berbahasa (mendenarkan, berbicara, membaca dan menulis.
Menurut Omaggio (1986) pada tingkat pemula tipe-tipe teks umum harus terfokus
pada ujaran-ujaran singkat yang diambil dari materi yang sudah tidak asing
lagi(waktu, tanggal, cuaca, nomor,pakaian).
D. Perspektif Berbasis Interaktif
Menurut Rivers (1987:10-15) membagi
menjadi delapan kelas interaktif diantaranya:
1.
Mendorong
siswa mendengarkan materi-materi yang otentik
2.
Menggunakan
koran, majalah, kartun, buku, surat, petunjuk petunjuk bagi produk, menu dan
peta sebagai bahan bacaan.
3.
Menekankan
bahwa sajak dari awal para siswa mendengarkan dan berbicara sambil bereaksi
terhadap gambar-gambar dan objek-objek dalam situasi peran dan diskusi.
4.
Melibatkan
para siswa dalam tugas-tugas bersama yang menuntut berbagai fungsi-fungsi
bahasa yang berbeda.
5.
Menyajikan
secara terus-menerus kepada para siswa film-film dan vidiotape para penutur
asli yang berinteraksi dalam situasi berbeda.
6.
Menggunakan
aktivitas membaca yang dibuat interaktif dangan meminta membaca menjawab secara
kreatif.
7.
Menggunakan
aktivitas dalam menulis yang cukup perubahan komunikasi pribadi antara para
siswa.
8.
Meningkatkan
keakuratan gramatikal dan pengucapan dengan menggabungkan berbagai macam
aktifitas.
Menurut
wells,1981 Interaksi linguistik melibatkan hubungan antara pengirim, penerima
dan konteks situasi. Menurut cohen (1986) agar interaksi-interaksi kelas dapat
sukses maka harus:
1.
Memiliki
lebih dari satu jawaban.
2.
Bermanfaat
bagi sebagian besar siswa.
3.
Memberikan
kesempatan kepada para siswa.
4.
Melibatkan
berbagai sumber multimedia.
5.
Melibatkan
penglihatan, suara, dan sentuhan.
6.
Menuntut
berbagai macam ketrampilan dan perilaku.
7.
Menunt
siswa untuk membaca dan menulis.
8.
Menunjukkan
tantangan.
E. Mengontraskan Ketiga Pendekatan
Menurt rivers, (1992:381) perkembangan
kemampuan bahasa berkembang melalu aktivitas interaksi dan partisipasi.
Kesesuaian satu pendakatan satu dengan yang lain tergantung pada beberapa
faktor antara lain: situasi lokal, masalah pendidikan, masalah yang berkaitan
dengan guru, dan masalah yan berkaiatan denga sisa. Menurut prabu,(1990:162)
tidak ada metode pengajaran bahasa yang paling baik melainkan tergantung pada
konteks pengajaran.
F.
Materi-Materi
yang otentik dalam kelas
Materi yang otentik adalah bentuk
komunikasi kultural yang berbeda-beda dan digunakan oleh penutur asli. Menurut
lopez,1986 Bentuk dan ukurannya dapat diklasifkasikan berdasarkan komunikasinya
yaitu: audio, visual,vidio dan cetak. Menurut Canale dan Swain 1980 kerangka
komunikatif rangkap empat yaitu kompetensi gramatikal, wacana, sosiolinguistik
dan kompetensi strategis. Menurut swaffar 1989:33 materi-materi yang otentik
memberikan sejumlah kesempatan kepada siswa untuk mengalami bahasa dalam
sejmlah besar situasi kultural.
G.
Konteks
Pembelajaran yang Efektif
Lingkungan kelas yang efektif mencangkup
sejumlah masalah yang berada diluar pemilihan pendekatan pengajaran tertentu.
Masalah ini berkaitan dengan banyak topik antara lain:1.Sifat kecakapan bahasa
2.Penggabngan budaya ke dalam pengajaran 3.Perencanaan rangkaian pengajaran 4.
Penggunaan teknik untuk memperoleh bahasa 5.Signifikansi karakteristik siswa 6.
Perkembangan kemampuan bahasa lisan dan tulis. 7.Prosedur untuk membuat
assesmen terhadap pembelajaran 8.metode-metode reflektif untuk meningkatkan
kompetensi mengajar.
H. Ringkasan
Kelas bahasa kedua merupakan setting
linguistik yang khusus dengan aturan-aturan
khusus untuk berinteraksi. Pertukaran verbal antara guru dan siswa
melibatkan berbagai macam tipe aktivitas kelas mulai dari latihan-latihan
mekanis hingga penggunaan bahasa otentik dan bermakna.
Konsep
Kecakapan Berbahasa
Kecakapan adalah sebagai tujuan,` dan dengan
demikian dapat didefinisikan dalam kaitannya dengan berbagai tujan khusus atau
standar, tujuan ini dapat berfungsi sebagai kriteria yang digunakan untuk menilai
kecakapan sebagai sebuah fakta empiris yang merupakan performansi aktual para
siswa tertentu secara individu atau kelompok siswa, kecapan juga dapat dikaitkan
dengan variabel-variabel yang lain dalam model : Konteks, Karakteristik siswa,
Kondisi-kondisi belajar, dan proses belajar. Oleh karena itu, konseptualisasi
dan diskripsi kecakapan merupakan langkah penting dalam kajian pembelajaran
bahasa kedua ( H.H. Sterm, 1983)
Istilah-istilah seperti kompetensi linguistik,
kompetensi komunikatif, kompetensi interaksional, dan kompetensi
sosiolinguistik digunakan untuk mendiskripsikan banyak sekali kemampuan atau
keterampilan yang berupa penguasaan terhadap suatu bahasa
Konsep kecakapan berbahasa digambarkan dalam
hubungannya dengan komponen-komponen bahasa itu sendiri, komunikasi secara
berhadap-hadapan, dan pemahaman terhadap teks-teks tulis.
Pengertian kemampuan komunikatif sendiri dapat
melibatkan berbagai macam sistem pengetahuan dan keterampilan, termasuk
kompetansi gramatikal, kompetansi sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan
kompetensi strategis.
Beberapa perkembangan terakhir dalam pengajaran
bahasa asing telah memperkenalkan kategori-kategori fungsi bahasa, isi/topik,
dan tingkat keakuratan linguistik dan sebaliknya, kategori ini digambarkan
dalam kaitannya dengan tingkat-tingkat kecakapan dan perilaku-perilaku
tertentu, dalam modalitas-modalitas medengarkan, bertutur, membaca, dan menulis,
konsepsi kecakapan ini mencakup berbagai macam sistem pengetahuan tetapi berada
di luar unsur-unsur khusus bahasa.
Perkembangan kecakapan B2 ( bahasa Kedua )
dipngaruhi oleh faktor-faktor seperti : Tujuan program, Kompleksitas bahasa B2,
dan kemampuan berbahasa lisan vs kemampuan berbahasa tulis.
A.
Mengetahui
suatu Bahasa
Menurut Chomsky, 1965 : Pengertian “ kompetensi “
bahasa ialah untuk mengkarakterisasikan pengetahuan penutur yang mendasari sistem
bahasa, termasuk kaidah-kaidah untuk menghasilkan kalimat gramatikal.
Kompetensi linguistik dipandang sebagai tata bahasa
penutur asli yang telah terinternalisasi, dan terdiri atas suatu sistem kaidah
yang kompleks dan beroperasi pada tingkat yang berbeda sintaksis, leksikal,
fonologi, semantik untuk menentukan organisasi struktur gramatikal dan
kompetensi ini tidak dapat diamati secara langsung dan disamakan dengan
idealisasi penutur-pendengar yang tidak memperlihatkan kesalahan-kesalahan yang
nyatadalam kaitannya dengan keterbatasan ingatan, penyimpangan, pengalihan
perhatian, dan fenomena keragu-raguan seperti pengulangan, permulaan yang salah,
jeda, atau penghilangan.
Menurut Hymes, 1985 : Istilah Komunikasi komunikatif
sendiri telah digunakan oleh sejumlah orang sejak tahun 1970-an untuk
menggambarkan kemampuan yang lebih luas daripada kemampuan yang berkaitan
dengan pengetahuan gramatikal bahasa.
Paulston 1974 telah membedakan antara kompetensi
linguistik dan linguistik komunikatif untuk menekankan perbedaan yang sangat
penting antara :
1. Pengetahuan
tentang kaidah-kaidah bahasa dan struktur bahasa.
2. Pengetahuan
yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dalam berbagai
interaksi secara berhadap-hadapan.
Ilmuan yang menaruh perhatian terhadap gaya sastra
(seni verbal) memahami kompetensi “retorika” dan kompetensi “naratif” adalah McLendon, 1977. Dan yang menaruh perhatian
terhadap berbagai penggunaan bahasa untuk interaksi mengenal kompetensi “percakapan”
Kennan, 1974, Kompetensi “interaksional” Erickson & Schultz, 1981, Kompetensi
“sosial” Cicourel 1981, dan kompetensi “sosiolinguistik” Troike, 1970.
Jenis-jenis kompetensi tersebut menunjukkan bahwa banyak sekali kemampuan atau
keterampilan berupa pengetahuan atau penguasaan terhadap suatu bahasa.
B.
Komponen-komponen
Kompetensi Komunikatif
Pengertian Kompetensi komunikatif telah
dikarakteristikan dengan sejumlah cara.
Penggambaran kemampuan lingistik menurut kaum
pandangan struktural memilah unsur-unsur bahasa kedalam komponen-komponen yang
memiliki sifat-sifat tersendiri dan dapat diukur secara independen. Misalnya
menurut Hernandes-Chaves, Burt, dan Dulay 1978 : Memberi ciri bahasa dalam
kaitannya dengan matrik tiga dimensi yang terdiri atas 64 kemampuan yang
terpisah yaitu diantaranya :
1. Dimensi
terdiri atas aspek-aspek bahasa yang berkaitan dengan kosa kata, struktur
gramatikal, pengucapan, dan semantik.
2. Dimensi
mencakup modalitas bahasa lisan dan modalitas bahasa tulis, dengan kemampuan pemahaman
dan produksi yang berkaitan dengan saluran lisan dan kemampuan membaca dan
menulis yang berkaitan dengan metode tertulis.
3. Dimensi
yang berkenaan dengan performansi sosiolinguistik dalam kaitannya dengan
wilayah penggunaan bahasa (kisaran gaya bertutur dan fungi-fungsi bahasa) dan
tipe-tipe keragaman bahasa (pengetahuan dan penggunaan dialek standar dan
dialek yang tidak standar serta konteks sosiolinguistik, Misalnya : Rumah,
Sekolah, Lingkungan kerja dan lingkungan tetangga).
Oller 1978,1979 memberikan argumen terhadap adanya
faktor bahasa global yang menimbulkan sebagian besar perbedaan performansi
dalam berbagai macam ukuran kecakapan berbahasa.
Ø 1979:25
: kemampuan global dikaitkan dengan keyakinan bahwa “ dalam penggunaan bahasa
yang bermakna, tata bahasa ekspektansi yang pragmatis semacam ini harus
berfungsi dalam semua kasus”.
Ø 1979
: 25 : Bahwa kemampuan perseptual ini merupakan “sistem yang secara psikologis
memang nyata yang secara berurtan menyusun unsur-unsur linguistik secara tepat
waktu dan dalam kaitannya dengan
unsur-unsur ekstralinguistik secara bermakna”. Pendapat ini menekankan peran
sentral ekspektasi dan prediksi fungsi bahasa, dan bahwa bahwa bahasa itu
sendiri tidak dapat dipilah-pilah secara bermakna kedalam komponen-komponen
yang terpisah dan memiliki sifat-sifat tersendiri.
Cummins (1980, 1981) mengajukan dua macam pendekatan
untuk memberi ciri kecakapan berbahasa. Mula-mula dia membedakan antara
keterampilan komunikasi interpersonal dasar (BICS) dan kecakapan berbahasa
kognitif/akademik (CALP). Dimensi BICS kecakapan adalah kapasitas komunikatif
bahasa yamg diperoleh oleh semua anak sehingga dapat berfungsi dalam berbagai
pertukaran percakapan sehari-hari secara berhadap-hadapan. Sedangkan CALP
melibatkan kemampuan untuk memanipulasi atau berefleksi pada ciri-ciri bahasa
(membaca teks, menulis esai), yang terkait dengan dukungan-dukungan ekstralinguistik
seperti penggunaan gerakan isyarat atau isyarat situasi.
Dengan demikian, kerangka ini mengkonseptualisasikan
kecakapan berbahasa di sepanjang dua kontinum, yaitu :
v Kontinum
Horizontal : Kontinum ini membedakan antara komunikasi yang terikat dengan
konteks (secara berhadap-hadapan) dan komunikasi yang tidak terikat dengan
konteks ( interaksi dengan teks-teks tertulis)
v Kontinum
Vertikal : Kontinum ini membahas aspek perkembangan kecakapan komunikasi dalam
hubungannya dengan tingkat keterlibatan kognitif yang aktif dalam tugas atau
aktivitas tersebut, misal tugas yang secara kognitif bersifat menuntut yaitu :
membujuk orang atau menulis sebuah karangan untuk menjelaskan proses yang
rumit, menuntut seseorang untuk mengolah banyak sekali informasi (misalnya :
pengetahuan tentang topik dan khalayak, cara-cara untuk mengorganisasi pesan)
agar dapat menyelesaikan aktivitas tersebut. Sedangkan tugas-tugas yang tidak
menuntut aspek kognitif terdiri atas aktivitas-aktivitas komunikasi yang
menuntut sedikit keterlibatan kognitif. Persyaratan-persyaratan linguistik
untuk tugas-tugas ini telah bersifat otomatis seperti dalam salam, meminta
izin, mengisi formulir, dengan informasi, data pribadi, atau memberikan judul
cerita atau bab.
Menurut Canale kompetensi komunikatif ada empat,
diantaranya :
1. Komperensi
gramatikal : Penguasaan kode bahasa (verbal atau non verbal), dengan demikian
berkaitan dengan ciri-ciri semacam ini seperti item-item leksikal, dan
kaidah-kaidah pembentukan kalimat, pengucapan, dan arti harfiah.
2. Kompetensi
Sosiolonguistik : penguasaan terhadap penggunaan bahasa yang sesuai dalam
berbagai konteks sosiolinguistik yang berbeda.
3. Kompetensi
wacana : Penguasaan bagaimana caranya mengkombinasikan dan menginterpretasikan
bentuk-bentuk dan arti untuk mencapai teks lisan atau tulis yang terpadu dan
jenis-jenis yang berbeda dengan menggunakan a. Piranti kohesi, b. Kaidah-kaidah
koherensi.
4. Kompetensi
strategis : penguasaan terhadap strategi-strategi verbal dan non verbal.
Kompetensi komunikatif adalah digunakan untuk
pengetahuan maupun keterampilan dalam mengunakan bahasa. Komunikasi yang
sesungguhnya melibatkan berbagai macam sistem yang mendasari pengetahuan
linguistik dan pengetahuan non lingustik tentang dunia dan keterampilan
(penggunaan konvensi-konvensi sosiolingistik suatu bahasa tertentu).
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Bachman dan
Palmer (1982) untuk memperkuat komponen-komponen kompetensi komunikatif yang
telah dihipotesikan oleh Canale dan Swain (1980) membuat mereka
mengidentifikasikan tiga macam kompetensi yaitu : kompetensi linguistik,
kompetensi pragmatik, dan kompetensi sosiolinguistik. Namun Cummins dan Swain
1986 mencatat bahwa Bachman dan Palmer tidak bisa membedakan kompetensi
gramatikal dari kompetensi pragmatik di antara sekelompok mahasiswa ESL pada
tingkat universitas.
Faerch, Haastrup, dan Phillipson 1984 berpendapat
bahwa kompetensi komunikatif terdiri atas fonologi/ortografi, tata bahasa, kosa
kata, pragmatig, wacana, strategi-strategi komunikasi, dan kefasihan.
Pemahaman terhadap kompetensi komunikatif
menimbulkan berbagai implikasi penting bagi bagaimana bahasa diujikan dan
bagaimana bahasa diajarkan dalam perspektif komunikatif. Cummins dan Swain 1986
memberikan argumen mereka terhadap perlunya mengetes bagaimana berbagai macam
komponen atau sifat kompetensi komunikatif dapat saling dibedakan satu dari
yang lain bagi beberapa kelompok siswa tertentu dalam situasi-situasi
pembelajaran yang khusus. Singkatnya kompetensi komunikatif mencakup
komponen-komponen bahasa semacam ini seperti pengetahuan tentang kosa kata,
tata bahasa, fonologi, dan penggunaan bahasa berkenaan dengan aspek-aspek
semacam ini seperti fungsi, situasi, dan teks lisan atau tes tulis.
C.
Kecakapan
Bahasa Fungsional
Konsep kecakapan, sebagaimana tercermin dalam
pedoman ACTFL (1986) meliputi fungsi, konteks, dan keakuratan. Fungsi mengacu
pada tindak komunikatif yang siswa harus mampu melakukannya, seperti
menyebutkan berbagai peristiwa satu per satu, mengajukan pertanyaan, dan
menceritakan aktivitas-aktivitas masa lalu atau masa yang akan datang. Konteks
mengacu pada topik atau isi situasi bertahan hidup sehari-hari, perjalanan,
kepentingan profesional dimana fungsi-fungsi tersebut diwujudkan.
Peformansi bertutur tingkat pemula secara khusus ada
kaitannya dengan tiga kategori khusus (pemula rendah, pemula menengah, dan
pemula tinggi). Penutur lanjutan juga diklasifikasikan menurut tiga tingkatan
yaitu lanjutan rendah, lanjutan menengah dan lanjutan tinggi. Siswa tingkat
mahir dikelompokan menjadi mahir dan mahir plus, yang diikuti dengan penutur
tingkat canggih (super level),
Silabus negara bagian New York State Modern Language
for Communication (1986) memberi ciri kompetensi kompetensi bahasa dalam
kaitannya dengan tingkat pencapaian bukan tingkat kecakapan.
Silabus New York menempatkan situasi di
tengah-tengah kerangka komunikatif dan membedakan antara mereka dengan modalitas bahasa dan
tingkat kecakapan.
D.
Faktor-faktor
yang berkaitan dengan Kecakapan Berbahasa
Di sini kecakapan bahasa fungsional mengacu pada
keterampilan performansi dan perilaku tertentu dalam modalitas-modalitas bahasa
yakni mendengarkan, bertutur, membaca, dan menulis. Kecakapan berbahasa juga
mencakup berbagai keterampilan dan perilaku yang berada di luar unsur-unsur
bahasa yang murni bersifat linguistik
Papalia (1983) berpendapat bahwa kecakapan
berkomunikasi tergantung pada :
1. Penggunaan
bahasa interaksi dalam konteks sekolah
2. Kompetensi
linguistik
3. Wacana
dan inferensi kultural
4. Fungsi
strategis
Unsur-unsur ini dapat beroperasi secara bersamaan
dengan mengkaji dua contoh kurikulum terpadu.
Asesmen kecakapan lisan dengan menggunakan
prosedur-prosedur wawancara ACTFL/ETS (1982) Mengikuti rangkaian percakapan
tertentu. Pada umumnya siswa bermain “follow the leader” (ikuti pemimpin),
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dan membicarakan tentang topik-topik yang
diajukan oleh pewawancara dan mengajukan serangkaian pertanyaan kepada
pewawancara dalam situasi permainan peran yang terstruktur :
1. Warm-up
(pemanasan) selama fase ini peneliti berupaya membuat kandidat merasa tenang.
2. Level
Check. Tujuan fase ini adalah untuk menentukan tingkat tertinggi dimana
kandidat secara paling nyaman dan paling konsisten dapat mempertahankan
permormasi bertutur.
3. Penyelidikan.
Fase ini memberikan kesempatan untuk menetapkan plafon yang di luar tingkat ini
performansi bahasa kandidat mengalami kemacetan.
4. Wind-down.
Tujuan fase ini adalah untuk mengijinkan kandidat meninggalakan wawancara
dengan rasa berprestasi.
E.
Perkembangan
Kecakapan Bahasa Kedua
Cummins 1980 mengutip penelitian kanada dari sebuah
kajian terhadap anak-anak imigran yang menguasai keterampilan komunikasi lisan
dalam pendidikan di sekolah sekitar dua tahun. Dibutuhkan waktu antara lima
hingga tujuh tahun bagi anak-anak tersebut untuk menguasai keterampilan
kognitif bahasa ( yang tidak terikat dengan konteks) dalam kaitannya dengan tugas-tugas
akademik.
Menurut Harley, Allen, Cummins, & Swin, 1990 :
Pemerolehan kompetisi wacana dan aspek-aspek kecakapan tertulis di antara para
siswa tampaknya sangat berkaitan dengan kemampuan kognitif.
Para siswa penutur bahasa inggris yang mengikuti program-program
total-immersion sejak awal, yang dimulai pada taman kanak-kanak, paling sukses
dalam memperoleh penguasaan bahasa perancis seperti penutur aslinya.
Program-program lain (Immersion sebagian sejak awal atau immersion dikemudian
hari, yang dimulai pada kelas-kelas pertengahan) kurang sukses dalam
menghasilkan para siswa bilingual, tetapi mereka lebih unggul terhadap model
pembelajaran bahasa yang lazim sebagai mata pelajaran (Swain & Lapkin,
1982).
No comments:
Post a Comment