- Deskripsi tokoh Nur Kemaljati dalam novel Menebus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi tingkah laku.
“Ngantuk, Mak. Nantilah sepuluh menit
lagi.”
“Semua itu setan. Malas dan menunda. Ayo
tinggalkan yang mengerikan!”
Anaknya yang dipanggil Nur itu bangkit
dan membuka kedua matanya. Menguceknya beberapa kali dan menatap wajah emaknya.
(Menembus Impian, 2010: 4-5)
Nur juga seorang
yang selalu bersyukur dalam hidupnya. Ia tidak meminta macam-macam pada
emaknya. Sepertihalnya pagi itu, ia sarapan apa adanya. Nasi putih bertabur
sambal teri.
“Nyarap duluan, Mak! Teriak Nur usai
mandi usai dandan sebagai mahasiswi.”
“Ya, yaa...pakai saja sambal
terinya!”jawab emaknya tanpa menoleh.
“Yess! Aciik!!”
(Menembus
Impian, 2010: 9)
Nur seorang
perempuan yang tidak akan pernah peduli dengan orang yang baru dikenalnya. Apa
lagi jika orang itu sok kenal. Tingkahnya sedikit tidak sopan saat ia
berbincang dengan orang asing.
“Maaf, Mbak, kayaknya kita pernah
ketemu, dimana ya?”
“Salah lihat kali.”
“Suwer! Kayaknya pernah liat di....oh
ya, di kedai Madrim. Benerkan?”
“Madrim itu nama temennya Angling Darmo,
bukan nama kedai, tauk!” ucap Nur dengan nada sewot.
(Menembus
Impian, 2010: 15)
Meski berat untuk melangkahkan kaki
menuju meja Mbak Lusi, Kepala Bagian Umum Administrasi Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi (STIE) itu, Nur berusaha memberanikan diri untuk tetap menghadap.
(Menembus
Impian, 2010: 16-17)
Nur juga
menggambarkan tipe seorang berani dalam menghadapi kesulitan. Ia melakukan apa
saja untuk menyelsaikan persoalan. Meskipun ia sempat malu-malu saat ia memulai
mengutarakan maksudnya kepada Mbak Lusi, seperti yang ada dalam kutipan di
bawah ini.
“Anu, Mbak. Ehm...!”
“Anu, anu! Anu apa, langsung aja! Minta
dispensasi?”
“Kok Mbak tahu? Memang itu maksud saya
ke sini.”
Ia juga orang
yang sopan, mau mengucapkan terima kasih kepada orang lain meskipun orang tidak
bisa membantunya.
“Sorry lho, Nur. Aku ndak bisa bantu.
Ada tunggakan kredit yang harus aku lunasin bulan ini. Laptop gue juga masih
nunggak sama koperasi.”
“Ya udah, Mbak. Makasih banget atas
kebaikan Mbak Lusi selama ini.”
(Menembus
Impian, 2010: 18)
Nur tidak pernah
malu untuk curhat atau sekedar minta saran dan motivasi temannya. Orang yang ia
percaya adalah Rohmat.
“Mat, aku ada perlu, nih. Bantu dong?!”
“Bantu apaan sih?”
“Biasalah, urusan mahasiswa, eh
mahasiswi ding.”
(Menebus
Impian,2010: 21)
Saat Rohmat
tidak bisa membantunya, Nur tidak sakit hati atau pun membencinya. Justru ia
merasa beruntung mempunyai teman yang selalu memberinya motivasi.
Keduanya masih bercakap tentang banyak
hal yang mereka hadapi. Nur tidak merasa sakit hati, karena Rohmat dikenal
sangat jujur. Bahkan dari perbincangan itu ia justru memberi semangat baru buat
Nur untuk terus berjuang sampai titik darah penghabisan.
(Menebus
Impian, 2010: 22)
Lagi-lagi Nur
menunjukkan sikap sopan terhadap orang yang selalu memberinya semangat. Ia
merasa beruntung masih ada yang peduli denga hidupnya.
“Trus, gimana
Nur?”
“Ya udah. Gue pulang aja dulu. Makasih
banget. Bantu doa ajalah, kali aja ada jalan lain yang menunggu di rumah.”
(Menembus
Impian, 2010: 23)
Nur pun tidak merasa susah, apalagi
merasa rendah untuk sekedar menjalani pekerjaan, mengambil atau mengantar
pakian ke rumah-rumah para langganan.
..............................................................
Seperti sore menjelang malam ini, ia
melangkah pasti menuju kedai Pak Mad, karena keluarg inilah salah satu
pelanggan utamanya.
(Menebus
Impian, 2010: 29)
Dari kutipan di
atas, kita bisa mengatakan bahwa Nur adalah seorang yang rajin membantu
emaknya. Ia tidak merasa rendah.
Nur sadar akan
kehidupannya yang serba kesusahan. Sehingga ia tak perlu menyimpan sedikit uang
hasil cucian emak ke dalam sakunya atau pun meminta uang jajan kepada emaknya.
Ia sangat jujur, ia menyerahkan semua hasil ongkos cucian kepada emaknya.
Sesampainya di rumah Nur menyerahkan
ongkos cucian kepada emaknya dan masuk kamar dengan alasan belajar. hanya saja
emak merasa aneh melihat tingkah dan wajah Nur yang tidak seperti biasanya.
Mukanya sedikit masam seolah ada persoalan yang menimpa.
(Menebus
Impian, 2010: 32)
Kutipan di atas
juga menggambarkan watak Nur yang tidak mau terbuka dengan emaknya.
“Mbak Nur juga boleh mendengarkan,
kok”pinta Dian.
“Panggil aja Nur. Emang gue lebih
tuaan,”gurau Nur.
“Kebetulan saya dan Pak Mad baru mulai,
saya ulangin sedikit buat Nur, ya pak?”
“Gak usah izin segala....lanjuti
aja,”jawab Nur tanpa senyum.
(Menembus
Impian, 2010: 84)
Dalam kutipan di
atas, Nur menunjukkan sikap masa bodoh dan tidak menghormati orang yang baru ia
kenal.
Melihat hal itu, Nur sedikit grogi dan
menunduhkan kepala seolah ia tak mau melihat Dian berjabat tangan dengan
perempuan lain kecuali dengan dirinya. Namum bukan berarti cemberut apalagi cemburu, karena di malam itu
Nur tampak anggun dan bersahaja dengan menggunakan rok batik motif parang
sampai ke mata kaki.
(Menembus
Impian, 2010, hal : 218)
Nur memiliki sifat yang cemburu saat Dian berjabat
tangan dengan orang lain.
Dan semua itu
bisa terwujud karena Nur tidak pernah menyerah untuk meraih impiannya.
(Novel
Menebus Impian, hal 253)
Nur
memiliki watak yang tidak mau menyerah. Ia juga sudah mulai berpikir tegas,
namun ia masih berpikir-pikir tentang cinta. Hal ini ada dalam kutipan di bawah
ini.
Nur mulai tegas dalam
berpikir dan bersikap kecuali dalam satu hal, masih menimbang-nimbang dalam
cinta.
(Novel
Menebus Impian, hal 256)
“Denger,
Bu Gisa! Gue gak bisa terima kejadian ini. Gue gak mau sakit Emak kambuh lagi
gara-gara pakaian masih basah. Kalau nanti Emak sakit lagi, gue akan laporkan
Bu Gisa ke perlindungan perempuan komnas HAM, biar kena denda lima puluh juta…
Kalau Bu Gisa nekat, masih mau marah dengan saya, akan gue bayar itu semua
pakaian, berapa sih harganya!?”
(Novel Menebus Impian,
2010: 256)
Dari
kutipan di atas, kita bisa mengetahui bahwa Nur adalah orang yang sangat
menyayangi ibunya. Ia tidak mau ibunya dibentak-bentak, ia juga membela harga
dirinya.
“Mak,
mulai saat ini, Nur tidak mau lagi diremehin orang gara-gara sepele begini.
Tidak selamnya kita ini harus mengalah, Mak. Kita harus berani melawan yang
tidak bener…!”
(Novel Menembus Impian, hal 256)
“Maksud
saya juga begitu, Mak, biar sakitnya tuh gak bakalan kambuh lagi…! Nur pun
langsung memijitnya dengan tangan dan hati sayang.
(Novel Menebus Impian, hal 257)
Nur langsung memeluk dan menciumi pipi
emaknya berkali-kali sambil menyatakan bahwa semester depan akan mendaftar
lagi, akan meneruskan kuliahnya sampai sarjana sebaggaimana yang diimpikan
emaknya.
Kutipan di atas juga menunjukkan bahwa
Nur itu sangat peduli pada sakit ibunya. Ia tidak mau ibunya sakit lagi hanya
karena dibentak-bentak sama tetangga. Ia menyayangi emaknya.
- Deskripsi tokoh Dian Septiaji dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi tingkah laku.
Untuk sementara, biarlah susi pulang ke
rumahnya. Sementara Dian merasa harus menemani Nur di situ, menuangkan air
sejuk dan angin sepoi yang barangkali saja dapat meredakan gundah gulana yang
berkobar di dada sahabat barunya.
(Menebus
Impian, 2010: 101-102)
Dari kutipan di
atas, Dian adalah seorang yang peduli terhadap sahabatnya. Ia menunjukkan sikap
empati, ia turut membantu sahabat barunya Nur. Semakin hari, Dian semakin
menunjukkan sikap pedulinya terhadap Nur, ia sangat khwatir. Perhatikan
deskripsi di bawah ini.
“Sakit apaan sih, ibumu?”
“Entahlah! Ntar juga tahu.”
“Aku khawatir, Nur.”
(Menebus
Impian, 2010: 102)
Dian tidak
sungkan-sungkan menawarkan diri untuk mengurus semua biya rumah sakit emak
sahabatnya. Ia lakukan hal itu tannpa ada maksud lain. Ia ikhlas melakukannya.
Jelas, hal ini menunjukkan Dian adalah laki-laki yang peduli dan suka membantu.
“Gue jelas gak tahu, pasti juga tergantung
sakit apa dulu....tapi kalau ndak keberatan, gue ndak maksa lho ini, semua
biaya pakai uang gue dulu...”
(Menebus
Impian, 2010: 103)
Dian sangat
pandai menghibur sahabatnya yang kesusahan. Ia sangat cerdas bercanda.
Deskripsi di bawah ini menggambarkan, bahwa Dian dibalik sikapnya yang rajin,
ia juga mempunyai sikap selera humor yang tinggi.
“Kalung lu tuh pembawa keberuntungan,
ada bayang-bayang penampakan...”
“Emang gue suster Ngesot!”
“Suster mehek-mehek kalee?”
(Menebus Impian,
2010: 104)
“Kalau nanti sudah ada di rumah, gue
juga ada produk-produk kesehatan dari perusahaan untuk mempercepat kesembuhan
Ibu.”
(Menebus
Impian, 2010: 113)
Kutipan di atas
menunjukkan watak seorang Dian yang rela memberikan apa saja demi sahabtnya.
Termasuk ia memberikan produk untuk kesembuhan ibu Nur. Ini berarti, Dian
adalah orang baik dan setia terhadap sahabatnya.
“Bagaimana Nur...?” tanya Dian lagi.
“Tadi siang gue dah terima rekapitulasi
biaya rumah sakit sampai emak pulang, termasuk biaya operasinya.”
“Berapa jumlah semuanya?”
“Ya, yang jelas tidak sedikit.”
“Gini aja Nur. Bisnis gue kan sekarang
tambah lancar, kalau lu tidak keberatan, biar gue lunasin dulu semuanya.”
(Menebus
Impian, 2010: 116)
Kutipan
di atas menunjukkan bahwa Dian adalah laki-laki yang baik. Laki-laki yang
peduli terhadap sesama. Ia rela membiayai rumah sakit emak sahabatnya.
Dian tetap tenang dan
berusaha menyerap sebisanya melalui dua gendang telinganya. Setiap orang dapat
berubah menjadi guru secara tiba-tiba jika mersa kata-katanya dapat dicerna
oleh siapa pun yang mendengarkan.
(Menebus Impian, 2010: 125)
Kutipan
di atas menunjukkan Dian adalah orang yang baik. Ia menghormati orang lain,
mendengarkan orang lain. Ia bersikap sopan.
Kutipan di bawah ini menggambarkan
sikap Dian yang peduli dan mau membantu orang lain. Ia menawarkan paying untuk
Nur sahabatnya. Ia rela dirinya basah.
“Pakai aja nih paynung.”
“Lho, terus lu gimana?”
“Cuma gerimis!”
(Menebus Impian, 2010: 129)
Namun sering juga ia
mendengar rumor-rumor yang meskipun tidak secara langsung ditujukan kepada
dirinya, tapi ia tetap mendengarnya dengan penuh perhatian. Bahkan ia pun turut
menikmatinya sebagai hiburan gratis, malah terkadang bias dijadikan cambuk dan
pengobar semangat bagi dirinya.
(Menebus Impian, 2010: 133)
Entah beberapa orang yang
menolak dan mencibirnya, berapa kali pula ia mengadakan pertemuan dan mendapat
pertanyaan-pertanyaan yang ia sendiri yang merasa sulit untuk menjelaskannya.
Tapi semua itu diterima dan dicecapnya dengan rasa penuh cinta.
(Menebus Impian, 2010: 134)
Kutipan
di atas menunjukkan bahwa Dian adalah seorang yang tegar menghadapi segala
tantangan dalam hidupnya. Ia adalah peribadi yang mau mendengarkan orang lain
meskipun itu mengejek dirinya. Apapun yang dikatakan orang tentang dirinya, ia
malah menjadikan itu sebagai cambuk semangat. Dian juga memiliki watak yang
tidak mau santai menjalani hidupnya. Hari-harinya selalu sibuk mengurus bisnis.
Ia bekerja keras hingga usahanya makin luas.
Dian sibuk sendiri melakukan
presentasi dan home metting diberbagai tempat. Hingga usaha network
marketingnya kian luas dan bertambah dan melebur ke sudut-sudut kota.
Macam-macam orang dari berbagai tingkatan profesi telah dicoba dan didekati
dengan cara-cara yang dipelajarinya dari buka maipun langsung dari para
leadernya.
(Menebus Impian, 2010: 163)
Dian
adalah Kekasih Nur yang setia, berikut adalah kutipan yang menunjukkan
kesetiaan Dian :
“Sejak aku menyatakan cinta
kepadamu, tak perlu lagi rasanya engkau khawatir dan bertanya apakah masih ada
prempuan lain di sisiku. Sebab semua-mua telah kuberikan kepadamu hingga aku
tidak merasa takut pada suara-suara yang terus mengaung, mengantarku pada
kesenyapan luar biasa yang puncaknya mendatangkan rasa rindu untuk mendengar
kembalisatu simponi yang lembut, simponi dari alam purba yang berduyun-duyun
mendatangiku, membelai-belai lembut malam di atas ranjang peraduan cintaku.
(Menebus Impian, 2010 : 280)
Dian
orang yang masih percaya dengan mitos nenek moyangnya, tentang hari baik untuk
melaksanakan pernikahan. Dapat dilihat dari kutipan pembicaraan Dian dengan
pamannya berikut :
“Maksud saya begini, paman, kan banyak
orang bilang ada hari-hari baik dan ada juga hari-hari yang tidak baik untuk
pernikahan.”
(
Menebus Impian, 2010 : 286)
Setelah beberapa bulan menikah,
Nur dan Dian tetap mempertahankan keserasiannya
Berikut kutipannya ;
“Hari-hari dan bulan berlari dalam
kesibukan yang membahagiakan. Dian tahu itu dan karenanya selalu mendukung
apapun yang dilakukan oleh istri tercintanya.Nur pun begitu, turut memikirkan dan
menyusun buku akutansi usaha yang dikelolah oleh suaminya. “
(Menebus Impian, 2010 ; 295)
A.
Deskripsi
Tokoh Utama dalam Novel Menembus Impian Karya Abidah El Khaleqy dilihat dari
dimensi pikiran.
- Deskripsi tokoh Nur Kemaljati dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi pikiran.
Tidak! Aku tak boleh menyerah dalam
tawanan. Akan kulawan setan-setan yang berusaha memborgol kedua lenganku yang
lunglai untuk sekedar berwudhu. Tidak, Emak! Aku makhluk merdeka. Lihatlah
kedua tangan ini! Betapa ia selalu mengusir rasa cemas dan gusar. Suara-suara
bergaung dan menderu di kepala Nur. Sepertin halnya juga emaknya, Nur pun
bangkit dan menjalankan kewajibannya dengan sepenuh hati.
(Menebus
Impian, 2010: 5)
Deskripsi di
atasa menunjukkan bahawa tokoh “Nur” tidak mau dirinya terbelenggu dalam
kemalasan. Ia tidak mau setan-setan kemalasan menguasai dirinya. Ia adalah
perempuan yang rajin beribadah.
“Enak ya Mak, kalau kita punya
pembantu,”celetuk Nur seadanya.
“Hus, jangan mimpi segede itu. Kalau
kita sungguh-sungguh, pada saatnya nanti juga bisa.”
Begitulah Mak, doaku selalu. Tapi
masalahnya bukan sekedar pembantu. Kita berusaha mesti belajar hidup dari
tangan sendiri. Sesuatu yang ditanam sendiri, akan tumbuh dan berbuah surga.
Ya, kan Mak?”
(Menebus Impian, 2010: 8)
Sepenggal
percakapan di atas memberi sedikit gambaran tentang karakter Nur.
Deskripsi di atas menggambarkan Nur
adalah anak yang selalu memikirkan emaknya. Ia sangat sayang pada emaknya, ia
tidak mau emaknya bekerja sendiri di rumah. Sehingga ia berpikir alangkah
baiknya di rumah dibantu oleh seseorang. Penggalan cerita di atas juga
menunjukkan Nur adalah sosok perempuan yang pandai dan selalu bercita-cita
tinggi.
Tidak! Aku mesti berlari sekencang zebra
di padang Sahara, seperti ikan arwana merenangi kedalaman samudra. Tegas Nur
melambung dalam hati.
(Menebus
Impian, 2010: 10)
Nur selalu
berniat bahwa dirinya harus berhasil meraih segala mimpi-mimpinya. Ia tidak
akan menyerah sebelum cita-citanya terwujud. Ia ingin dirinya seperti zebra
yang berlari kencang di padang Sahara, dan seperti arwana merenangi kedalaman
samudra.
Dalam bus kota yang sumpek, mata Nur
menerawang. Menembus debu-debu tebal yang menempel di kaca jendela. Ia merasa
bersyukur bahwa dirinya tidak terjerumus atau dijerumuskan ayah kandungnya ke
dalam jurang kehidupan penuh lumpur seperti anak-anak yang sedang beraksi di
perempatan jalan. Ia mesti berjuang dan bersemangat untuk menggapai impian yang
telah membawanya ke alam yang lebih terang.
(Menebus
impian, 2010: 13)
Nur adalah tipe
orang yang selalu bersyukur di dalam hidupnya. Ia sangat bahagia, orang tuanya
tidak menjerumuskan dirinya di dunia gelap. Tak terbayang dalam benaknya,
betapa kejam orang tua yang tega membuang darah dagingnya sendiri.
Nur juga tipe
perempuan yang modern, ia tidak setuju kalau hanya laki-lakilah yang bisa
menjadi pemimpin. Bagi Nur, wanita juga bisa melakukan hal yang sama yang
dilakukan laki-laki. Nur berpikir kalau laki-laki tak akan bisa
mensejeahterakan bangsa tanpa wanita. Deskripsi ini sesuai dengan kutipan di
bawah ini.
Pikiran Nur masih saja menerawang.
Adalah kenyatan bahwa laki-laki tak sanggup menyehatkan bangsa tanpa perempan.
Lihatlah! Kita semua hidup di suatu negara dimana laki-laki telah gagal menjadi
pemimpin. Nafas mereka ngos-ngosan. Dalam hati mereka berteriak; tolong kami
wahai perempuan!
(Menebus
Impian, 2010: 15)
Nur
bertingkah semaunya sendiri, ia tidak peduli dengan teman-temannya. Ia gelisah
waktu registrasi tinggal sedikit har lagi. Ia langsung menghilang dari ruang
kelas.
Usai kuliah, Nur langsung menghilang
dari ruang kelas. Menyadari waktu registrasi tinggal sedikit hari lagi. Ia
gelisah tanpa arah dan turun dari lantai dua melalui tangga bagian tengah
kampus. Di tangga bagian atas, ia lihat beberapa teman sedang ngerumpi di
bagian tepi tangga lantai satu, sepintas terlihat Jujuk, Bule, Yeni juga Ukik,
nur cuek dan melangkah cepat, hanya menyapa sekedarnya.
(Menebus
Impian, 2010: 19)
Berat sekali rasanya untuk berlari
melintasi aral yang melintang. Tapi, aku harus berani, tak boleh menyerah dan
kalah. Apalagi hanya soal kuliah, soal hidup yang lebih berat dua ratus kali
saja sudah kuhadapi dengan segenap luka jiwa. Pikirnya tegas di bawah matahari
panas.
(Menebus
Impian, 2010: 15)
Kutipan di atas
menggambarkan karakter Nur yang tidak mau menyerah menghadpi soal kulihnya yang
rumit.
Nur juga
menunjukkan sikap tidak jujur pada emaknya. Hal itu ia lakukan karena ia tidak
mau emaknya kepikiran. Nur tahu betul, apalagi emaknya tidak memiliki banyak
uang untuk membayar kuliahnya. Ia terpaksa berbohong, dan dengan cepat ia
menanyakan pertanyaan yang tidak enak didengar emaknya. Ia berniat kuliah
sambil kerja untuk mengurangi beban emaknya yang hanya seorang tukang cuci.
“Udah bayar kuliah tadi?” tanya Sekar.
“Udah...,”jawab Nur ragu.
...................................................................
“Mak, kalo Nur kuliah sambil kerja, gimana
ya?”
(Menebus
Impian, 2010: 27)
Nur merasa
bersalah karena ia tidak mau menceritakan kepada emaknya tentang apa yang
terjadi pada dirinya. Ini menunjukkan bahwa Nur adalah tipe orang yang mau
mengakui kesalahan. Ia juga tidak mau dirinya menjadi malas hanya karena
masalah yang dihadapinya. Hal ini digambarkan dalam kutipan di bawah ini.
Begitu sebaliknya, Nur merasa bersalah
karena tidak menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Hingga makin lama
kian menebal menyelubungi pikiran Nur dengan berbagai hal.
(Menembus
Impian, 2010: 32)
Rasa kuyup dan berat untuk memejamkan
kedua mata, menyebabkan virus kemalasan mulai mengalir dalam darahnya. Tapi ia
tidak mau begitu saja dikuasai dan dikendalikan oleh penguasa malas yang selalu
datang bersama rombongannya, setan-setan penggoda yang biasa mengalirkan darah
hitam ke dalam kepala manusia.
(Menebus
Impian, 2010: 33)
Aku tidak ingin seperti ayah, yang
mengobral cintanya dengan perempian lain tanpa merasa bersalah pada ibu apalagi
Tuhan. Sering pula aku mendengar ayahku memiliki simpanan dan meski tahu itu,
ibu tak bisa berbuat banyak karena masih tertera dalam benaknya bahwa lelaki di
atas segalanya, sedang perempuan adalah makhluk kedua.
(Menebus Impian, 2010: 59)
Nur adalah
seorang perempuan yang ingin bersikap baik, dan selalu setia jika saatnya nanti
ia berkeluarga. Ia juga tidak setuju jika perempuan dianggap makhluk kedua. Ia
selalu ingin menjadi pribadi yang baik, tidak seperti tetangganya Gisila yang
menduakan suaminya. Deskripsi ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Aku juga tidak ingin menjadi perempuan
macam Gisila, tetangga sebelah yang sering datang ke rumah dan marah-marah kepada
ibu karena belum bisa melunasi utang, yang mengotori ranjangnya setiap kali
suaminya pergi ke luar kota atau bahkan setiap hari pada saat jam dimana
suaminya sedang berada di kantor.
(Menebus
Impian, 2010: 59)
Nur tidak ingin
menjadi seorang pengkhianat, ia selalu berharap suatu saat dia tidak menjadi
penghianat bagi siapa pun. Hal ini menunjukkan bahwa Nur ingin menjadi pribadi
yang baik. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Tidak! Aku tidak ingin menjadi
pengkhianat macam itu! Dan aku selalu berdoa semoga usia yang telah mencapai
dewasa dalam diri seorang perempuan ini, tidak menjadi pengkhianat bagi siapa
pun, kepada nenek atau ibuku, kepada suami dan anak jika saatnya kelak sudah
tiba, pun kepada semua, lelaki atau perempuan.
(Menebus
Impian, 2010: 60)
Nur
mempunyai keinginan keras agar suatu saat ia menjadi seorang sarjana dan mampu
membahagiakan emaknya. Ia juga tidak buru-buru mencari pasangan dalam hidupnya.
Ia belum sama sekali kepikiran untuk menikah apalagi menikah dengan lelaki yang
sifatnya seperti almarhum ayahnya. Deskripsi ini terdapat dalam kutipan novel
di bawah ini.
Terlintas juga di benaknya saat dirinya
memakai toga dan topi sarjana, berdiri tegap di depan emaknya, lalu emaknya
menciumnya berkali-kali sambil mendoakan mendapat kerjaan.
....................................................................
“Kalau kamu nanti sudah sarjana, Nur,
kamu mesti mencari calon suami yang baik budi pekertinya...”
“Belum kepikiran, Mak. Kalau seperti
bapak suka nyakiti emak itu....”
(Menebus
Impian, 2010: 72)
Nur bisa
melakukan apa saja demi kesembuhan emaknya. Ia berpikir keras akan mau menerima
segala tantangan dan mau menanggung beban berat dalam hidupnnya. Ia tidak
menyerah dan tidak mau kalah menghadapi situasi sulit dalam hidupnya. Kutipan
di bawah ini menggambarkan watak Nur yang tidak mau menyerah.
Demi kesembuhan dan kebahagiaan emak,
aku harus berani menerima dan menanggung beban berat kenyataan dengan sepenuh
hati. Dan apa pun yang bakal terjadi, aku harus berani dan siap menghadapi.
(Menebus
Impian, 2010: 111)
“Untuk membawa pulang, gue kan harus
melunasi dulu semuanya.meski sekarang, gue belum tahu berapa
jumlahnya...sementara uang SPP yang tak jadi gue bayar ke kampus nyaris habis
untuk bolak-balik dan keperluan sehari-hari lainnya...ya tinggal kalung ini
yang tersisa.”
“Terus, maksud lu?”
“Meski bera hati, berat sekali rasanya,
gue terpaksa jual kalung ini...”
(Menebus
Impian, 2010: 114)
Kutipan
di atas menggambarkan watak seorang Nur yang tidak mau menjadi beban buat
sahabatnya. Ia berpikir bahwa selama ini ia sudah menjadi beban berat bagi
Dian. Ia terpaksa menjual kalungnya untuk membiayai rumah sakit.
Nur tidak mau ia
terus saja menjadi beban buat Dian. Terpaksa, ia meminjam uang orang lain. Ia
lakukan ini demi kesembuhan emaknya. Ia juga rela menjual kalung miliknya. Hal
ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Maaf Dian, gue ndak sempet bilang sama
kamu....tadi pagi gue pinjam uang ke tempat Pak Roni...”
(Menebus
Impian, 2010: 116)
Nur
seorang yang selalu berniat menjadi orang yang kuat dan tidak mudah menyerah.
Hal ini ia tunjukkan dalam hidupnya, ia tidak menyerah menjalani hidupnya yang
seba kesulitan.
Aku harus mampu menyebrangi
badai, melintasi ombak dan berlayar menuju cakrawala! Bukankah gugusan
bintang-bintang menungguku di sana, tegasnya bekali-kali.
(Menebus Impian, 2010: 136)
Ini sudah jam delapan malam,
mau pergi kemana? Setiap kali ditanya ibunya, Nur tidak pernha menjawab jujur.
Seribu alas an telah disiapkan untuk menyembunyikan diri, agar sakit ibunya
tidak kambuh hanya karena tahu bahwa ia sudah mengambil cuti kuliah.
(Menebus Impian, 2010: 177)
Untuk
menghindari sakit ibunya kambuh, Nur terpaksa berbohong. Ia bekerja keras demi
membahagiakan emaknya. Ini ia lakukan karena ia sayang pada emaknya, ia tidak
mau kehilangan emaknya. Nur juga tidak mau dirinya jatuh dalam dunia yang
berlumur dosa. Ia ingin menjadi perempuan baik-baik.
“Jika mau, aku bias
menjadikanmu artis terkenal, hidup bergelimang uang dan emas gemerlapan, asal
kamu juga mau aku potret tubuhmu tanpa pakian.”
“Tidakkk!! Aku tidak mau
jadi kerbau.”
(Menebus Impian, 2010: 205)
“Gue butuh lebih kuat, Dian. Gue bisa
lunasin hutang-hutang, bisa
bayar kuliah lagi. Bukan hanya penolakan-penolakan,
diketawain, diremehin. . . . Gue pingin membawa ibu ke tempat yang lebih baik,
lebih tenang.”
(Menebus
Impian, 2010, hal : 212)
Deskripsi di atas menunjukkan bahwa Nur adalah orang
yang mau bekerja keras. Ia mau melunasin hutang-hutngnya. Ia tidak mau dirinya
diremehin orang. Nur juga mau membahagiakan emaknya.
Seiring berjalan waktu Nur sudah mulai berpikir tentang cinta. Ia tidak
ingin memikirkan soal bisnis saja. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Ngapain lu
selalu datang kesini hanya untuk bicara soal bisnis melulu! Memangnya hidup ini
hanya untuk bisnis! Bisnis ! kita juga perlu bicara tentang hubungan kita
ini...
(Menebus
Impian, 2010, hal : 211)
Nur memiliki watak tidak serakah saat dirinya jatuh
cinta, karena dia tidak mau tersakiti atau rumah tangganya berantakan jika
sudah menikah nanti.
Aku tidak boleh pecaya begitu saja pada
pelukan seorang laki-laki. Berapa
kali aku hampir menampar pipi laki-laki,
berapa kali aku menendang orang hanya karena ingin memelukku. Tapi kali ini,
mengapa aku merasa senang?
(Menebus
Impian, 2010, hal : 213 - 214)
Nur juga ingin menjadi seperti Dian yang sudah sukses
dalam bisnis. Ia memiliki keinginan yang sangat kuat untuk hal itu. Deskripsi
ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Tunggu aku Dian aku akan menyusul di
belakangmu, bahkan mungkin akan meloncat dan berlari lebih cepat di depanmu.
Tegasnya dalam hati.
(Menebus
Impian, 2010, hal : 228)
Nur sangat bimbang menentukan hatinya.
Ia bingung kepada siapa ia harus mencurahkan isi hatinya. Hal ini terdapat
dalam kutipan di bawah ini.
Hatinya serasa diiris dengan silet
hingga terbelah jadi tiga. Satu bagian untuk Dian dan satunya lagi untuk Pak
Akim, sedang sisanya untuk Rohmat. Kemanakah hati ini mesti berpaling, kepada
lelaki calon sarjana teknik mesin, kepada seorang master humaniora bidang
akuntansi atau kepada teman dekat yang baik hati dan suka beri nasehat.
(Novel
Menebus Impian, hal 248)
“Mulai saat ini, Nur. Mulai detik ini,
kau mesti berani berdiri di tengah kabut kelam itu sehingga impian kamu bisa
terlihat jelas di depanmu. Dan Cuma pikiran kamu, keyakinan kamu yang bisa
bikin impian itu bersinar. Inget Nur, mulai detik ini juga, ada ibumu. Ada
orang yang ingin menggandeng tanganmu menuju impian…”
(Novel
Menebus Impian, hal 266)
Dari
kutipan di atas, Dian selalu mengingat Nur. Ia ingin Nur bisa meraih mimpinya.
“ wahai kabut, enyalah dari bukit
impianku! Maatahari dan rembulan kan menemaniku bertahta. Jika saatnya tiba,
orang-orang yang dulu menghinaku akan menganggukkan kepala, kagum dan hormat
padaku, mempersembahkan senyum termanisnya untukku. Sebab di kota inilah aku
berburu, menyelam menguak tabir mutiara di dasar samudera maya, mengangkatnya
ke permukaan dan mempersembahkannnya bagi kehidupan, bagi peleita dan sengsara
ibuku yang tak terkira perihnya.”
(
Menebus Impian, 2010 : 278 )
Dari
kutipan di atas, Nur ingin menjadi orang yang sukses, ia ingin orang
menghoramtinya jika saatnya ia menjadi sukses. Nur adalah orang yang penuh
dengan semangat untuk meraih angan dan cita-citanya.
- Deskripsi tokoh Dian Septiaji dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi pikiran.
Dian tidak mau bisinis yang ia jalankan
terganggu. Ia tidak mau berpacaran sebelum yang ia impikan tercapai, deskripsi
ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Maklumin ya...kayaknya pikiran Nur lagi
ngaco.”
“Biasa Pak Mad, anak muda, cantik lagi.”
“Tertarik ya....?”
“Orang bisnis dilarang tertarik apalagi
terpesona ama hal-hal yang mengganggu tujuan utamanya, Pak Mad.”
(Menebus
Impian, 2010: 85-86)
Dian terkejut
mendengar Nur meminjam uang Pak Roni. Ia juga curiga, jangan-jangan Nur
berpacaran dengan anak buah Pak Roni, yaitu Robin. Dian takut Nur tidak
mengerti arti kedekatannya selama ini di luar jalur bisnis.
Dian bertanya dengan nada curiga,
jangan-jangan Robin itu pacarnya. Padahal selama ini, Dian selalu berusaha dan
mencoba mendekatinya melalui berbagai cara di luar bisnis.
(Menebus
Impian, 2010: 116)
Dian tidak ingin
Nur beranggapan bahwa ia membantunya selalma ini karena punya maksud yang
tersembunyi. Ia menolak saat Nur memberikan kalungnya sebagai jaminan. Ini
menunjukkan bahwa Dian membantu Nur dengan ikhlas.
Dengan perlahan tapi pasti Nur melepas
kalungnya dan langsung memberikannya kepada Dian. Dian menolak, tetapi Nur
tetap memaksanya untuk menerima hingga beberapa kali memegang tangan sahabatnya
itu.
(Menebus
Impian, 2010: 117)
Tanpa berpikir panjang, Dian mengajukan
cuti kuliah dan berusaha mandiri dengan cara bisnis yang ia sendiri sedang
mencoba melakukan sekuat tenaga, sebab bisnis ini sangat beda dengan
keterampilannya dalam bongkar pasang mesin berkrkuatan tinggi.
(Menembus
Impian, 2010: 120)
Dalam kutipan di
atas, kita dapat mengetahui bahwa Dian adalah seorang anak yang rajin, mau
bekerja keras demi keluarganya. Ia berani mengambil risiko demi membahagiakan
keluarganya.
Kau harus percaya diri, harus percaya
pada kemampuanmu sendiri. Sebab kau pun bisa melakukan presentasi dengan gayamu
sendiri tanpa bergantung pada sponsor atau upline. Kau mesti berlatih dan
melakukan “standard presentation”secara berulang-ulang di
hadapan orang yang berbeda-beda.
(Menebus
Impian, 2010, hal : 210)
Dian ingin menjadi dirinya yang tidak mudah bergantung
pada orang lain.
B.
Deskripsi
Tokoh Utama dalam Novel Menembus Impian Karya Abidah El Khaleqy dilihat dari
dimensi bahasa.
- Deskripsi tokoh Nur Kemaljati dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi bahasa.
“Kamu kok tadi bilang perang-perang itu
apa, Nur.”
“Perang abadi, Mak, antara manusia dan
setan.”
“Setan apa maksudmu. Kau anggap Emak ini
setan?” Nada emaknya sedikit curiga.
“Duile...jelas tidaklah, Mak. Maksud Nur
itu setan kemalasan. Sebab manusia dari sononya sudah menjadi tawanan setan,
Mak. Kalau tak dilawan, wah bisa-bisa kita ini sudah masuk jurang yang dalam,
Mak!.”
(Menebus
Impian, 2010: 6)
Percakapan
antara Nur dan emaknya di atas memberi gambaran kepada pembaca mengenai
karakter Nur. Dari deskripsi di atas menunjukkan bahwa Nur adalah perempuan
yang cerdas. Bahasanya santun saat ia berbicara dengan emaknya. Ia menjelaskan
panjang lebar siapa setan yang ia maksudkan. Hal ini menunjukkan betapa
cerdasnya seorang Nur.
Dalam berbahasa
pun, Nur menunjukkan sikap sopan. Ia memanggil orang yang lebih tua dengan
sopan. Ia bersikap baik dengan pelanggan setia sekaligus orang yang selalu
memperhatikan dirinya juga emaknya.
“Dah kelar semua, Nur?”
“Kayaknya udah, Budhe. Eh, selimutnya
dan handuk masih lembab. Besok kali kelarnya.”
(Menebus Impian, 2010: 30)
“Maaf, Pak apa ni rumah
Dian?”tanyanya pada lelaki setengah tua yang sedang membuang sampah di depan
gerbang rumah itu.
(Menembus Impian, 2010: 136)
Deskripsi
di atas menggambarkan Nur adalah seorang yang sopan terhadap orang lain.
“Sini aja deh, duduk di
sini. Ayolah…gak usah takut-takut gitu?” Doni merayu.
“Nggak usah, Mas, saya kan
sedang kerja, ntar dimarahin sama bos!” Nur menolak dengan halus.
(Menebus Impian, 2010: 189)
Meskipun
hidup serba kesusahan, Nur tidak segampang itu terjun dalam dunia malam. Ia
tetap mejaga diri dan selalu berpikir mencari kerja yang halal. Dia berperilaku
baik dan santun saat ada yang mencoba merayunya. Ia tetap mejaga kehormatan
dirinya. Hal ini ada dalam kutipan di bawah ini.
Nur langsung membalikkan
badan untuk segera melangkah menuju pintu. Tapi, Doni tak mau kalah, ia
langsung bangkit dari tempat duduknya dan menarik tangan Nur dari belakang
dengan keras. Nur mengelak dan berusaha menghindar, membuat Doni kian tambah
kasar.
(Menebus
Impian, 2010: 189)
“Dian! Dengar ya, gue ini bukan mesin!
Gue bukan robot yang hanya bisa berjalan dengan baterai. Meski sekarang sedang
cuti, gue ini mahasiswa dengan IP di atas tiga setengah.”
(Menebus
Impian, 2010, hal : 210)
Dari kutipan di atas, Nur memiliki watak yang tegas
dan tidak mau dirinya seperti robot.
“Emang apa? Kalau
berani terusin dong kalimatnya!
(Novel
Menembus Impian, hal 250)
“Gue bilang nanti siang kelar semuanya!
Titik!”
Nur menatap tajam tapi Gisalia malah maju mendekati dan menarik
pakaian yang berada dalam rengkuhan tangan, tapi Nur menepisnya dengan keras.
(Novel
Menebus Impian, hal 255)
Nur bermaksud membelaemaknya. Ia tidak
mau keluarganya diremehin begitu saja. Dari deskripsi di atas menunjukkan Nur
sangat marah saat emaknya dimarahin Gisele.
“Nggak dian. Kenyataannya kamu gak
selalu ada di tengah masalahku! Nggak selalu buat aku! Setiap hari gue hanya
berjalan sendirian di tengah kabut kelam sampai terkadang gue gak tahu apa yang
ada di depanku. Gak bisa liat lagi impian gue yang sebenarnya. Gak ada seorang
pun yang datang untuk menuntun gue dari kabut kelam itu! Gue hanya berharap dan
berharap ada orang lainyang mengerti perasaan gue…”
(Novel Menebus Impian, hal 265)
Seiring berjalannya waktu, Nur merasa ia
jatuh cinta. Namun, ia tidak mendapatkan perhatian lebih dari Dian. Ia merasa
Dian tidak pernah ada untuk dirinya. Ia ingin Dian mengerti tentang
perasaannya.
- Deskripsi tokoh Dian Septiaji dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi bahasa.
Dimensi bahasa adalah salah satu cara untuk mengetahui karakter
tokoh dalam novel. Dian adalah laki-laki yang baik budi bahasanya. Ia pintar
mencairkan suasana dalam perbincangan dengan orang yang ia kenal maupun baru
kenal. Ia juga seorang yang pantang pacaran sebelum mimpinya tereujud. Dian
seorang yang cerdas, ia selalu memotivasi orang yang bersifat pesimis.
Deskripsi ini terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Sepi ya pak,”tanya Dian basa-basi.
“Ya beginilah kalau malam Minggu, pada
cari gebetan kali. Kok Dian ada di sini, masih jomblo atau habis diputusin
pacar, hik, hik....,” Pak Mad tertawa kecil.
“Orang seperti saya pantang pacaran Pak,
baru kalau punya itu tuh...,”Dian menunjuk pada kalender berganbar mobil mewah
dan perempuan cantik yang menempel di dinding kedai,”kagak ada cewek yang nolak
kali.
(Menebus
Impian, 2010: 81)
Seorang yang terjun ke dunia bisnis
paling tidak ia memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Hal itu ada dalam diri
Dian. Ia berusaha meyakinkankan setiap orang yang ia wawancarai atau yang ia
ajak berbincang. Ia tidak menyerah menyakinkan orang.
“Hanya dengan uang tipis, kurang dari
seratus ribu, Pak Mad,
kita akan mendapatkan lisensi bisnis yang menguntungkan. Apalagi kalau kita
menyisakan uang untuk berbelanja senilai dua kali lipat dari pendaftaran itu,
kita akan langsung dan mendapatkan keuntungan...”
(Menebus
Impian, 2010: 82)
Selain mempunyai
jiwa bisnis, Dian juga pandai merayu. Ia juga pandai menghibur sahabtnya Nur.
.............................................
“Amplop kangen buat cewek cantik.”
“Ada yang dikangenin ya...siapa hayoo?”
“Cewek cantik anak Ibu Sekar...”
(Menembus
Impian, 2010: 117)
Dian juga
seorang yang santun dalam berbicara. Ia tahu siapa lawan bicaranya, ia selalu
menjaga sopan santun menghadapi setiap orang yang ia ajak bicara. Hal ini
terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Maaf, Pak, boleh saya duduk di sini?”
“Oh, ya, silahkan. Santai saja...”
“Dari mana, Dik?”
“Bisnis, Pak!”
(Menebus Impian, 2010: 121)
Dian
memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan bagus. Hal ini menandakan bahwa ia
adalah seorang yang pandai. Ia berusaha menyakinkan orang untuk bergabung dalam
bisnisnya. Deskripsi di bawah ini menggambrakan seorang Dian yang pandai dan
baik bahasanya.
“Sebentar, Dik, kok seperti
martabak ya?”
Saya ulangi lagi, Pak. Jika
peringkat”bronze, silver dan gold”telah diraih, bukan saja mobil dan rumah
mewah yang diterima, tetapi juga Kapal Pesiar, Pesawat Keliling Eropa dan Cina
serta kemewahan lain yang ditampilkan sebelumnya……
(Menebus Impian, 2010: 124)
Dalam
dunia bisnis hal apa saja dapat kita jumpai. Hal itu pun pernah dialami Dian.
Dia sering mendapat cemoohan dari beberapa orang yang ia ajak bergabung. Namun,
hal itu tidak mempengaruhinya dirinya. Ia hanya mencoba menjawah semu itu
dengan logika bisnis. Ini menandakan bahwa Dian adalah tipe orang yang tidak
mudah terpengaruh oleh orang lain. Ia juga tidak menyerah. Dengan bekal ilmu
yang baik, ia mampu menjawab semua itu dengan senyum. Deskripsi di bawah ini
menggambrkan hal yang demikian.
Ia juga mencoba menjawab
beberapa kolega yang ketika dihubungi sempat menyelipkan kalimat-kalimat yang
kurang enak didengar di telinganya. Namun, ia ganti menjawabnya dengan alas an
dan lohika bisnis pada umumnya sehingga tidak menyakitkan bagi orang yang
mendengarnya.
(Menebus Impian, 2010: 130)
“Nur, sejujurnya aku ingin selalu di
sisimu, buat kamu, tapi kamu selalu menghindar dan menjauh dariku. Tapi
pernahkah kamu melihat aku menjauh pergi darimu? Tidak Nur, tidak! Aku tidak
pernah pergi walau kamu telah mengusirku sejak pertama kita ketemu.”
(Novel
Menebus Impian, hal 265)
Selain sebagai seorang bisnisman, Dian
juga bisa romantis terhadap Nur. Dian sangat cerdas, bahasanya puitis. Hal ini
terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Aku mencintaimu, Nur. Teramat mencintaimu.
Siang dan malam bagai tak berbeda tanpa dirimu. Tidak semua yang berwarna
kuning disebut emas, tapi kuningmu memang emas murni. Aku melihat kemurnian itu
di hatimu, di pikiranmu, diseluruh raga dan jiwamu. Bagaimana aku bisa tak
cemburu padamu, kalau dukamu adalah juga dukaku, suka-citamu juga adalah milikku, milik kita berdua.”
(Novel
Menebus Impian, hal 268)
“Sebagaimana jiwaku hanya untukmu, semua
itu kupersembahkan untuk kebahagianmu, demi kebahagiaan kita berdua. Kalung itu
memang milikmu, tak seorang pun berhak memakainya selain kamu. Maka terimalah
itu sebagai peryataan cintaku padamu…”
(Novel
Menebus Impian, hal 269)
Minum es kelapa muda,
biar gadis tidak merana. Makan bakso daging sapi, mari kita tenangkan hati.
(Novel
Menebus Impian, hal 266)
- Deskripsi Tokoh Utama dalam Novel Menembus Impian Karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi fisik.
- Deskripsi tokoh Nur Kemaljati dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi fisik.
Ia selalu berpakian apa adanya, simpel
dan tetap menjaga kesopanan. Belum pernah merasakan empuk depan cermin salon
kecantikan, apalagi terlentang dan dibersihkan kulit wajahnya dengan lumpur
bengkoang. Begitu juga rambutnya, belum pernah sehari pun mengubah warnanya
walau sekedar hanya coba-coba.
(Menebus
Impian, 2010: 29 )
Nur adalah sosok
perempuan yang mau menerima dirinya apa adanya. Ia tidak mau
menghambur-hamburkan uang hanya untuk membuatnya kelihatan cantik. Ia adalah
tipe orang yang sederhana dalam berpakian dan tetap menjaga sopan santun.
Dalam soal berdandan, Nur
memang masih lugu. tapi soal berpikir dan berusaha untuk membahagiakan ibunya,
ia sudah jauh lebih maju.
(Menebus Impian, 2010: 183)
Dari
kutipan di atas, Nur adalah seorang yang tidak suka berdandan. Ia masih lugu
dalam hal berdandan.
Apalagi yang kurang dari dirinya. Akhlak
terpuji, karir bisnisnya sudah mulai bagus dan menanjak, kecerdasan dan
kecantikan, semua-mua telah berpihak padanya.
(Novel
Menebus Impian, hal 260)
Dari
kutipan di atas, Nur memiliki paras yang cantik. Ia juga seorang yang cerdas.
Nur juga memiliki akhlak yang baik.
- Deskripsi tokoh Dian Septiaji dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khaleqy dilihat dari dimensi fisik.
Dian adalah
laki-laki yang dalam penampilannya sangat sederhana. Ia selalu berpakian rapi,
ia mirip Ferdi Nurul bintang film. Suka berkemeja dan bersepatu keats. Deskripsi ini terdapat dalam
kutipan di bawah ini.
Dibilang gagah sih enggak juga, tapi
penampilannya rapi seperti eksekutif muda yang sedang rehat. Ya, kalau
rambutnya disisir ke kiri, mirip dah dengan Ferdi Nurul si bintang fim itu.
Sukanya pakai kemeja lengan panjang warna abu-abu dan celana warna hitam,
kadang pakai sepatu keats.
(Menebus
Impian, 2010: 80)
By : Agus Priyono, Vivin Prihatiningsih, Erlita dan Cen Rian
No comments:
Post a Comment