1.1
Latar Belakang
Bahasa
adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa
Indonesia terdiri dari latar belakang etnis, budaya, dan bahasa yang
berbedabeda, seperti bahasa Indonesia, Manggarai, Jawa, dan lain- lain. Bahasa
sebagai alat komunikasi yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan
diri. Kokasih (2003:18) menyebutkan bahasa sebagai rangkaian bunyi yang
mempunyai makna tertentu yang dikenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep.
Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan atau kesamaan dalam hal tata
bunyi, tata bentuk, tata kata, tata kalimat, dan tata makna, tetapi karena
berbagai faktor yang terdapat di dalam masyarakat penggunaan bahasa itu,
seperti usia, pendidikan, agama, bidang kegiatan dan profesi, dan latar
belakang
budaya
daerah, maka bahasa itu menjadi tidak seragam. Bahasa dapat dikaji secara
internal dan eksternal.
Kajian
internal berkaitan dengan struktur internal bahasa yaitu yang berhubungan
dengan aspek- aspek linguistik dan teori linguistik semata, sedangkan kajian
eksternal berkaitan dengan faktor yang di luar bahasa yang berkaitan dengan
penggunaan bahasa tersebut oleh penuturnya dalam kelompok sosial dan
kemasyarakatan. Pengkajian eksternal ini melibatkan lebih dari satu disiplin
ilmu, misalnya sosiolinguistik yang merupakan gabungan sosiologi dan
linguistik.
Sosiolinguistik
menurut Chaer dan Agustina (2004:4) menyebutkan sosiolinguistik adalah cabang
ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan
objek penelitian hubungan antara bahasa
dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur. Sedangkan Fishman,
(1972 dalam Chaer dan Agustina 2004:3)
mengemukakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang cirri khas ragam bahasa,
fungsi ragam bahasa, dan penggunaan bahasa karena ketiga unsur ini berinteraksi
dalam dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur, identitas
sosial dari penutur, lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi serta
tingkatan ragam dan ragam linguistik.
Jelas
bahwa sosiolinguistik adalah pengkajian bahasa eksternal yaitu antara
masyarakat dengan bahasa, mengkaji tentang ciri khas ragam bahasa, fungsi ragam
bahasa, dan pengunaan bahasa serta hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor
sosial di dalam suatu masyarakat tutur. Maka dengan demikian jika ditinjau dari
segi sosiolinguistik alat bedah atau teori yang digunakan dalam menganalisis
data cenderung menggunakan teori Chaer dan Agustina (2004). Hal ini disebabkan
dimensi kemasyarakatan bukan hanya memberi makna kepada bahasa tatapi juga
menyebabkan terjadinya ragam-ragam bahasa. Ragam bahasa bukan hanya menunjukkan
adanya perbedaan sosial dalam masyarakat, tetapi juga memberi indikasi mengenai
situasi berbahasa yang mencerminkan tujuan, topik, kaidah dan modus- modus pengguna
bahasa.
Menurut
George (1964 dalam Peteda 1996:7) semantik adalah bahasa yang terdiri dari
struktur yang merupakan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman
dunia manusia. Semantik sebagai kajian makna, yaitu makna yang tersirat dalam kalimat
juga menjadi objek pembahasan dalam semantik, dan setiap kata yang diucapkan
oleh manusia, maupun kelompok sosial lainnya pasti mempunyai makna. Semantik
sebagai studi tentang makna, yaitu berpikir kognisi yang berkaitan dengan
mengklasifikasikan dan menggambarkan pengalaman manusia tentang bahasa. Maka
setiap makna kata yang digambarkan dari pengalaman manusia mempunyai arti yang
terdapat dalam kamus sering disebut dengan semantik leksikal. Pateda (1996:74)
mengatakan Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih memusatkan pada
pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata, sedangkan Saeed (1997:55)
mengatakan makna semantik adalah kata.
Berdasarkan
pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa semantik leksikal adalah cabang
semantik yang mengkaji sistem makna yang terdapat dalam kata yang memiliki arti
berdasarkan kamus. Jadi teori yang digunakan menurut Pateda (1996), karena
bahasa yang digunakan para waria berkaitan dengan makna leksikal. Kata yang
terdapat pada komunitas para waria dalam pembentukan makna memiliki pola yang
berkaitan dengan leksikal. Leksikal yang digunakan oleh para waria itu
berhungan erat dengan ragam bahasa dalam masyarakat yang menjadi ciri atau
identitas kelompok mereka dalam pergaulan mereka sehari- hari.
Istilah
“Gaul”, yang terdapat pada golongan selebritis, remaja hingga waria ini
dianggap sebagai suatu identitas kemajuan zaman dalam pergaulan sehari- hari
dan dunia yang lahir untuk mereka, dengan sebutan modern dalam segala hal,
tidak terkecuali alat kornunikasi verbal yaitu bahasa yang sering mereka sebut
dengan “Bahasa Gaul”. Menurut Sehertian (2002:97) bahasa gaul mulai muncul pada
akhir tahun 1980-an. Awalnya istilah dalam bahasa gaul itu adalah untuk
merahasiakan isi obrolan atau pembicaraan dalam komunitas tertentu, namun
karena sering juga digunakan di luar komunitas mereka, lama-lama istilah
tersebut menjadi bahasa sehari-hari. Bahasa gaul awalnya digunakan oleh para
preman yang kehidupanya dekat dengan kekerasan, narkoba, dan minuman keras. Istilah-
istilah baru, mereka ciptakan agar orang- orang di luar komunitas mereka tidak
mengerti. Salah satu kata yang terkenal pada zaman itu ialah kata “Nich yee”.
Kemudian bahasa gaul mulai berkembang hingga sekarang.
Waria
adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya
sehari-hari. Keberadaan waria telah tercatat lama dalam sejarah dan memiliki
posisi yang berbeda-beda dalam setiap masyarakat. Walaupun dapat terkait dengan
kondisi fisik seseorang, gejala waria adalah bagian dari aspek sosial
transgenderisme.
Seorang
laki-laki memilih menjadi waria dapat terkait dengan keadaan biologisnya
(hermafroditisme), orientasi seksual (homoseksualitas), maupun akibat kondisi
lingkungan pergaulan. Sebutan bencong juga dikenakan terhadap waria dan
bersifat negatif.
Waria
yang ada di jalan Sriwijaya merupakan kumpulan dari berbagai daerah yang
berlatar belakang berbeda, menurut penelitian penyebab utama seseorang menjadi
waria adalah faktor lingkungan. Sejak lahir, waria memang penuh dengan konflik.
Pada mulanya mereka dihadapkan pada dua pilihan, menjadi laki- laki atau
perempuan. Kedua pilihan ini tentu membawa konsekuensi masing- masing. Konflik
lain muncul ketika mereka bereda ditengah- tengah masyarakat di sekitarnya yang
penuh dengan norma- norma dan aturannya sendiri. Kehadiran mereka ditengah
masyarakat dianggap sebagai sampah masyarakat yang tidak memiliki hak dan
kewajiban yang sama sebagai mana layaknya manusia lainnya. Faktor ekonomi juga
sebagai pemicu, jadi para lelaki banyak yang berperan sebagai waria, hal ini
terjadi karena sulitnya mencari lapangan pekerjaan, demi mendapatkan
penghidupan yang layak mereka berani menyatakan diri sebagai waria dan
penampilan mereka dengan
berpakaian
menggunakan rok yang mencerminkan seorang wanita yang seutuhnya. Dengan adanya
latar belakang yang berbeda tersebut para waria yang ada di Stasiun Kota Baru
cenderung bekerja di salon, maupun memiliki salon. Maka dengan adanya latar
belakang di atas dapat di perjelas bahwa para waria yang berada di lokasi Stasiun
Kota Baru setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda dan mendominasi
bekerja di salon.
Waria
merupakan sekelompok bagian dari masyarakat yang mempunyai komunitas tersendiri
bagian dari masyarakat. Sesama waria dalam menggunakan bahasa tertentu dilihat
dari situasi tertentu yang disebut ragam bahasa. Perkembangan bahasa pada
kalangan Waria dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat tempat
mereka tinggal. Hal ini berarti sebuah proses pembentukan karakreristik yang
dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat di sekitar akan menjadi ciri khusus
dalam sebuah perilaku bahasa. Pembicaraan tentang ragam bahasa gaul biasanya
dikaitkan dengan masalah dialek. Kalau dialek berkenaan dengan bahasa yang
digunakan oleh siapa, dimana, dan kapan, maka ragam berkenaan dengan masalah
bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa. Dalam kehidupan modern ada kemungkinan
adanya seseorang yang hanya mengenal satu dialek, namun, pada umumnya dalam
masyarakat modern orang hidup dengan lebih dari satu dialek (regional maupun
sosial) dan menggeluti sejumlah ragam, sebab dalam masyarakat modern orang
sudah pasti berurusan dengan sejumlah kegiatan yang berbeda. Bahasa gaul
biasanya digunakan dalam suasana informal yang sifatnya menghibur, dan untuk
menjalin keakraban, karena suasana informal yang sifatnya menghibur, dan untuk
menjalin keakraban, karena terkesan kaku dan membuat suasana menjadi formal
yang cenderung melahirkan kejenuhan penyimak. Dalam kehidupan bermasyarakat
bahasa gaul juga sangat baik digunakan
selain praktis juga mudah dipahami. Khususnya remaja yang lebih sering menggunakan bahasa gaul misalnya kalimat “ya
iyalah, masa iya dong”, “masa sich” dan kalimat “secara
gituloh”. Pada kalimat tersebut terdapat penggunaan kata yang khas, yaitu iyalah,.
masa, secara, dong dan sebagainya. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis
tertarik untuk meneliti bahasa gaul pada kalangan waria si jalan Sriwijaya,Stasiun
Kota Baru Malang
1.2
Batasan Masalah
Mengingat
luasnya masalah perlu adanya pembatasan masalah. Penelitian ini dibatasi di
jalan Sriwijaya,stasiun kota baru. Adapun pertimbangan serta alasan penelitian
pada lokasi tersebut karena pertama; jalan Sriwijaya termasuk juga pusat komunitas para waria di
tempat tersebut para waria dalam berkomunikasi cenderung mengunakan bahasa gaul
terhadap komunitas tertentu pada kelompok mereka maupun pada orang lain, kedua;
lokasi tersebut sangat strategis untuk dijadikan sebagai tempat penelitian
serta bahasa yang digunakan kelompok mereka mendominasi bahasa waria. Ketiga;
pemilik serta pekerja salon yang ada di lokasi Stasiun Kota Baru mendominasi
para kalangan waria. Masalah dalam kajian penelitian ini berkaitan dengan
sosiolinguistik ragam bahasa, yaitu tempat, waktu, pengguna, situasi, dialek
yang dihubungkan dengan sapaan, status, dan penggunaan ragam bahasa yang
digunakan para waria. konteks dan situasi bahasa itu digunakan untuk apa, dalam
bidang apa, apa jalurnya, dan alatnya serta bagaimana situasi keformalannya di Stasiun
Kota Baru Malang. Kajian linguistik yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan
semantik. Semantik juga terbagi menjadi dua yaitu leksikal dan gramatikal.
Dengan demikian dengan adanya pembatasan masalah ini penelitian dapat lebih
terpusat pada tujuan yang ingin dicapai.Makan masalah dalam penelitian dibatasi
pada bahasa gaul tentang aspek semantik leksikal dan karekteristik bahasa gaul
pada kalangan waria di jalan Sriwijaya,stasiun kota baru Malang
1.3
Rumusan Masalah
Setelah
melakukan pembatasan masalah, maka selanjutnya perlu dilakukan rumusan masalah.
Berdasarkan batasan masalah di atas maka dalam penelitian ini masalah
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah deskripsi semantik bahasa gaul kalangan waria di Jalan sriwijaya, stasiun Kota Baru
Malang ?
2.
Bagaimanakah struktur leksikal bahasa gaul kalangan waria di Jalan sriwijaya, Stasiun Kota Baru Malang ?
3. Bagaimanakah karekteristik bahasa gaul di
kalangan waria di Jalan sriwijaya Stasiun Kota Baru Malang ?
1.4
Tujuan Penelitian
Waria
adalah manusia biasa yang juga menggunakan bahasa dalam kehidupannya sehari-
hari. Kemampuan para waria dalam hal menciptakan bahasa baru dalam bahasa
Indonesia merupakan sebuah fenomena yang cukup unik, karena setiap kata- kata
yang mereka ciptakan menjadi sebuah ragam bahasa yang unik untuk diteliti.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Mendeskripsikan semantik bahasa gaul di kalangan waria di jalan sriwijaya
Stasiun Kota Baru Malang
2.
Mendeskripsikan struktur leksikal bahasa gaul di kalangan waria di jalan
sriwijaya Stasiun Kota Baru Malang
3.
Mendeskripsikan karekteristik bahasa gaul di kalangan waria di jalan sriwijaya Stasiun Kota Baru Malang
1.5
Manfaat penelitian
1.5.1
Manfaat Teoretis
1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian teoretis yang
mendukung penelitian terdahulu dan
bermanfaat bagi ilmu sosiolinguistik, khususnya tentang penggunaan bahasa gaul
pada kalangan waria.
2.
Menambah khasanah kajian linguistik, khususnya aspek semantik leksikal.
1.5.2
Manfaat Praktis
1.
Penelitian ini diharapkan dapat lebih mengenal kelompok para waria yang hingga
dewasa ini belum dapat diterima
keberadaannya oleh masyarakat secara umum.
2.
Memperkaya khasanah penemuan tentang perkembangan bahasa gaul
khususnya di kalangan waria.
BAB
II KAJIAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini dipakai
seperangkat teori yang berhubungan dengan penelitian Penggunaan bahasa gaul
Dalam
tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang: (1) Definisi Waria (2) Definisi
Bahasa (3) Definisi bahasa gaul (4) Bagaimana dengan
munculnya slang (bahasa gaul/bahasa
prokem) di kalangan waria
2.1.1. Definisi waria
Definisi waria dalam Kamus Ilmiah
Populer adalah kependekan dari wanita pria, pria yang bertingkah laku serta
mempunyai perasaan seperti wanita. Huffman mengemukakan bahwa transeksualisme
adalah ketikaseseorang secara fisik memiliki jenis kelamin tertentu tetapi
secara psikologisberlawanan dan memiliki keingginan yang kuat untuk mengubah
seperti fisikjenis kelamin yang berlawanan dengan yang dimilikinya.Waria atau
Khuntsa menurut ahli bahasa arab seperti yang tersebutdalam kamus Munjid dan
kamus Al-Munawir, Khuntsa berasal dari katakhanitsa-khanatsan yaitu lemah dan
pecah. Khuntsa adalah orang yang lemahlembut, padanya sifat lelaki dan
perempuan.Menurut Muhammad Ali Ash-Shobuni dalam kitabnya Almawarits
FisSyariatil Islamiyah, disebut khuntsa karena ia dalam ucapan dan
suaranyalemah lembut seperti perempuan atau dalam tingkah lakunya, jalanya dan
cara
berpakaianya menyerupai gaya perempuan.2 Khuntsa menurut ulama samapendapatnya dalam mendefinisikan khuntsa, (menurut Ash-Shobuni).Secara medis jenis kelamin waria atau khuntsa dapat dibuktikanbahwa pada bagian luar tidak sama dengan bagian dalam, misalnya jenisbagian dalam adalah perempuan dan ada rahim, tetapi pada bagian luarberkelamin lelaki dan memiliki penis atau memiliki keduanya (penis dan vagina), ada juga yang memiliki kelamin bagian dalam lelaki, namun dibagianluar memiliki keduanya. Bahkan ada yang tidak memiliki alat kelamin samasekali, artinya seseorang itu tampak seperti perempuan tetapi tidak mempunyai lobang vagina dan hanya lobang kencing seperti lelaki tetapi tidak memiliki penis.Waria, Wadam, Banci, Bencong, atau Wandu adalah subutan untuk mendefinisikan laki-laki yang berpenampilan menyerupai perempuan. Secaraumum bisa diartikan bahwa waria adalah seorang individu yang secaralahiriyah dia terlahir dengan jenis kelamin laki-laki namun memilikikecenderungan sikap, sifat, kepribadian, dan hasrat seperti seorangperempuan, dan untuk memenuhi hasratnya sebagai seorang perempuan makadalam kehidupan sosialnya dia mengambil peran sebagai seorang perempuan, mulai dari cara berpakaian, cara berjalan, dan tingkah laku selayaknyaperempuan.4Waria merupakan salah satu dari jenis gangguan identitas jeniskelamin.
berpakaianya menyerupai gaya perempuan.2 Khuntsa menurut ulama samapendapatnya dalam mendefinisikan khuntsa, (menurut Ash-Shobuni).Secara medis jenis kelamin waria atau khuntsa dapat dibuktikanbahwa pada bagian luar tidak sama dengan bagian dalam, misalnya jenisbagian dalam adalah perempuan dan ada rahim, tetapi pada bagian luarberkelamin lelaki dan memiliki penis atau memiliki keduanya (penis dan vagina), ada juga yang memiliki kelamin bagian dalam lelaki, namun dibagianluar memiliki keduanya. Bahkan ada yang tidak memiliki alat kelamin samasekali, artinya seseorang itu tampak seperti perempuan tetapi tidak mempunyai lobang vagina dan hanya lobang kencing seperti lelaki tetapi tidak memiliki penis.Waria, Wadam, Banci, Bencong, atau Wandu adalah subutan untuk mendefinisikan laki-laki yang berpenampilan menyerupai perempuan. Secaraumum bisa diartikan bahwa waria adalah seorang individu yang secaralahiriyah dia terlahir dengan jenis kelamin laki-laki namun memilikikecenderungan sikap, sifat, kepribadian, dan hasrat seperti seorangperempuan, dan untuk memenuhi hasratnya sebagai seorang perempuan makadalam kehidupan sosialnya dia mengambil peran sebagai seorang perempuan, mulai dari cara berpakaian, cara berjalan, dan tingkah laku selayaknyaperempuan.4Waria merupakan salah satu dari jenis gangguan identitas jeniskelamin.
Cara pandang sebagian besar masyarakat
terhadap waria cenderung negative dan mengucilkan bahkan keluarga mereka
sendiri tidak menutup kemungkinan akan memperlakukan mereka seperti itu juga.
Akibatnyasebagian besar waria membentuk mekanisme pertahanan diri supaya
tetapsurvive tinggal dikeluarga ataupun di lingkungan masyarakat yang
menolakmereka baik secara langsung maupun tidak.Hampir semua orang mengenal
waria (wanita tapi pria), waria adalahindividu yang memiliki jenis kelamin
laki-laki tetapi perilaku dan berpakaianseperti layaknya seorang perempuan.
Waria merupakan kelompok minoritasdalam masyarakat, namun demikian jumlah waria
semakin bertambah,terutama di kota-kota besar.Bagi penulis waria merupakan
fenomena yang menarik untuk ditelitikarena dalam kenyataanya, tidak semua orang
dapat mengetahui secara pastidan memahami mengapa dan bagaimana perilaku waria
dapat terbentuk.Perilaku waria tidak dapat dijelaskan dalam diskripsi yang
sederhana. Konflikidentitas jenis kelamin yang dialami waria tersebut hanya
dapat dipahamimelalui kajian terhadap setiap tahap perkembangan dalam
kehidupanya. Setiap manusia atau individu akan selalu berkembang,
dariperkembangan itu individu-individu akan mengalami perubahan-perubahanbaik
fisik maupun psikologis. Salah satu aspek dalam diri manusia yangsangat penting
adalah peran jenis kelamin. Setiap individu diharapkandapatmemahami peran
sesuai dengan jenis kelaminya. Keberhasilan individu dalampembentukan identitas
jenis kelamin di tentukan oleh berhasi atau tidaknyaindividu tersebut dalam
menerima dan memahami peran jenis kelaminyamaka individu tersebut akan
mengalami konflik atau gangguan identitas jeniskelami
2.1.2.
Definisi bahasa
FERDINAND DE SAUSSURE
Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain
Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain
BLOCH & TRAGER
Bahasa adalah sebuah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama.
Bahasa adalah sebuah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama.
CARROL
Bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia
SUDARYONO
Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman.
2.1.3 Definisi bahasa gaul
Bahasa Gaul, Bahasa prokem merupakan bahasa pergaulan.
Bahasa ini kadang merupakan bahasa sandi, yang dipahamu oleh kalangan tertentu.
Bahasa ini konon dimulai dari golongan preman. Bahasa gaul adalah dialek
nonformal baik berupa slang atau prokem yang digunakan oleh kalangan tertentu,
bersifat sementara, hanya berupa variasi bahasa, penggunaannya meliputi:
kosakata, ungkapan, singkatan, intonasi, pelafalan, pola, konteks serta
distribusi.
Bahasa gaul pada umumnya digunakan sebagai sarana komunikasi
di antara remaja sekelompoknya selama kurun tertentu. Hal ini dikarenakan, setiap
komunitas memiliki bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana
komunikasi diperlukan oleh sebuah komunitas untuk menyampaikan hal-hal yang
dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat
mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik
antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga
dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan
mereka menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150).
Bahasa akan selalu berkembang sesuai dengan latar belakang
sosial budaya pemakainya, baik berdasarkan kondisi sosiologis maupun kondisi
psikologis dari penggunanya. Oleh karena itu, dikenal ada variasi atau ragam
bahasa pedagang, ragam bahasa waria dll.
Dewasa ini, bahasa prokem
tidak lagi menjadi bahasa “rahasia” melainkan menjadi bahasa gaul di suatu
daerah atau komunitas tertentu. Berikut beberapa bentuk bahasa gaul yang sering
ditemukan dalam percakapan sehari-hari;
1.
Word Clipping
Suatu kata dipendekkan
atau dipotong tanpa mengubah maknanya (misal: mike – microphone).
2.
Onomatopoeia
Peniruan suara (misal: bang, boom, kukuruyuk).
3.
Saying word from behind (malang’s prokem
language)
Mengucapkan kata dengan
membalikkan kata dari belakang ke depan (misal: ngalam – malang, uka – aku).
4.
Menambahkan ‘F’ atau ‘S’ pada setiap suku kata (misal: afakufu mafaufu
mafandifi – aku mau mandi)
5.
Bahasa gaul selebritis (misal: sutralah – sudahlah, gue – aku, macan tutul –
macet total, so what gitu lhoh)
6.
Bahasa gaul kaum waria (misal: akika atau ike – aku, HIV – Hasrat Ingin Pipis,
gaswat – gawat, makarena – makan)
2.1.4 Bagaimana dengan munculnya slang (bahasa gaul/bahasa prokem) di kalangan waria
Waria menggunakan bahasa slang
untuk kepentingan komunitas mereka. Alasan penggunaan bahasa slang adalah; agar komunikasi yang
terjalin tidak monoton, menambah selera humor, digunakan untuk mengolok-olok
dan menyindir seseorang, sebagai identitas suatu komunitas yang membedakan
dengan komunitas lain, mendekatkan hubungan antar individu dalam komunitas
sehingga komunikasi menjadi akrab, mudah dan nyaman.
Beberapa alasan yang dikemukakan di atas memberikan
sesuatu yang positif. Jadi tidak ada salahnya jika bahasa slang berkembang di
kalangan masyarakat khususnya waria
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian yang berjudul Ragam bahasa gaul di kalangan
waria di Stasiun kota baru Malang ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Metode ini menggambarkan secara objektif sejumlah fenomena yang ada dalam
kalangan waria penerapan metode deskriptif adalah agar mendapatkan data
deskripsi yang berupa kata-kata tertulis ataupun lisan (Moleong, 1987:17).
Menurut Moleong (1987:16-17) penggunaan deskriptif
kualitatif ini didasarkan pada (1) penyajian metode kualitatif secara langsung
hakekat penelitian dan objek penelitian, (2) metode deskriptif kualitatif lebih
mudah diterapkan dalam penelitian. (3)
metode deskriptif kualitatif masih dimungkinkan data kualitatif yang berfungsi
sebagai pelengkap, (4) metode kualitatif bersifat deskriptif, (5) metode
kualitatif dengan aturan (mengutamakan kealamiaan sumber data), (6) cara kerja
yang dipakai induktif,
3.2 Sumber Data dan Jenis Data
3.2.1 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu Kaum Waria yang
bertempat di Jalan Sriwijaya,Stasiun Kota Baru Malang
3.2.2 Data
Data dalam penelitian ini berupa:
Pendeskripsian ragam bahasa gaul yang biasa di pakai oleh
kaum waria di Jalan Sriwijaya,stasiun kota baru Malang.
3.2.3 Instrumen Penelitian
Instrument utama dalam
penelitian ini adalah peneliti. Alat yang digunakan yaitu catatan lapangan
untuk pengumpulan data selama proses observasi berlangsung.
3.4 Teknik Penelitian
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dokumentasi adalah suatu cara
untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini. Sehubungan
dengan penelitian ini data diperoleh dari sumber data yang dilakukan dengan
cara:
1.
Melakukan pendekatan lansung dengan para
kaum waria dan berusaha untuk melakukan sedikit interaksi guna menciptakan
suasana yang kondusif
2.
Mengamati dan mendata ujaran kaum waria
khususnya yang berkaitan dengan ragam bahasa gaul yang biasa di ujarkan oleh
kaum waria di Jalan sriwijaya,stasiun kota baru Malang
3.
Memperdalam wawasan peneliti dengan cara
membaca hasil dari penelitian yang suda ada untuk memperoleh gambaran yang
lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
3.4.2 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data merupakan upaya untuk mencari dan
menata secara sistematis catatan hasil pengamatan sehingga dapat menghasilkan pemahaman yang
tepat terhadap data tersebut.
Langkah-langkah dalam teknik pengolahan data dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi data dalam bentuk
dokumentasi
2.
Mengklasifikasikan masing-masing data
yang relevan sesuai dengan masalah yang
3.
Mendeskripsikan masing-masing data yang
telah diklasifikasikan sesuai dengan masalah yang diteliti.
3.4.3
Teknik Penyajian Data
a)
Reduksi
Data
penelitian membuat catatan yang
berisi pokok-pokok dalam pengamatan di lapangan. Catatan ini dibuat berdasarkan
apa yang dilihat, didengarkan dan dirasakan selama pengamatan. Setelah itu,
dibuat suatu catatan yang lengkap setiap kali selesai melakukan pengamatan,
yang disebut catatan lapangan.
b)
Sajian
Data
Informasi
yang telah diperoleh disusun sedemikian rupa sehingga memberi kemungkinan untuk
dilakukan penarikan kesimpulan.
c)
Mengambil Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil berdasarkan
data yang diperoleh harus diverifikasi terlebih dahulu.
3.4.4
Prosedur
Penelitian
Prosedur
penelitian ini melalui tiga tahap yaitu:
1.
Tahap Persiapan
a. Penentuan
judul penelitian
b. Menyusun
rancangan penelitian
c. Mengadakan
studi pustaka
2.
Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan
data
b. Pengolahan
data
c. Pendeskripsian
data
3.
Tahap Penyelesaian
a. Penulisan
laporan penelitian
b. Revisi
laporan penelitian
c. Penggandaan
laporan penelitian
OLEH
:
SAVERIANUS
S. ENDO
No comments:
Post a Comment