Kenapa saya ingin sekali menulis artikel ini ?, jawabannya sederhana yaitu hanya ingin berbagi dengan teman-teman pengunjung di sini yang belum megetahui Falsafah dari Orang jawa. saya rasa banyak orang yang mengaku orang jawa tetapi tidak mengerti mengenai falsafah hidup dari Orang jawa itu sendiri. dan saya tidak bermaksud menggurui tetapi sekali lagi saya tegaskan, hanya ingin "berbagi dari apa yang saya ketahui" . siapa tahu diantara para pengunjung di sini punya saudara atau calon Istri dari Orang jawa yang masih memegang erat falsafah Jawa. semoga Artikel ini bisa membantu untuk beradaptasi dengan Sang Calon Mertua hehehe.
Wong Jowo |
Pada umumnya, orang Jawa memiliki falsafah tertentu dalam hidupnya, falsafah ini diyakini dan dipegang erat-erat serta diwariskan secara turun-temurun kepada generasi penerusnya. secara garis besar, Falsafah hidup orang jawa memiliki tiga landasan utama. Pertama, Falsafah yang berlandaskan kepada kesadaran atas Ketuhanan. kedua, falsafah yang berlandaskan pada kesadaran kealamsemestaan. Ketiga, falsafah yang berlandaskan pada kesadaran kemanusiaan.
Di samping itu, dalam Falsafah hidup orang Jawa terdapat sebuah ajaran mengenai keutamaan hidup. Ajaran ini dalam bahasa Jawa disebut dengan piwulang (wewerah) keutamaan. secara umum, ajaran tersebut memiliki pengertian bahwa secara alami manusia memiliki kemampuan untuk membedakanperbuatan yang benar dan salah serta perbuatan yang baik dan buruk.
Meski demikian, sayangnya, manusia banyak yang abai dan melupakan kemampuannya sehingga mereka terjebak dalam perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan. oleh sebab itulah, diperlukan piwulang Kautaman, atau upaya pembelajaran untuk mempertajam kemampuan tersebut di samping juga mengajari manusia agar memilih perbuatan yang benar dan baik serta menjahui perilaku yang salah dan buruk.
Dalam ajaran piwulang kautaman, terdapat pula ajaran budi yang disbut dengan adab asor. uniknya, orang jawa memiliki cara yang cukup cerdas dan unik dalam menyampaikan ajaran-ajaran dari falsafah hidupnya. Ada yang disampaikan melalui tembang-tembang sebagaimana ada tembang Wulangreh, Wedhatama, Tripama, dan lain sebagainya. selain itu, ada juga yang berupa sesanti atau unen-unen yang mengandung pengertian luas dan mendalam tentang makna budi luhur.
Salah satu ajaran yang sangat populer adalah ajaran tepa slira, mulat sarira, mikul dhuwur mendhem jero, dan alon-alon waton kelakon. Kecerdasan orang jawa tampak juga terlihat pada saat mereka membuat kalimat berisi ajaran-ajaran nilai serta kandungan makna yang ada di balik kalimat-kalimat tersebut. seperti halnya pada kalimat-kalimat sesanti atau unen-unen di atas yang maknanya tidak cukup sekedar dipahami dengan menerjemahkannya saja.
Karena kalimat-kalimat itu tidak dapat dipahami hanya dengan sekedar menerjemahkan saja, maka tak heran kalau sering terjadi "salah pengertian" dari para pihak yang bukan dari Jawa dan tidak sedikit juga dari orang jawa sendiri. Karena tak mudah dipahami, maka akibatnya banyak orang yang menganggap kalau sesanti dan unen-unen Jawa sebagai sesuatu yang tak logis.
Bahkan, ajaran-ajaran itu seringkali dijadikan bahan ejekan oleh sebagian orang yang tidak memahami kandungan yang sesungguhnya dari ajaran-ajaran tersebut. Contoh : mulat sarira dan tepa selira diartikan sebagai sikap toleran dengan perbuatan KKN yang dilakukan oleh kerabat sendiri. Mikul dhuwur mendhem jero diartikan sebagai sikap tidak mau mengadili orang tua dan pemimpin yang bersalah. sementara alon-alon waton kelakon dianggap mengajarkan kemalasan.
Pengertian tersebut tentu saja sangat berbeda dengan makna yang sesungguhnya. sesanti dan unen-unen pada dasarnya adalah pembekalan watak bagi setiap individu untuk hidup bersama atau bermasyarakat. sehingga kelak mereka dapat hidup rukun, damai dan sejahtera.
Berikut ini ada 10 Contoh Falsafah orang Jawa
- Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat).
- Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
- Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti (segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar)
- Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan)
- Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu).
- Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman (Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja).
- Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman (Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).
- Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; jangan suka berbuat curang agar tidak celaka).
- Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo (Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).
- Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti).
- Alon-alon waton klakon
Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety. - Nrimo ing pandum
Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi. Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan. - Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo.
Hanya orang yang ingat kepada Allah (disini saja juga tidak cukup) dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan. - Mangan ora mangan sing penting ngumpul'
'Makan tidak makan yang penting kumpul'. Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita pasti akan aman, tentram dan sejahtera.'Mangan ora mangan' melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak. Yg tdk dapat apa-apa tetap legowo. 'Sing penting ngumpul' melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.
Saya pikir Filosofi 'Mangan ora mangan sing penting kumpul' adalah
filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa
Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai. - Wong jowo ki gampang di tekuk-tekuk.
Filosofi ini juga berupa ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah 'Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk'.
Ungkapan ini menunjukan fleksibelitas dari orang jawa dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik miskin, kaya, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat bekerja dan selalu ulet dalam meraih cita-citanya.
No comments:
Post a Comment