Saturday, June 30, 2012

A. Deskripsi Tokoh Utama dalam Novel Menebus Impian Karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi tingkah laku.


  1. Deskripsi tokoh Nur Kemaljati dalam novel Menebus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi tingkah laku.
“Bangunlah, Nur! Bangun dan cuci wajahmu!”
“Ngantuk, Mak. Nantilah sepuluh menit lagi.”
“Semua itu setan. Malas dan menunda. Ayo tinggalkan yang mengerikan!”
Anaknya yang dipanggil Nur itu bangkit dan membuka kedua matanya. Menguceknya beberapa kali dan menatap wajah emaknya.
(Menembus Impian, 2010: 4-5)
Nur juga seorang yang selalu bersyukur dalam hidupnya. Ia tidak meminta macam-macam pada emaknya. Sepertihalnya pagi itu, ia sarapan apa adanya. Nasi putih bertabur sambal teri.
“Nyarap duluan, Mak! Teriak Nur usai mandi usai dandan sebagai mahasiswi.”
“Ya, yaa...pakai saja sambal terinya!”jawab emaknya tanpa menoleh.
“Yess! Aciik!!”
(Menembus Impian, 2010: 9)
Nur seorang perempuan yang tidak akan pernah peduli dengan orang yang baru dikenalnya. Apa lagi jika orang itu sok kenal. Tingkahnya sedikit tidak sopan saat ia berbincang dengan orang asing.
“Maaf, Mbak, kayaknya kita pernah ketemu, dimana ya?”
“Salah lihat kali.”
“Suwer! Kayaknya pernah liat di....oh ya, di kedai Madrim. Benerkan?”
“Madrim itu nama temennya Angling Darmo, bukan nama kedai, tauk!” ucap Nur dengan nada sewot.
(Menembus Impian, 2010: 15)
Meski berat untuk melangkahkan kaki menuju meja Mbak Lusi, Kepala Bagian Umum Administrasi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) itu, Nur berusaha memberanikan diri untuk tetap menghadap.
(Menembus Impian, 2010: 16-17)
Nur juga menggambarkan tipe seorang berani dalam menghadapi kesulitan. Ia melakukan apa saja untuk menyelsaikan persoalan. Meskipun ia sempat malu-malu saat ia memulai mengutarakan maksudnya kepada Mbak Lusi, seperti yang ada dalam kutipan di bawah ini.
“Anu, Mbak. Ehm...!”
“Anu, anu! Anu apa, langsung aja! Minta dispensasi?”
“Kok Mbak tahu? Memang itu maksud saya ke sini.”
Ia juga orang yang sopan, mau mengucapkan terima kasih kepada orang lain meskipun orang tidak bisa membantunya.
“Sorry lho, Nur. Aku ndak bisa bantu. Ada tunggakan kredit yang harus aku lunasin bulan ini. Laptop gue juga masih nunggak sama koperasi.”
“Ya udah, Mbak. Makasih banget atas kebaikan Mbak Lusi selama ini.”
(Menembus Impian, 2010: 18)
Nur tidak pernah malu untuk curhat atau sekedar minta saran dan motivasi temannya. Orang yang ia percaya adalah Rohmat.
“Mat, aku ada perlu, nih. Bantu dong?!”
“Bantu apaan sih?”
“Biasalah, urusan mahasiswa, eh mahasiswi ding.”
(Menebus Impian,2010: 21)
Saat Rohmat tidak bisa membantunya, Nur tidak sakit hati atau pun membencinya. Justru ia merasa beruntung mempunyai teman yang selalu memberinya motivasi.
Keduanya masih bercakap tentang banyak hal yang mereka hadapi. Nur tidak merasa sakit hati, karena Rohmat dikenal sangat jujur. Bahkan dari perbincangan itu ia justru memberi semangat baru buat Nur untuk terus berjuang sampai titik darah penghabisan.
(Menebus Impian, 2010: 22)
Lagi-lagi Nur menunjukkan sikap sopan terhadap orang yang selalu memberinya semangat. Ia merasa beruntung masih ada yang peduli denga hidupnya.
“Trus, gimana Nur?”
“Ya udah. Gue pulang aja dulu. Makasih banget. Bantu doa ajalah, kali aja ada jalan lain yang menunggu di rumah.”
(Menembus Impian, 2010: 23)
Nur pun tidak merasa susah, apalagi merasa rendah untuk sekedar menjalani pekerjaan, mengambil atau mengantar pakian ke rumah-rumah para langganan.
..............................................................
Seperti sore menjelang malam ini, ia melangkah pasti menuju kedai Pak Mad, karena keluarg inilah salah satu pelanggan utamanya.
(Menebus Impian, 2010: 29)
Dari kutipan di atas, kita bisa mengatakan bahwa Nur adalah seorang yang rajin membantu emaknya. Ia tidak merasa rendah.
Nur sadar akan kehidupannya yang serba kesusahan. Sehingga ia tak perlu menyimpan sedikit uang hasil cucian emak ke dalam sakunya atau pun meminta uang jajan kepada emaknya. Ia sangat jujur, ia menyerahkan semua hasil ongkos cucian kepada emaknya.
Sesampainya di rumah Nur menyerahkan ongkos cucian kepada emaknya dan masuk kamar dengan alasan belajar. hanya saja emak merasa aneh melihat tingkah dan wajah Nur yang tidak seperti biasanya. Mukanya sedikit masam seolah ada persoalan yang menimpa.
(Menebus Impian, 2010: 32)
Kutipan di atas juga menggambarkan watak Nur yang tidak mau terbuka dengan emaknya.
“Mbak Nur juga boleh mendengarkan, kok”pinta Dian.
“Panggil aja Nur. Emang gue lebih tuaan,”gurau Nur.
“Kebetulan saya dan Pak Mad baru mulai, saya ulangin sedikit buat Nur, ya pak?”
“Gak usah izin segala....lanjuti aja,”jawab Nur tanpa senyum.
(Menembus Impian, 2010: 84)
Dalam kutipan di atas, Nur menunjukkan sikap masa bodoh dan tidak menghormati orang yang baru ia kenal.
Melihat hal itu, Nur sedikit grogi dan menunduhkan kepala seolah ia tak mau melihat Dian berjabat tangan dengan perempuan lain kecuali dengan dirinya. Namum bukan berarti cemberut apalagi cemburu, karena di malam itu Nur tampak anggun dan bersahaja dengan menggunakan rok batik motif parang sampai ke mata kaki.
(Menembus Impian, 2010, hal : 218)
Nur memiliki sifat yang cemburu saat Dian berjabat tangan dengan orang lain.
Dan semua itu bisa terwujud karena Nur tidak pernah menyerah untuk meraih impiannya.
(Novel Menebus Impian, hal 253)
Nur memiliki watak yang tidak mau menyerah. Ia juga sudah mulai berpikir tegas, namun ia masih berpikir-pikir tentang cinta. Hal ini ada dalam kutipan di bawah ini.
Nur mulai tegas dalam berpikir dan bersikap kecuali dalam satu hal, masih menimbang-nimbang dalam cinta.
(Novel Menebus Impian, hal 256)
“Denger, Bu Gisa! Gue gak bisa terima kejadian ini. Gue gak mau sakit Emak kambuh lagi gara-gara pakaian masih basah. Kalau nanti Emak sakit lagi, gue akan laporkan Bu Gisa ke perlindungan perempuan komnas HAM, biar kena denda lima puluh juta… Kalau Bu Gisa nekat, masih mau marah dengan saya, akan gue bayar itu semua pakaian, berapa sih harganya!?”
(Novel Menebus Impian, 2010: 256)
Dari kutipan di atas, kita bisa mengetahui bahwa Nur adalah orang yang sangat menyayangi ibunya. Ia tidak mau ibunya dibentak-bentak, ia juga membela harga dirinya.
“Mak, mulai saat ini, Nur tidak mau lagi diremehin orang gara-gara sepele begini. Tidak selamnya kita ini harus mengalah, Mak. Kita harus berani melawan yang tidak bener…!”
(Novel Menembus Impian, hal 256)
“Maksud saya juga begitu, Mak, biar sakitnya tuh gak bakalan kambuh lagi…! Nur pun langsung memijitnya dengan tangan dan hati sayang.
(Novel Menebus Impian, hal 257)
Nur langsung memeluk dan menciumi pipi emaknya berkali-kali sambil menyatakan bahwa semester depan akan mendaftar lagi, akan meneruskan kuliahnya sampai sarjana sebaggaimana yang diimpikan emaknya.
Kutipan di atas juga menunjukkan bahwa Nur itu sangat peduli pada sakit ibunya. Ia tidak mau ibunya sakit lagi hanya karena dibentak-bentak sama tetangga. Ia menyayangi emaknya.
  1. Deskripsi tokoh Dian Septiaji dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi tingkah laku.
Untuk sementara, biarlah susi pulang ke rumahnya. Sementara Dian merasa harus menemani Nur di situ, menuangkan air sejuk dan angin sepoi yang barangkali saja dapat meredakan gundah gulana yang berkobar di dada sahabat barunya.
(Menebus Impian, 2010: 101-102)
Dari kutipan di atas, Dian adalah seorang yang peduli terhadap sahabatnya. Ia menunjukkan sikap empati, ia turut membantu sahabat barunya Nur. Semakin hari, Dian semakin menunjukkan sikap pedulinya terhadap Nur, ia sangat khwatir. Perhatikan deskripsi di bawah ini.
“Sakit apaan sih, ibumu?”
“Entahlah! Ntar juga tahu.”
“Aku khawatir, Nur.”
(Menebus Impian, 2010: 102)
Dian tidak sungkan-sungkan menawarkan diri untuk mengurus semua biya rumah sakit emak sahabatnya. Ia lakukan hal itu tannpa ada maksud lain. Ia ikhlas melakukannya. Jelas, hal ini menunjukkan Dian adalah laki-laki yang peduli dan suka membantu.
“Gue jelas gak tahu, pasti juga tergantung sakit apa dulu....tapi kalau ndak keberatan, gue ndak maksa lho ini, semua biaya pakai uang gue dulu...”
(Menebus Impian, 2010: 103)
Dian sangat pandai menghibur sahabatnya yang kesusahan. Ia sangat cerdas bercanda. Deskripsi di bawah ini menggambarkan, bahwa Dian dibalik sikapnya yang rajin, ia juga mempunyai sikap selera humor yang tinggi.
“Kalung lu tuh pembawa keberuntungan, ada bayang-bayang penampakan...”
“Emang gue suster Ngesot!”
“Suster mehek-mehek kalee?”
(Menebus Impian, 2010: 104)
“Kalau nanti sudah ada di rumah, gue juga ada produk-produk kesehatan dari perusahaan untuk mempercepat kesembuhan Ibu.”
(Menebus Impian, 2010: 113)
Kutipan di atas menunjukkan watak seorang Dian yang rela memberikan apa saja demi sahabtnya. Termasuk ia memberikan produk untuk kesembuhan ibu Nur. Ini berarti, Dian adalah orang baik dan setia terhadap sahabatnya.
“Bagaimana Nur...?” tanya Dian lagi.
“Tadi siang gue dah terima rekapitulasi biaya rumah sakit sampai emak pulang, termasuk biaya operasinya.”
“Berapa jumlah semuanya?”
“Ya, yang jelas tidak sedikit.”
“Gini aja Nur. Bisnis gue kan sekarang tambah lancar, kalau lu tidak keberatan, biar gue lunasin dulu semuanya.”
(Menebus Impian, 2010: 116)
            Kutipan di atas menunjukkan bahwa Dian adalah laki-laki yang baik. Laki-laki yang peduli terhadap sesama. Ia rela membiayai rumah sakit emak sahabatnya.
Dian tetap tenang dan berusaha menyerap sebisanya melalui dua gendang telinganya. Setiap orang dapat berubah menjadi guru secara tiba-tiba jika mersa kata-katanya dapat dicerna oleh siapa pun yang mendengarkan.
(Menebus Impian, 2010: 125)
Kutipan di atas menunjukkan Dian adalah orang yang baik. Ia menghormati orang lain, mendengarkan orang lain. Ia bersikap sopan.
            Kutipan di bawah ini menggambarkan sikap Dian yang peduli dan mau membantu orang lain. Ia menawarkan paying untuk Nur sahabatnya. Ia rela dirinya basah.
Pakai aja nih paynung.”
“Lho, terus lu gimana?”
“Cuma gerimis!”
(Menebus Impian, 2010: 129)
Namun sering juga ia mendengar rumor-rumor yang meskipun tidak secara langsung ditujukan kepada dirinya, tapi ia tetap mendengarnya dengan penuh perhatian. Bahkan ia pun turut menikmatinya sebagai hiburan gratis, malah terkadang bias dijadikan cambuk dan pengobar semangat bagi dirinya.
(Menebus Impian, 2010: 133)
Entah beberapa orang yang menolak dan mencibirnya, berapa kali pula ia mengadakan pertemuan dan mendapat pertanyaan-pertanyaan yang ia sendiri yang merasa sulit untuk menjelaskannya. Tapi semua itu diterima dan dicecapnya dengan rasa penuh cinta.
(Menebus Impian, 2010: 134)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Dian adalah seorang yang tegar menghadapi segala tantangan dalam hidupnya. Ia adalah peribadi yang mau mendengarkan orang lain meskipun itu mengejek dirinya. Apapun yang dikatakan orang tentang dirinya, ia malah menjadikan itu sebagai cambuk semangat. Dian juga memiliki watak yang tidak mau santai menjalani hidupnya. Hari-harinya selalu sibuk mengurus bisnis. Ia bekerja keras hingga usahanya makin luas.
Dian sibuk sendiri melakukan presentasi dan home metting diberbagai tempat. Hingga usaha network marketingnya kian luas dan bertambah dan melebur ke sudut-sudut kota. Macam-macam orang dari berbagai tingkatan profesi telah dicoba dan didekati dengan cara-cara yang dipelajarinya dari buka maipun langsung dari para leadernya.
(Menebus Impian, 2010: 163)
Dian adalah Kekasih Nur yang setia, berikut adalah kutipan yang menunjukkan kesetiaan Dian :
“Sejak aku menyatakan cinta kepadamu, tak perlu lagi rasanya engkau khawatir dan bertanya apakah masih ada prempuan lain di sisiku. Sebab semua-mua telah kuberikan kepadamu hingga aku tidak merasa takut pada suara-suara yang terus mengaung, mengantarku pada kesenyapan luar biasa yang puncaknya mendatangkan rasa rindu untuk mendengar kembalisatu simponi yang lembut, simponi dari alam purba yang berduyun-duyun mendatangiku, membelai-belai lembut malam di atas ranjang peraduan cintaku.
 (Menebus Impian, 2010 : 280)
Dian orang yang masih percaya dengan mitos nenek moyangnya, tentang hari baik untuk melaksanakan pernikahan. Dapat dilihat dari kutipan pembicaraan Dian dengan pamannya berikut :
“Maksud saya begini, paman, kan banyak orang bilang ada hari-hari baik dan ada juga hari-hari yang tidak baik untuk pernikahan.”
( Menebus Impian, 2010 : 286)
Setelah beberapa bulan menikah, Nur dan Dian tetap mempertahankan keserasiannya
Berikut kutipannya ;
“Hari-hari dan bulan berlari dalam kesibukan yang membahagiakan. Dian tahu itu dan karenanya selalu mendukung apapun yang dilakukan oleh istri tercintanya.Nur pun begitu, turut memikirkan dan menyusun buku akutansi usaha yang dikelolah oleh suaminya. “
(Menebus Impian, 2010 ; 295)
A.      Deskripsi Tokoh Utama dalam Novel Menembus Impian Karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi pikiran.
  1. Deskripsi tokoh Nur Kemaljati dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi pikiran.
Tidak! Aku tak boleh menyerah dalam tawanan. Akan kulawan setan-setan yang berusaha memborgol kedua lenganku yang lunglai untuk sekedar berwudhu. Tidak, Emak! Aku makhluk merdeka. Lihatlah kedua tangan ini! Betapa ia selalu mengusir rasa cemas dan gusar. Suara-suara bergaung dan menderu di kepala Nur. Sepertin halnya juga emaknya, Nur pun bangkit dan menjalankan kewajibannya dengan sepenuh hati.
(Menebus Impian, 2010: 5)
Deskripsi di atasa menunjukkan bahawa tokoh “Nur” tidak mau dirinya terbelenggu dalam kemalasan. Ia tidak mau setan-setan kemalasan menguasai dirinya. Ia adalah perempuan yang rajin beribadah.
“Enak ya Mak, kalau kita punya pembantu,”celetuk Nur seadanya.
“Hus, jangan mimpi segede itu. Kalau kita sungguh-sungguh, pada saatnya nanti juga bisa.”
Begitulah Mak, doaku selalu. Tapi masalahnya bukan sekedar pembantu. Kita berusaha mesti belajar hidup dari tangan sendiri. Sesuatu yang ditanam sendiri, akan tumbuh dan berbuah surga. Ya, kan Mak?”
(Menebus Impian, 2010: 8)
Sepenggal percakapan di atas memberi sedikit gambaran tentang karakter Nur. Deskripsi  di atas menggambarkan Nur adalah anak yang selalu memikirkan emaknya. Ia sangat sayang pada emaknya, ia tidak mau emaknya bekerja sendiri di rumah. Sehingga ia berpikir alangkah baiknya di rumah dibantu oleh seseorang. Penggalan cerita di atas juga menunjukkan Nur adalah sosok perempuan yang pandai dan selalu bercita-cita tinggi.
Tidak! Aku mesti berlari sekencang zebra di padang Sahara, seperti ikan arwana merenangi kedalaman samudra. Tegas Nur melambung dalam hati.
(Menebus Impian, 2010: 10)
Nur selalu berniat bahwa dirinya harus berhasil meraih segala mimpi-mimpinya. Ia tidak akan menyerah sebelum cita-citanya terwujud. Ia ingin dirinya seperti zebra yang berlari kencang di padang Sahara, dan seperti arwana merenangi kedalaman samudra.
Dalam bus kota yang sumpek, mata Nur menerawang. Menembus debu-debu tebal yang menempel di kaca jendela. Ia merasa bersyukur bahwa dirinya tidak terjerumus atau dijerumuskan ayah kandungnya ke dalam jurang kehidupan penuh lumpur seperti anak-anak yang sedang beraksi di perempatan jalan. Ia mesti berjuang dan bersemangat untuk menggapai impian yang telah membawanya ke alam yang lebih terang.
(Menebus impian, 2010: 13)
Nur adalah tipe orang yang selalu bersyukur di dalam hidupnya. Ia sangat bahagia, orang tuanya tidak menjerumuskan dirinya di dunia gelap. Tak terbayang dalam benaknya, betapa kejam orang tua yang tega membuang darah dagingnya sendiri.
Nur juga tipe perempuan yang modern, ia tidak setuju kalau hanya laki-lakilah yang bisa menjadi pemimpin. Bagi Nur, wanita juga bisa melakukan hal yang sama yang dilakukan laki-laki. Nur berpikir kalau laki-laki tak akan bisa mensejeahterakan bangsa tanpa wanita. Deskripsi ini sesuai dengan kutipan di bawah ini.
Pikiran Nur masih saja menerawang. Adalah kenyatan bahwa laki-laki tak sanggup menyehatkan bangsa tanpa perempan. Lihatlah! Kita semua hidup di suatu negara dimana laki-laki telah gagal menjadi pemimpin. Nafas mereka ngos-ngosan. Dalam hati mereka berteriak; tolong kami wahai perempuan!
(Menebus Impian, 2010: 15)
            Nur bertingkah semaunya sendiri, ia tidak peduli dengan teman-temannya. Ia gelisah waktu registrasi tinggal sedikit har lagi. Ia langsung menghilang dari ruang kelas.
Usai kuliah, Nur langsung menghilang dari ruang kelas. Menyadari waktu registrasi tinggal sedikit hari lagi. Ia gelisah tanpa arah dan turun dari lantai dua melalui tangga bagian tengah kampus. Di tangga bagian atas, ia lihat beberapa teman sedang ngerumpi di bagian tepi tangga lantai satu, sepintas terlihat Jujuk, Bule, Yeni juga Ukik, nur cuek dan melangkah cepat, hanya menyapa sekedarnya.
(Menebus Impian, 2010: 19)
Berat sekali rasanya untuk berlari melintasi aral yang melintang. Tapi, aku harus berani, tak boleh menyerah dan kalah. Apalagi hanya soal kuliah, soal hidup yang lebih berat dua ratus kali saja sudah kuhadapi dengan segenap luka jiwa. Pikirnya tegas di bawah matahari panas.
(Menebus Impian, 2010: 15)
Kutipan di atas menggambarkan karakter Nur yang tidak mau menyerah menghadpi soal kulihnya yang rumit.
Nur juga menunjukkan sikap tidak jujur pada emaknya. Hal itu ia lakukan karena ia tidak mau emaknya kepikiran. Nur tahu betul, apalagi emaknya tidak memiliki banyak uang untuk membayar kuliahnya. Ia terpaksa berbohong, dan dengan cepat ia menanyakan pertanyaan yang tidak enak didengar emaknya. Ia berniat kuliah sambil kerja untuk mengurangi beban emaknya yang hanya seorang tukang cuci.
“Udah bayar kuliah tadi?” tanya Sekar.
“Udah...,”jawab Nur ragu.
...................................................................
 “Mak, kalo Nur kuliah sambil kerja, gimana ya?”
(Menebus Impian, 2010: 27)
Nur merasa bersalah karena ia tidak mau menceritakan kepada emaknya tentang apa yang terjadi pada dirinya. Ini menunjukkan bahwa Nur adalah tipe orang yang mau mengakui kesalahan. Ia juga tidak mau dirinya menjadi malas hanya karena masalah yang dihadapinya. Hal ini digambarkan dalam kutipan di bawah ini.
Begitu sebaliknya, Nur merasa bersalah karena tidak menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Hingga makin lama kian menebal menyelubungi pikiran Nur dengan berbagai hal.
(Menembus Impian, 2010: 32)
Rasa kuyup dan berat untuk memejamkan kedua mata, menyebabkan virus kemalasan mulai mengalir dalam darahnya. Tapi ia tidak mau begitu saja dikuasai dan dikendalikan oleh penguasa malas yang selalu datang bersama rombongannya, setan-setan penggoda yang biasa mengalirkan darah hitam ke dalam kepala manusia.
(Menebus Impian, 2010: 33)
Aku tidak ingin seperti ayah, yang mengobral cintanya dengan perempian lain tanpa merasa bersalah pada ibu apalagi Tuhan. Sering pula aku mendengar ayahku memiliki simpanan dan meski tahu itu, ibu tak bisa berbuat banyak karena masih tertera dalam benaknya bahwa lelaki di atas segalanya, sedang perempuan adalah makhluk kedua.
(Menebus Impian, 2010: 59)

Nur adalah seorang perempuan yang ingin bersikap baik, dan selalu setia jika saatnya nanti ia berkeluarga. Ia juga tidak setuju jika perempuan dianggap makhluk kedua. Ia selalu ingin menjadi pribadi yang baik, tidak seperti tetangganya Gisila yang menduakan suaminya. Deskripsi ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Aku juga tidak ingin menjadi perempuan macam Gisila, tetangga sebelah yang sering datang ke rumah dan marah-marah kepada ibu karena belum bisa melunasi utang, yang mengotori ranjangnya setiap kali suaminya pergi ke luar kota atau bahkan setiap hari pada saat jam dimana suaminya sedang berada di kantor.
(Menebus Impian, 2010: 59)
Nur tidak ingin menjadi seorang pengkhianat, ia selalu berharap suatu saat dia tidak menjadi penghianat bagi siapa pun. Hal ini menunjukkan bahwa Nur ingin menjadi pribadi yang baik. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Tidak! Aku tidak ingin menjadi pengkhianat macam itu! Dan aku selalu berdoa semoga usia yang telah mencapai dewasa dalam diri seorang perempuan ini, tidak menjadi pengkhianat bagi siapa pun, kepada nenek atau ibuku, kepada suami dan anak jika saatnya kelak sudah tiba, pun kepada semua, lelaki atau perempuan.
(Menebus Impian, 2010: 60)
            Nur mempunyai keinginan keras agar suatu saat ia menjadi seorang sarjana dan mampu membahagiakan emaknya. Ia juga tidak buru-buru mencari pasangan dalam hidupnya. Ia belum sama sekali kepikiran untuk menikah apalagi menikah dengan lelaki yang sifatnya seperti almarhum ayahnya. Deskripsi ini terdapat dalam kutipan novel di bawah ini.
Terlintas juga di benaknya saat dirinya memakai toga dan topi sarjana, berdiri tegap di depan emaknya, lalu emaknya menciumnya berkali-kali sambil mendoakan mendapat kerjaan.
....................................................................
“Kalau kamu nanti sudah sarjana, Nur, kamu mesti mencari calon suami yang baik budi pekertinya...”
“Belum kepikiran, Mak. Kalau seperti bapak suka nyakiti emak itu....”
(Menebus Impian, 2010: 72)
Nur bisa melakukan apa saja demi kesembuhan emaknya. Ia berpikir keras akan mau menerima segala tantangan dan mau menanggung beban berat dalam hidupnnya. Ia tidak menyerah dan tidak mau kalah menghadapi situasi sulit dalam hidupnya. Kutipan di bawah ini menggambarkan watak Nur yang tidak mau menyerah.
Demi kesembuhan dan kebahagiaan emak, aku harus berani menerima dan menanggung beban berat kenyataan dengan sepenuh hati. Dan apa pun yang bakal terjadi, aku harus berani dan siap menghadapi.
(Menebus Impian, 2010: 111)
“Untuk membawa pulang, gue kan harus melunasi dulu semuanya.meski sekarang, gue belum tahu berapa jumlahnya...sementara uang SPP yang tak jadi gue bayar ke kampus nyaris habis untuk bolak-balik dan keperluan sehari-hari lainnya...ya tinggal kalung ini yang tersisa.”
“Terus, maksud lu?”
“Meski bera hati, berat sekali rasanya, gue terpaksa jual kalung ini...”
(Menebus Impian, 2010: 114)
            Kutipan di atas menggambarkan watak seorang Nur yang tidak mau menjadi beban buat sahabatnya. Ia berpikir bahwa selama ini ia sudah menjadi beban berat bagi Dian. Ia terpaksa menjual kalungnya untuk membiayai rumah sakit.
Nur tidak mau ia terus saja menjadi beban buat Dian. Terpaksa, ia meminjam uang orang lain. Ia lakukan ini demi kesembuhan emaknya. Ia juga rela menjual kalung miliknya. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Maaf Dian, gue ndak sempet bilang sama kamu....tadi pagi gue pinjam uang ke tempat Pak Roni...”
(Menebus Impian, 2010: 116)
Nur seorang yang selalu berniat menjadi orang yang kuat dan tidak mudah menyerah. Hal ini ia tunjukkan dalam hidupnya, ia tidak menyerah menjalani hidupnya yang seba kesulitan.
Aku harus mampu menyebrangi badai, melintasi ombak dan berlayar menuju cakrawala! Bukankah gugusan bintang-bintang menungguku di sana, tegasnya bekali-kali.
(Menebus Impian, 2010: 136)
Ini sudah jam delapan malam, mau pergi kemana? Setiap kali ditanya ibunya, Nur tidak pernha menjawab jujur. Seribu alas an telah disiapkan untuk menyembunyikan diri, agar sakit ibunya tidak kambuh hanya karena tahu bahwa ia sudah mengambil cuti kuliah.
(Menebus Impian, 2010: 177)
Untuk menghindari sakit ibunya kambuh, Nur terpaksa berbohong. Ia bekerja keras demi membahagiakan emaknya. Ini ia lakukan karena ia sayang pada emaknya, ia tidak mau kehilangan emaknya. Nur juga tidak mau dirinya jatuh dalam dunia yang berlumur dosa. Ia ingin menjadi perempuan baik-baik.
“Jika mau, aku bias menjadikanmu artis terkenal, hidup bergelimang uang dan emas gemerlapan, asal kamu juga mau aku potret tubuhmu tanpa pakian.”
“Tidakkk!! Aku tidak mau jadi kerbau.”
(Menebus Impian, 2010: 205)
“Gue butuh lebih kuat, Dian. Gue bisa lunasin hutang-hutang, bisa bayar kuliah lagi. Bukan hanya penolakan-penolakan, diketawain, diremehin. . . . Gue pingin membawa ibu ke tempat yang lebih baik, lebih tenang.”
(Menebus Impian, 2010, hal : 212)
Deskripsi di atas menunjukkan bahwa Nur adalah orang yang mau bekerja keras. Ia mau melunasin hutang-hutngnya. Ia tidak mau dirinya diremehin orang. Nur juga mau membahagiakan emaknya.
Seiring berjalan waktu Nur sudah mulai berpikir tentang cinta. Ia tidak ingin memikirkan soal bisnis saja. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.

Ngapain lu selalu datang kesini hanya untuk bicara soal bisnis melulu! Memangnya hidup ini hanya untuk bisnis! Bisnis ! kita juga perlu bicara tentang hubungan kita ini...
(Menebus Impian, 2010, hal : 211)
Nur memiliki watak tidak serakah saat dirinya jatuh cinta, karena dia tidak mau tersakiti atau rumah tangganya berantakan jika sudah menikah nanti.
Aku tidak boleh pecaya begitu saja pada pelukan seorang laki-laki. Berapa kali aku hampir menampar pipi laki-laki, berapa kali aku menendang orang hanya karena ingin memelukku. Tapi kali ini, mengapa aku merasa senang?
(Menebus Impian, 2010, hal : 213 - 214)
Nur juga ingin menjadi seperti Dian yang sudah sukses dalam bisnis. Ia memiliki keinginan yang sangat kuat untuk hal itu. Deskripsi ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Tunggu aku Dian aku akan menyusul di belakangmu, bahkan mungkin akan meloncat dan berlari lebih cepat di depanmu. Tegasnya dalam hati.
(Menebus Impian, 2010, hal : 228)
Nur sangat bimbang menentukan hatinya. Ia bingung kepada siapa ia harus mencurahkan isi hatinya. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Hatinya serasa diiris dengan silet hingga terbelah jadi tiga. Satu bagian untuk Dian dan satunya lagi untuk Pak Akim, sedang sisanya untuk Rohmat. Kemanakah hati ini mesti berpaling, kepada lelaki calon sarjana teknik mesin, kepada seorang master humaniora bidang akuntansi atau kepada teman dekat yang baik hati dan suka beri nasehat.
(Novel Menebus Impian, hal 248)
“Mulai saat ini, Nur. Mulai detik ini, kau mesti berani berdiri di tengah kabut kelam itu sehingga impian kamu bisa terlihat jelas di depanmu. Dan Cuma pikiran kamu, keyakinan kamu yang bisa bikin impian itu bersinar. Inget Nur, mulai detik ini juga, ada ibumu. Ada orang yang ingin menggandeng tanganmu menuju impian…”
(Novel Menebus Impian, hal 266)
Dari kutipan di atas, Dian selalu mengingat Nur. Ia ingin Nur bisa meraih mimpinya.
“ wahai kabut, enyalah dari bukit impianku! Maatahari dan rembulan kan menemaniku bertahta. Jika saatnya tiba, orang-orang yang dulu menghinaku akan menganggukkan kepala, kagum dan hormat padaku, mempersembahkan senyum termanisnya untukku. Sebab di kota inilah aku berburu, menyelam menguak tabir mutiara di dasar samudera maya, mengangkatnya ke permukaan dan mempersembahkannnya bagi kehidupan, bagi peleita dan sengsara ibuku yang tak terkira perihnya.”
( Menebus Impian, 2010 : 278 )
Dari kutipan di atas, Nur ingin menjadi orang yang sukses, ia ingin orang menghoramtinya jika saatnya ia menjadi sukses. Nur adalah orang yang penuh dengan semangat untuk meraih angan dan cita-citanya.

  1. Deskripsi tokoh Dian Septiaji dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi pikiran.
Dian tidak mau bisinis yang ia jalankan terganggu. Ia tidak mau berpacaran sebelum yang ia impikan tercapai, deskripsi ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Maklumin ya...kayaknya pikiran Nur lagi ngaco.”
“Biasa Pak Mad, anak muda, cantik lagi.”
“Tertarik ya....?”
“Orang bisnis dilarang tertarik apalagi terpesona ama hal-hal yang mengganggu tujuan utamanya, Pak Mad.”
(Menebus Impian, 2010: 85-86)
Dian terkejut mendengar Nur meminjam uang Pak Roni. Ia juga curiga, jangan-jangan Nur berpacaran dengan anak buah Pak Roni, yaitu Robin. Dian takut Nur tidak mengerti arti kedekatannya selama ini di luar jalur bisnis.
Dian bertanya dengan nada curiga, jangan-jangan Robin itu pacarnya. Padahal selama ini, Dian selalu berusaha dan mencoba mendekatinya melalui berbagai cara di luar bisnis.
(Menebus Impian, 2010: 116)
Dian tidak ingin Nur beranggapan bahwa ia membantunya selalma ini karena punya maksud yang tersembunyi. Ia menolak saat Nur memberikan kalungnya sebagai jaminan. Ini menunjukkan bahwa Dian membantu Nur dengan ikhlas.
Dengan perlahan tapi pasti Nur melepas kalungnya dan langsung memberikannya kepada Dian. Dian menolak, tetapi Nur tetap memaksanya untuk menerima hingga beberapa kali memegang tangan sahabatnya itu.
(Menebus Impian, 2010: 117)
Tanpa berpikir panjang, Dian mengajukan cuti kuliah dan berusaha mandiri dengan cara bisnis yang ia sendiri sedang mencoba melakukan sekuat tenaga, sebab bisnis ini sangat beda dengan keterampilannya dalam bongkar pasang mesin berkrkuatan tinggi.
(Menembus Impian, 2010: 120)
Dalam kutipan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Dian adalah seorang anak yang rajin, mau bekerja keras demi keluarganya. Ia berani mengambil risiko demi membahagiakan keluarganya.
Kau harus percaya diri, harus percaya pada kemampuanmu sendiri. Sebab kau pun bisa melakukan presentasi dengan gayamu sendiri tanpa bergantung pada sponsor atau upline. Kau mesti berlatih dan melakukan “standard presentation”secara berulang-ulang di hadapan orang yang berbeda-beda.
(Menebus Impian, 2010, hal : 210)
Dian ingin menjadi dirinya yang tidak mudah bergantung pada orang lain.
B.       Deskripsi Tokoh Utama dalam Novel Menembus Impian Karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi bahasa.
  1. Deskripsi tokoh Nur Kemaljati dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi bahasa.
“Kamu kok tadi bilang perang-perang itu apa, Nur.”
“Perang abadi, Mak, antara manusia dan setan.”
“Setan apa maksudmu. Kau anggap Emak ini setan?” Nada emaknya sedikit curiga.
“Duile...jelas tidaklah, Mak. Maksud Nur itu setan kemalasan. Sebab manusia dari sononya sudah menjadi tawanan setan, Mak. Kalau tak dilawan, wah bisa-bisa kita ini sudah masuk jurang yang dalam, Mak!.”
(Menebus Impian, 2010: 6)
Percakapan antara Nur dan emaknya di atas memberi gambaran kepada pembaca mengenai karakter Nur. Dari deskripsi di atas menunjukkan bahwa Nur adalah perempuan yang cerdas. Bahasanya santun saat ia berbicara dengan emaknya. Ia menjelaskan panjang lebar siapa setan yang ia maksudkan. Hal ini menunjukkan betapa cerdasnya seorang Nur.
Dalam berbahasa pun, Nur menunjukkan sikap sopan. Ia memanggil orang yang lebih tua dengan sopan. Ia bersikap baik dengan pelanggan setia sekaligus orang yang selalu memperhatikan dirinya juga emaknya.
“Dah kelar semua, Nur?”
“Kayaknya udah, Budhe. Eh, selimutnya dan handuk masih lembab. Besok kali kelarnya.”
(Menebus Impian, 2010: 30)
“Maaf, Pak apa ni rumah Dian?”tanyanya pada lelaki setengah tua yang sedang membuang sampah di depan gerbang rumah itu.
(Menembus Impian, 2010: 136)
Deskripsi di atas menggambarkan Nur adalah seorang yang sopan terhadap orang lain.
“Sini aja deh, duduk di sini. Ayolah…gak usah takut-takut gitu?” Doni merayu.
“Nggak usah, Mas, saya kan sedang kerja, ntar dimarahin sama bos!” Nur menolak dengan halus.
(Menebus Impian, 2010: 189)
Meskipun hidup serba kesusahan, Nur tidak segampang itu terjun dalam dunia malam. Ia tetap mejaga diri dan selalu berpikir mencari kerja yang halal. Dia berperilaku baik dan santun saat ada yang mencoba merayunya. Ia tetap mejaga kehormatan dirinya. Hal ini ada dalam kutipan di bawah ini.
Nur langsung membalikkan badan untuk segera melangkah menuju pintu. Tapi, Doni tak mau kalah, ia langsung bangkit dari tempat duduknya dan menarik tangan Nur dari belakang dengan keras. Nur mengelak dan berusaha menghindar, membuat Doni kian tambah kasar.
(Menebus Impian, 2010: 189)
“Dian! Dengar ya, gue ini bukan mesin! Gue bukan robot yang hanya bisa berjalan dengan baterai. Meski sekarang sedang cuti, gue ini mahasiswa dengan IP di atas tiga setengah.
(Menebus Impian, 2010, hal : 210)
Dari kutipan di atas, Nur memiliki watak yang tegas dan tidak mau dirinya seperti robot.
“Emang apa? Kalau berani terusin dong kalimatnya!
(Novel Menembus Impian, hal 250)
“Gue bilang nanti siang kelar semuanya! Titik!”
Nur menatap tajam tapi  Gisalia malah maju mendekati dan menarik pakaian yang berada dalam rengkuhan tangan, tapi Nur menepisnya dengan keras.
(Novel Menebus Impian, hal 255)
Nur bermaksud membelaemaknya. Ia tidak mau keluarganya diremehin begitu saja. Dari deskripsi di atas menunjukkan Nur sangat marah saat emaknya dimarahin Gisele.
“Nggak dian. Kenyataannya kamu gak selalu ada di tengah masalahku! Nggak selalu buat aku! Setiap hari gue hanya berjalan sendirian di tengah kabut kelam sampai terkadang gue gak tahu apa yang ada di depanku. Gak bisa liat lagi impian gue yang sebenarnya. Gak ada seorang pun yang datang untuk menuntun gue dari kabut kelam itu! Gue hanya berharap dan berharap ada orang lainyang mengerti perasaan gue…”
  (Novel Menebus Impian, hal 265)
Seiring berjalannya waktu, Nur merasa ia jatuh cinta. Namun, ia tidak mendapatkan perhatian lebih dari Dian. Ia merasa Dian tidak pernah ada untuk dirinya. Ia ingin Dian mengerti tentang perasaannya.
  1. Deskripsi tokoh Dian Septiaji dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi bahasa.
Dimensi bahasa adalah  salah satu cara untuk mengetahui karakter tokoh dalam novel. Dian adalah laki-laki yang baik budi bahasanya. Ia pintar mencairkan suasana dalam perbincangan dengan orang yang ia kenal maupun baru kenal. Ia juga seorang yang pantang pacaran sebelum mimpinya tereujud. Dian seorang yang cerdas, ia selalu memotivasi orang yang bersifat pesimis. Deskripsi ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Sepi ya pak,”tanya Dian basa-basi.
“Ya beginilah kalau malam Minggu, pada cari gebetan kali. Kok Dian ada di sini, masih jomblo atau habis diputusin pacar, hik, hik....,” Pak Mad tertawa kecil.
“Orang seperti saya pantang pacaran Pak, baru kalau punya itu tuh...,”Dian menunjuk pada kalender berganbar mobil mewah dan perempuan cantik yang menempel di dinding kedai,”kagak ada cewek yang nolak kali.
(Menebus Impian, 2010: 81)
Seorang yang terjun ke dunia bisnis paling tidak ia memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Hal itu ada dalam diri Dian. Ia berusaha meyakinkankan setiap orang yang ia wawancarai atau yang ia ajak berbincang. Ia tidak menyerah menyakinkan orang.
“Hanya dengan uang tipis, kurang dari seratus ribu, Pak Mad, kita akan mendapatkan lisensi bisnis yang menguntungkan. Apalagi kalau kita menyisakan uang untuk berbelanja senilai dua kali lipat dari pendaftaran itu, kita akan langsung dan mendapatkan keuntungan...”
(Menebus Impian, 2010: 82)
Selain mempunyai jiwa bisnis, Dian juga pandai merayu. Ia juga pandai menghibur sahabtnya Nur.
.............................................
“Amplop kangen buat cewek cantik.”
“Ada yang dikangenin ya...siapa hayoo?”
“Cewek cantik anak Ibu Sekar...”
(Menembus Impian, 2010: 117)
Dian juga seorang yang santun dalam berbicara. Ia tahu siapa lawan bicaranya, ia selalu menjaga sopan santun menghadapi setiap orang yang ia ajak bicara. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Maaf, Pak, boleh saya duduk di sini?”
“Oh, ya, silahkan. Santai saja...”
“Dari mana, Dik?”
“Bisnis, Pak!”
(Menebus Impian, 2010: 121)
Dian memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan bagus. Hal ini menandakan bahwa ia adalah seorang yang pandai. Ia berusaha menyakinkan orang untuk bergabung dalam bisnisnya. Deskripsi di bawah ini menggambrakan seorang Dian yang pandai dan baik bahasanya.
“Sebentar, Dik, kok seperti martabak ya?”
Saya ulangi lagi, Pak. Jika peringkat”bronze, silver dan gold”telah diraih, bukan saja mobil dan rumah mewah yang diterima, tetapi juga Kapal Pesiar, Pesawat Keliling Eropa dan Cina serta kemewahan lain yang ditampilkan sebelumnya……
(Menebus Impian, 2010: 124)
Dalam dunia bisnis hal apa saja dapat kita jumpai. Hal itu pun pernah dialami Dian. Dia sering mendapat cemoohan dari beberapa orang yang ia ajak bergabung. Namun, hal itu tidak mempengaruhinya dirinya. Ia hanya mencoba menjawah semu itu dengan logika bisnis. Ini menandakan bahwa Dian adalah tipe orang yang tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Ia juga tidak menyerah. Dengan bekal ilmu yang baik, ia mampu menjawab semua itu dengan senyum. Deskripsi di bawah ini menggambrkan hal yang demikian.
Ia juga mencoba menjawab beberapa kolega yang ketika dihubungi sempat menyelipkan kalimat-kalimat yang kurang enak didengar di telinganya. Namun, ia ganti menjawabnya dengan alas an dan lohika bisnis pada umumnya sehingga tidak menyakitkan bagi orang yang mendengarnya.
(Menebus Impian, 2010: 130)
“Nur, sejujurnya aku ingin selalu di sisimu, buat kamu, tapi kamu selalu menghindar dan menjauh dariku. Tapi pernahkah kamu melihat aku menjauh pergi darimu? Tidak Nur, tidak! Aku tidak pernah pergi walau kamu telah mengusirku sejak pertama kita ketemu.”
(Novel Menebus Impian, hal 265)
Selain sebagai seorang bisnisman, Dian juga bisa romantis terhadap Nur. Dian sangat cerdas, bahasanya puitis. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.

 “Aku mencintaimu, Nur. Teramat mencintaimu. Siang dan malam bagai tak berbeda tanpa dirimu. Tidak semua yang berwarna kuning disebut emas, tapi kuningmu memang emas murni. Aku melihat kemurnian itu di hatimu, di pikiranmu, diseluruh raga dan jiwamu. Bagaimana aku bisa tak cemburu padamu, kalau dukamu adalah juga dukaku, suka-citamu juga adalah  milikku, milik kita berdua.”
(Novel Menebus Impian, hal 268)
“Sebagaimana jiwaku hanya untukmu, semua itu kupersembahkan untuk kebahagianmu, demi kebahagiaan kita berdua. Kalung itu memang milikmu, tak seorang pun berhak memakainya selain kamu. Maka terimalah itu sebagai peryataan cintaku padamu…”
(Novel Menebus Impian, hal 269)
Minum es kelapa muda, biar gadis tidak merana. Makan bakso daging sapi, mari kita tenangkan hati.
(Novel Menebus Impian, hal 266)

  1. Deskripsi Tokoh Utama dalam Novel Menembus Impian Karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi fisik.
  1. Deskripsi tokoh Nur Kemaljati dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi fisik.
Ia selalu berpakian apa adanya, simpel dan tetap menjaga kesopanan. Belum pernah merasakan empuk depan cermin salon kecantikan, apalagi terlentang dan dibersihkan kulit wajahnya dengan lumpur bengkoang. Begitu juga rambutnya, belum pernah sehari pun mengubah warnanya walau sekedar hanya coba-coba.
(Menebus Impian, 2010: 29 )
Nur adalah sosok perempuan yang mau menerima dirinya apa adanya. Ia tidak mau menghambur-hamburkan uang hanya untuk membuatnya kelihatan cantik. Ia adalah tipe orang yang sederhana dalam berpakian dan tetap menjaga sopan santun.
Dalam soal berdandan, Nur memang masih lugu. tapi soal berpikir dan berusaha untuk membahagiakan ibunya, ia sudah jauh lebih maju.
(Menebus Impian, 2010: 183)
Dari kutipan di atas, Nur adalah seorang yang tidak suka berdandan. Ia masih lugu dalam hal berdandan.
Apalagi yang kurang dari dirinya. Akhlak terpuji, karir bisnisnya sudah mulai bagus dan menanjak, kecerdasan dan kecantikan, semua-mua telah berpihak padanya.
(Novel Menebus Impian, hal 260)
Dari kutipan di atas, Nur memiliki paras yang cantik. Ia juga seorang yang cerdas. Nur juga memiliki akhlak yang baik.
  1. Deskripsi tokoh Dian Septiaji dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi fisik.
Dian adalah laki-laki yang dalam penampilannya sangat sederhana. Ia selalu berpakian rapi, ia mirip Ferdi Nurul bintang film. Suka berkemeja dan bersepatu keats. Deskripsi ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Dibilang gagah sih enggak juga, tapi penampilannya rapi seperti eksekutif muda yang sedang rehat. Ya, kalau rambutnya disisir ke kiri, mirip dah dengan Ferdi Nurul si bintang fim itu. Sukanya pakai kemeja lengan panjang warna abu-abu dan celana warna hitam, kadang pakai sepatu keats.
(Menebus Impian, 2010: 80)


By : Agus Priyono, Vivin Prihatiningsih, Erlita dan Cen Rian




No comments: