Sunday, December 11, 2011

Pengelolaan Kelas: Mengatasi Perilaku Menyimpang


PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Aries Musnandar   
Rabu, 12 Oktober 2011 07:55
MENGATASI PERILAKU PEBELAJAR YANG MENYIMPANG (BERMASALAH) Prinsip dasar dari teori belajar perilaku menunjukkan bahwa perilaku pebelajar yang bermasalah (menyimpang) di dalam kelas perlu diatasi melalui penggunaan berbagai penguatan (reinforcer). Dalam hal ini kita harus dapat menerapkan bentuk penguatan yang sesuai dengan jenis perilaku menyimpang dari siswa itu sendiri. Bentuk penguatan yang umum terjadi di dalam kelas adalah berupa perhatian, yang berasal dari pihak guru dan atau sesama pebelajar (peer group).
Paling tidak ada 3 macam penguatan sekaligus persoalan yang kalau tidak diperhatikan atau digunakan dengan baik dapat mempengaruhi dan menyebabkan pebelajar berperilaku menyimpang di dalam kelas. Pertama adalah keinginan siswa untuk memperoleh perhatian dari guru (teacher's attention), kedua ialah untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan dari rekannya sesama siswa/pebelajar (peers' attention) , sedangkan yang ketiga merupakan upaya menghindar dan mencegah dari situasi kelas yang membosankan, monoton, kelelahan, atau jenis situasi lainnya yang kurang menyenangkan (release from unpleasant activities).
(1) Perhatian guru (teacher's attention)
• Terkadang siswa berperilaku menyimpang oleh karena ia ingin mendapat perhatian dari gurunya
• Berikan perhatian kepada siswa yang mengerjakan tugas atau berperilaku dengan baik, sedangkan bila berperilaku sebaliknya abaikan atau jangan memperhatikan siswa yang melakukan perbuatan tersebut
• Bila dengan cara mengabaikan siswa masih belum (kurang) berhasil, maka lakukan "time-out" (menyuruh siswa berdiri di pojok kelas atau di kantor kepala sekolah).

(2) Perhatian siswa (peers' attention)
• Dorongan/dukungan atau motivasi dari rekan-rekannya dapat membuat siswa berperilaku menyimpang
• Perbuatan siswa tersebut jangan diabaikan/dibiarkan karena akan dapat mempengaruhi siswa lainnya
• Setidaknya ada 2 cara dalam menghadapi siswa yang berperilaku karena dukungan dari rekannya, yakni dengan memindahkan posisi/tempat duduk siswa tersebut dari yang lainnya, sedangkan yang kedua adalah dengan menerapkan strategi "group contigencies" yaitu dengan cara menawarkan atau memberikan hadiah/keuntungan (reward) yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh kelas berdasarkan sikap atau perilaku siswa yang diinginkan oleh guru. Bila seorang siswa saja melakukan kekeliruan maka dampaknya seluruh kelas tidak akan memperoleh hadiah tersebut. Misalnya, seluruh siswa akan memperoleh tambahan waktu istirahat 5 menit apabila tidak ada seorang siswa pun yang berbuat kesalahan di dalam kelas.
(3) Menghindari situasi tidak menyenangkan
• Siswa yang merasa bosan, jenuh, lelah di dalam kelas dapat mendorongnya berperilaku menyimpang
• Cara mengatasi masalah ini diantaranya memperbaiki strategi pembelajaran di kelas, misalnya dengan menggunakan metode belajar bersama (cooperative learning) yang membuat siswa terlibat secara aktif, langsung, dan dinamis dalam belajar.
• Gunakan pula penghargaan dan atau hadiah-hadiah ringan misalnya dengan memberikan pujian bagi siswa yang melakukan/menanggapi tugas dengan baik. Akan teapi cara ini kurang efektif bila diterapkan bagi siswa yang tingkat pencapaian tugasnya renda (low-achieving student), pada kasus ini guru perlu memberikan bimbingan khusus.

PRINSIP-PRINSIP MODIFIKASI PERILAKU
Modifikasi perilaku sejalan dengan strategi "group contingency" yang merupakan suatu strategi memodifikasi atau merubah perilaku siswa dari yang kurang baik menjadi lebih baik.
Sekurang-kurang terdapat tiga indikasi diperlukannya menerapkan strategi modifikasi perilaku atau "group contigency" yaitu: bila dalam satu kelas masih terdapat beberapa siswa yang berperilaku menyimpang, kedua ketika perilaku menyimpang tersebut mendapat dukungan dari rekan-rekannya, serta apabila di dalam kelas terdapat banyak siswa yang rendah motivasinya maupun dalam penyelesaian tugas-tugasnya. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam menerapkan strategi ini adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi sasaran perilaku (yang menyimpang) dan identifikasi bentuk penguatan.
Pada langkah ini guru perlu mengidentifikasi asal mula jenis-jenis perilaku menyimpang dan melihat kemungkinan menerapkan bentuk-bentuk penguatan dalam mengatasi perilaku tersebut. Misal, bila siswa menunjukkan kebolehannya bermain akrobat (sirkus) di dalam kelas, maka dapat disimpulkan bahwa perilakunya itu memperoleh dukungan dan rekan-rekannya. Sedangkan seandainya seorang siswa keluar kelas tanpa permisi atau sering menolak tugas tanpa terlebih dahulu berupaya untuk melakukannya, maka perilaku ini mengindikasikan siswa memerlukan lebih banyak perhatian guru.

2. Menetapkan batasan dari perilaku menyimpang tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari frekuensi perilaku menyimpang yang dilakukan siswa, misal berapa kali seorang siswa keluar ruangan tanpa permisi atau bila satu jenis perilaku siswa mengganggu rekan lainnya, maka perlu ditetapkan bentuk perilaku apa yang mengganggu tersebut (apakah berbisik-bisik, mengambil barang milik rekannya atau melakukan interupsi/menyela pembicaraan).

3. Menentukan bentuk penguatan (reinforcer) dan kriteria pelaksanaan penguatan (reinforcement).
Bentuk penguatan haruslah konsisten diberikan terhadap perilaku siswa yang baik (sesuai harapan) pada saat permulaan dari program modifikasi perilaku ini. Kemudian pemberian penguatan itu dikurangi secara bertahap tatkala perkembangan perilakunya sudah dapat dinilai meningkat lebih baik. Dalam program modifikasi perilaku ini hukuman (punishment) sedapat mungkin dihindari, karena hanya membuat situasi menjadi tidak kondusif bagi tercapainya suasana kelas yang menyenangkan. Hukuman hanya dilakukan dalam kondisi terpaksa dan tak ada jalan lain lagi untuk mengatasi masalah perilaku tersebut.

4. Menentukan bentuk hukuman dan kriteria pelaksanaan hukuman, bila diperlukan.
Apabila masalah perilaku siswa cukup serius/berat, sedangkan program penguatan yang telah dirancang sedemikian rupa masih belum efektif, maka tidak ada jalan lain dalam mengatasinya kecuali menerapkan bentuk hukuman (punishment). Bentuk hukuman merupakan stimulus yang tidak menyenangkan yang setiap individu berusaha untuk menghindarinya. Namun demikian agar pelaksanaan hukuman berjalan efektif dan cukup manusiawi maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1)Gunakan hukuman secara ketat/terbatas dan seperlunya (tidak royal),(2) Jelaskan kepada siswa kenapa ia memperoleh hukuman seperti itu, (3) Sediakan pula jalan alternatif bagi siswa dalam memperoleh penguatan (untuk menjauhi hukuman),(4) Berikan penguatan dan hukuman secara proporsional, misal beri hukuman ketika siswa tidak menyelesaikan tugas sementara itu beri penguatan ketika siswa berhasil melaksanakan tugasnya, (5) Hindari bentuk-bentuk hukuman fisik,(6) Sesegeralah memebrikan hukuman sewaktu perilaku menyimpang tersebut mulai terjadi, jangan dibiarkan terlalu lama baru diberikan hukuman

5. Mengamati perilaku yang terjadi selama kegiatan implementasi strategi modifikasi perilaku dan membandingkannya dengan batasan perilaku menyimpang yang telah ditetapkan.
Pada langkah ini perlu kiranya mengukur efektivitas dari program modifikasi ini. Biasanya program ini dapat membuahkan hasil yang baik setelah beberapa hari dilakukan. Apabila setelah seminggu belum juga menunjukkan hasil positif, maka perlu dipertimbangkan cara/sistem atau bentuk penguatan lainnya.

6. Tatkala program modifikasi perilaku laku ini berjalan dengan baik, maka kurangi sedikit demi sedikit frekuensi/aktivitas pelaksanaan penguatan. Sekali program modifikasi dilaksanakan dan perilaku para siswa meningkat dengan baik serta stabil pada tingkat tertentu, frekuensi pemberian penguatan pun bisa mulai dikurangi.
Awalnya, penguatan diberikan pada setiap kasus (kejadian), kemudian seiring dengan berjalannya waktu penguatan diberikan lagi terhadap kasus lainnya. Setelah itu penguatan diberikan setiap terjadi beberapa kasus. Dengan mengurangi penguatan memungkinkan perilaku baru yang telah terbentuk tersebut dapat berlangsung lama dan bisa memperluas perilakunya itu dalam situasi (setting) yang berlainan.
PROGRAM ANALISA PERILAKU TERAPAN
Paling sedikit ada 4 program dalam menganalisa perilaku terapan siswa yang merupakan bentuk perhatian dan pelayanan guru terhadap para siswa secara individual/perseorangan. Keempat program yang dapat diterapkan tersebut adalah sebagai berikut:
(a) Home-Based Reinforcement ( Penguatan Berasal Dari Rumah)
• Guru memberikan setiap siswa lembaran laporan harian atau mingguan yang dibawa pulang kerumah masing-masing siswa. Kemudian orangtua siswa diminta untuk memberikan penguatan (perhatian dan hak atau hadiah khusus) kepada anaknya berdasarkan laporan perkembangan siswa yang diberikan oleh gurunya tersebut.
• Keuntungan diterapkannya cara ini diantaranya orangtua dapat memberikan lebih banyak perhatian dan pengawasan terhadap siswa (anaknya) dibandingkan dengan yang dapat sekolah berikan. Misalnya, orangtua tentunya lebih mudah mengendalikan waktu anaknya dalam menonton televisi, berpergian dan sebagainya setelah mempelajari isi laporan guru. Orangtua lebih tahu hal apa saja yang disukai anaknya dan oleh karena itu orangtua bisa lebih lengkap dalam memberikan hak-hak khusus bagi anaknya ketimbang sekolah. Keuntungan kedua adalah cara ini menjadikan orangtua dapat mengetahui sisi-sisi baik dari anaknya. Biasanya orangtua dipanggil sekolah bila anaknya melakukan perbuatan salah saja. Hal ini sangat buruk bagi hubungan antara orangtua dan sekolah yang hanya mengungkapkan kelemahan serta menyalahkan semata-mata. Keuntungan yang ketiga ialah "home-based reinforcement" cukup mudah administrasinya sehingga dapat digunakan bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan akan berhubungan dengan siswa yang bersangkutan misal rekan guru lainnya.

(b) Kartu Laporan Harian Siswa
• Guru membuat laporan harian siswa yang berisi penilaian guru terhadap perilaku dan penyelesaian tugas-tugas sekolah setiap anak per-harinya
• Guru menetapkan batasan dari penilaian (skor) yang diinginkan dari keseluruhan obyek yang dinilai (perilaku dan penyelesaian tugas-tugas sekolah)
• Apabila siswa berhasil menepati atau bahkan melampui skor minimum maka orangtuanya diminta untuk memberikan hadiah khusus, jadi setiap keberhasilan yang dicapainya akan memperoleh penguatan dari ayahnya.
(c) Whole-Class Token Reinforcement (Pemberian Poin Penguatan Bagi Seluruh Kelas)
• Guru menyediakan poin-poin bagi siswa yang menyelesaikan tugas dan berperilaku yang diharapkan, misalnya siswa selalu berada ditempat, meja siswa bersih, memperhatikan guru atau menghadap kedepan kelas. Poin-poin tersebut kemudian pada akhir pembelajaran dikumpulkan dan ditukar dalam bentuk barang seperti permen, buku komik, gambar-gambar yang menarik dan sebagainya yang diberikan kepada siswa yang telah mengumpulkan sejumlah poin-poin tertentu.
• Poin-poin yang dikumpulkan dapat pula ditukar dalam bentuk lainnya seperti diberikannya ekstra waktu istirahat, diberikan kesempatan menonton bioskop, meniadakan nilai tes yang rendah dan lainnya
• Penelitian menunjukkan bahwa sistem ini meningkatkan waktu penyelesaian tugas siswa dari keseluruhan kelas rata-rata 39% menjadi 83%
• Dengan demikian poin-poin ini ditujukan tidak semata-mata pada perubahan perilaku saja melainkan juga penyelesaian tugas-tugas secara akurat
(d) Group Contingency Programs (Program Perencanaan Penguatan bagi Seluruh Siswa)
• Sistem pemberian penguatan pada program ini didasarkan pada perilaku anggota kelas yang berdampak bagi pemberian penguatan bagi seluruh kelas. Misal guru mengatakan ..."kita akan segera istirahat asalkan seluruh siswa telah menyelesaikan tugasnya dan dalam situasi tenang (tidak ribut)" atau guru menjanjikan tidak akan memberikan pekerjaan rumah apabila nilai tes yang akan diadakan nanti menghasilkan nilai rata-rata kelas 90.
• Teori yang melandasi sistem ini adalah bahwa anggota kelompok (kelas) akan memotivasi dan menolong satu sama lainnya agar keseluruhan anggota memperoleh hadiah (penguatan) yang dijanjikan
• Jika kelas berhasil melakukan tugas (permintaan) dari guru dengan baik maka penguatan akan diarasakan secara adil bagi semua siswa

ETIKA DALAM METODE PERILAKU
• Modifikasi perilaku yang didasarkan pada sistem pengelolaan kelas dinyatakan salah penggunaannya apabila beranggapan bahwa kelas yang sunyi senyap, diam dan tenang diartikan sebagai situasi belajar yang dibutuhkan. Jadi, penggunaan sistem ini jangan mengekang kebebasan ekspresi siswa yang pada akhirnya dapat mematikan kreativitas siswa itu sendiri
• Modifikasi perilaku baru dilakukan apabila upaya pencegahan yang dilakukan dalam mengelola kelas belum cukup menjadikan lingkungan kelas yang positif dan kondusif untuk belajar
• Adalah tidak etis bila kita menerapkan cara-cara tersebut diatas melebihi dari yang seharusnya, demikian pula sebaliknya adalah tidak etis bila kita tidak berupaya menerapkan berbagai cara yang telah diterangkan diatas padahal kita menghadapi perilaku bermasalah yang cukup serius. Sebagai contoh, mungkin dapat dikatakan tidak etis seandainya guru langsung menghukum seorang siswa yang berperilaku menyimpang dengan cara menskorsingnya, padahal guru tersebut belum berupaya optimal menggunakan metode modifikasi perilaku positif dalam waktu yang cukup sehingga memungkinkan masalah tersebut dapat diatasi secara baik.

MENCEGAH TERJADINYA PERILAKU BERMASALAH
• Memahami sebab musabab perilaku bermasalah. Ketidakseimbangan dan ketidak adilan dalam penggunaan atau penerapan dari konsep penguatan dan hukuman dapat merupakan sebab musabab anak berperilaku menyimpang (bermasalah) . Di satu pihak orang yang bekerja keras tetapi hanya sedikit sekali mendapatkan penguatan, sedangkan di pihak lain orang yang melakukan perilaku tidak menyenangkan kurang mendapatkan hukuman yang setimpal. Hal ini dapat memicu perilaku bermasalah karena ada unsur ketidakadilan dalam menerapkan konsep tersebut diatas. Siswa yang gagal di sekolah memungkinkannya terjerumus kedalam kenakalan siswa di luar sekolah dan bahkan lebih jauh dari itu siswa tersebut dapat terjerembab ke lembah kriminal.
• Penegakan hukum, peraturan dalam prakteknya sehari-hari. Hal ini sangat perlu dan penting dilakukan bahwa siswa yang melakukan kenakalan atau tindakan menyimpang seperti melakukan aksi coret mencoret harus dihukum atau diberikan sanksi yang setimpal dan pantas untuk dikenakan kepadanya, agar mereka menyadari bahwa perilaku yang salah akan segera diketahui akibat negatif bagi dirinya.
• Menekankan pentingnya kehadiran siswa di sekolah. Ketika siswa berada di luar sekolah maka dikuatirkan akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti membuat keonaran dimuka umum (dilingkungan masyarakat)
• Meningkatkan mutu pembelajaran secara terus menerus. Pembelajaran hendaknya dirancang sedemikian rupa agar siswa dapat menyenangi situasi kelas. Lingkungan belajar yang menyenangkan membuat siswa merasa betah dan kerasan untuk berada di sekolah dan termotivasi minat belajarnya. Jadi, segala komponen yang berkaitan dengan pembelajaran perlu secara cermat dan akurat diperhatikan.
• Melibatkan pihak keluarga siswa. Orangtua siswa secara aktif dilibatkan atas perkembangan diri anaknya, dengan demikian tanggung jawab perilaku siswa tidak semata-mata diserahkan pada pihak sekolah
• Menerapkan sanksi secara bijaksana. Hindari penggunaan hukuman yang berat seperti skorsing kecuali perilaku bermasalahnya berkategori berat, maka cara tesrebut dapat diterapkan agar efektif. Namun demikian, perilaku yang salah harus dihukum seperlunya, tidak terlalu lama, dan tidak berlebihan sesuai kadar kesalahannya. Setelah siswa menjalani hukuman guru mengupayakan kembali hak siswa seperti semula tanpa siswa merasa diasingkan, sehingga siswa merasa diterima kembali dalam lingkungannya semula.

RINGKASAN:
• Sistem pengelolaan kelas merupakan satu cara dalam mengoptimalkan seefektif dan seefisien mungkin segala komponen dan atau sumber yang berkaitan langsung maupun tidak langsung bagi kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di kelas

• Dua komponen yang sangat penting diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu guru dan pebelajar (siswa). Guru dalam menjalankan fungsinya tidak hanya bertindak sebagai penyampai materi pelajaran tetapi juga dapat berfungsi selaku pengelola atau "manager" kelas. Siswa ditempatkan tidak hanya sebagai obyek yang menjadi sasaran pembelajaran tetapi juga dapat diposisikan sebagai subyek yang dinamis dan ikut dilibatkan dalam proses atau kegiatan pengelolaan kelas

• Lingkungan pembelajaran, kondisi karakteristik siswa, strategi pembelajaran merupakan komponen-komponen penting yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan keluaran (ouput) belajar dan perilaku siswa dan keberhasilan pengajaran guru atau pembelajaran di kelas secara keseluruhan.

• Dalam menerapkan sistem modifikasi perilaku siswa terhadap perilaku bermasalah (menyimpang) siswa berbagai analisa perilaku terapan siswa serta pendekatan penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment) dapat dilakukan oleh guru, namun tetap memperhatikan prinsip-prinsip dan langkah-langkah yang telah ditentukan dalam sistem modifikasi perilaku tersebut. Sebagai contoh, penerapan hukuman hanya dilakukan dalam kondisi "terpaksa" dan seperlunya setelah berbagai upaya yang dilakukan guru belum menunjukkan hasil yang signifikan (berarti) dan efektif.

• Untuk menunjang keberhasilan penerapan sistem pengelolaan kelas khususnya dalam upaya mengatasi masalah perilaku siswa, pihak sekolah (guru) perlu melibatkan pihak lingkungan rumah khususnya orangtua siswa. Berbagai cara dapat dilakukan seperti melalui penguatan yang dilakukan dari rumah (Home-Base Reinforcement), Kartu Laporan Harian/Mingguan Siswa (Student Daily Report Card) dan lain sebagainya.

• Adalah lebih baik mencegah terjadinya perilaku siswa yang bermasalah atau menyimpang (tindakan preventif) dari pada menghadapinya setelah masalah itu terjadi (tindakan represif). Oleh karena itu, seorang guru yang juga sebagai "manager" kelas berupaya mengantisipasinya secara cermat melalui kegiatan analisis dan perencanaan program pembelajaran yang terpadu (integrated solution).
(sumber bacaan: halaman 408-430 dari buku berjudul "Educational Psychology", by Robert E. Slavin, 4th ed,. Allyn & Bacon. USA)

No comments: