Artikel ini sengaja saya tulis karena tadi bangun tidur trus nonton TV, saya melihat berita para siswa dan siswi SMA pesta Miras untuk merayakan kelulusannya. bahkan tadi sempet browsing ada yang Pesta Seks. Entah apa yang ada di pikiran mereka. kalau menurut saya pribadi, para alumnus SMA tersebut sebenarnya adalah anak-anak yang kurang perhatian pas dia bersekolah dulu, entah itu perhatian dari Guru, Orang tua, dan Masyarakat umum. kekurang perhatian tersebut bisa terjadi karena ada beberapa faktor, antara lain :
- Siswa kurang berprestasi / siswa yang biasa-biasa saja
- Kekurang dekatan hubungan antara Guru dan Siswa
- Bisa juga karena faktor pendidikan orang tua menyebabkan minim pengetahuan pola prilaku anak sehingga anak jadi korbannya. Tanpa pengawasan dan perhatihan orang tua akhirnya seorang anak bebas melakukan apa saja.
jadi dengan melakukan kenakalan-kenakalan di atas tadi mereka merasa diperhatikan walaupun dengan citra negatif. dari permasalahan tadi, ada beberapa alternative solusi bisa ditawarkan; pertama, pendidikan keluarga pertama dan
utama. Pendidikan keluarga merupakan hal yang sangat peting karena
disinilah pondasi dasar karakter anak terbentuk. Kesibukan kerja, masalah
ekonomi bukan jadi alasan untuk tidak memperhatikan anak. Anak adalah amanah
yang sangat berat diberikan Tuhan. Jika anak menjadi tidak bermoral atau tidak
berahklak, maka orang tua dimentai pertanggung jawaban terlebih dahulu
di akhirat nanti. Orang tua harus ‘belajar’ mendidik seorang anak atau dikenal
dengan istilah ilmu parenting. Belajar disini bukan harus dimaknai dengan
sekolah dan membaca buku, tetapi belajar bisa dilakukan dengan cara memberikan
yang terbaik untuk calon generasi penerus.
Oleh karena itu, pola asuh zaman dulu, tidak bisa disamakan
dengan masa sekarang, problematika anak sangat beranekaragam, maka dituntut
menggunakan ‘jurus-jurus’ baru. Minimal yang dilakukan oleh orang tua
adalah memberikan tauladan yang baik terhadap anak, selalu mendo’akan anak
ketika sholat, dan memperhatikan pendidikan anak ketika mendapat tugas dari
sekolah.
Kedua, kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak keluarga.
Kerberhasilan dalam dunia pendidikan tidak bisa dibebankan oleh pihak sekolah
saja, tetapi perlu kerjasama dengan pihak keluarga dirumah. Karena waktu
di sekolah hanya kurang lebih delapan jam saja, selebihnya waktu yang lama
berada dirumah. Akan tetapi tetap tanggungjawab sekolah untuk mewujudkan
harapan orang tua. Program-program sekolah harus sinergi dengan program
di rumah. Di sekolah sudah ada komite sekolah, yang merupakan wakil wali murid
di sekolah, sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk melakukan mensinergikan program-program
di sekolah. Sayangnya di sekolah-sekolah kebanyakan komite sekolah hanya sebagai
’stempel’ untuk mencairkan sebuah dana dari lembaga tertentu.
Komite sekolah seharusnya menjadi pengawas dan control
terhadap pihak sekolah jika melakukan pelanggaran atau tidak melaksanakan
program sekolah. Peran dan fungsi komite sekolah saat ini bisa dikatakan nol.
Maka perlu di revitalisasi peran dan fungsi komite sekolah.
Ketiga, Peran dan fungsi guru dioptimalkan. Guru sebagai ujuk
tombak di lapangan dalam membentuk prilaku anak. Sebagus apapun program
mengatasi anak di sekolah, apabila tidak didukung dengan peran guru maka tidak
ada hasilnya. Saya ilustrasikan, Ibarat ada mobil yang bagus tapi tidak ada
yang menggerakan maka mobil tersebut akan mogok ditempat. Disinilah pentingnya
peran guru disekolah, selain mempunyai tugas untuk menstranfer ilmu pengetahuan
tetapi juga memiliki kewajiban untuk membentuk karakter anak.
Untuk membentuk karakter anak, maka guru-gurunya juga harus
berkarakter. Pribahasa orang jawa, guru itu digugu lan ditiru. Artinya bahwa
baik buruknya tingkah laku guru, secara tidak langsung akan dicontoh oleh
siswanya. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen bersama antara guru dan pengurus
sekolah. Untuk menyatukan satu komitmen antara guru dengan pengurus sekolah,
maka diperlukan keterbukaan, komunikasi yang itensif, persamaan visi bahwa
mencerdaskan dan membentuk ahklak anak adalah perbuatan yang yang mulia.
Keempat, Peran guru bimbingan konseling (BK). Guru Bimbingan
konseling (BK) di sekolah, yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari sisi
psikologi seorang anak, diharapkan mampu menyelesaikan persoalan anak secara
komperhensif. Jika terjadi pelanggaran maka tidak sepatutnya langsung dihukum
tetapi dicari akar masalahnya.
Dalam hal pelaksanaan sebuah aturan butuh ketegasan dan
kebijaksanaan. Bersikap tegas, Jika anak-anak yang melanggar kategori berat dan
sering melakukanya, maka diberikan sanksi atau hukuman sesuai dengan
perbuatanya. Dengan diberi sanksi biar anak jerah tidak mengulang perbuatan itu
lagi. Bersikap bijaksana, jika pelanggaran anak tidak terlalu berat, maka perlu
pembinaan oleh BK dalam prilaku sehari-harinya disekolah.
Memang harus kita menyadari bahwa tanggung jawab
mengatasi masalah di atas adalah tanggung jawab bersama. Baik orang tua,
sekolah, guru dan semua pihak yang peduli terhadap masalah anak.
No comments:
Post a Comment