Friday, June 24, 2011

FILSAFAT MANUSIA


FILSAFAT ILMU TANGGAL 6-12-2010
FILSAFAT MANUSIA
Dosen Pembina: Prof.Dr.Singgih Iswara.SH.MM.


OLEH:

NAMA: AGUS PRIYONO
NPM/ KELAS: 090401080002/ A












PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
DESEMBER 2010




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut yang menentukan manusia hakekat manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat dilihat dalam seting sejarah dan seting psikologis situasi emosional an intelektual yang melatarbelakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi trasendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam perfektif, ada yang mengatakan masnusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini dinyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik adalah pernyatakan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja. Manusia memang sebagai mahluk yang aneh dikarenakan disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia harus menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya.
Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan mengungguli mahluk yang lain. Manusai juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain).
Manusia dalam bermaian memiliki ciri khasnya dalam suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi lucu dan menyenangkan. Permaianan dalam sejarahnya juga digunakan untu memikat dewa-dewa dan bahkan ada suatu kebudayaan yang menganggap permainan sebagai ritus suci. (K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, 2005)
Marx menunjukan perbedaan antara manusia dengan binatang tentang kebutuhannya, binatang langsung menyatu dengan kegiatan hidupnya. Sedangkan manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek kehendak dan kesadarannya. Binatang berproduksi hanya apa yang ia butuhkan secara langsung bagi dirinya danketurunnya, sedangkan manusia berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik, ia baru produksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari kebutuhannya.
Manusia berhadapan bebas dari produknya dan binatang berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya, manusia berproduksi mnurut berbagai jenis dan ukuran dengan objek yang inheren, dikarenakan manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia dalam bekerja secara bebas dan universal, bebas I dapat bekerja meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh sebab itu menurut Marx manusia hnya terbuka pada nilai-nilai estetik dan hakekat perbedaan manusia dengan binatang adalah menunjukan hakekat bebas dan universal.(Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, 1999).
Antropologi adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia dan sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengan dinamika perubahan yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final dikarenakan realitas dalam keling manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya tidak berubah.(Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Manusia menurut Paulo Freire manusia merupakan satu-satunya mahluk yang memiliki hubungan dengan dunia. Manusia berbeda dari hewan yang tidak memiliki sejarah, dan hidup dalam masa kini yang kekal, yang mempunyai kontak tidak kritis dengan dunia, yang hanya berada dalam dunia. Manusi dibedakan dari hewan dikarenakan kemampuannya untuk melakukan refleksi (termasuk operasi-operasi intensionalitas, keterarahan, temporaritas dan trasendensi) yang menjadikan mahluk berelasi dikarenakan kapasitasnya untuk meyampaikan hubungan dengan dunia. Tindakan dan kesadaran manusia bersifat historis manusia membuat hubungan dengan dunianya bersifat epokal, yang menunjukan disini berhubungan disana, sekarang berhubungan masa lalu dan berhubungan dengan masa depan. manusia menciptakan sejarah juga sebaliknya manusia diciptakan oleh sejarah. (Denis Collin, Paulo Freire Kehidupan, Karya dan Pemikirannya, 2002).
Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok yang membentuknya, seperti dalam pandangan monoteisme, yang menccari unsur pokok yang menentujkan yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme, atau unsur rohani dalam pandangan spritualisme, atau dualisme yang memiliki pandangan yang menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling menafikan nyaitu materi dan rohani, nyakni pandangan pluralisme yang menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada dasarnya mencerminkan unsur yang ada dalam marco kosmos atau pandangan mono dualis yang menetapkan manusia pada kesatuannya dua unsur, ataukah mono pluralism yang meletakkan hakekat pada kesatuannya semua unsur yang membentuknya.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, muncul beberapa pertanyaan yang nantinya menjadi bahan dalam penjabaran makalah ini, yaitu :
  1. Apakah yang dimaksud dengan hakikat manusia itu ?
  2. Apakah yang dimaksud dengan Tinjauan kefilsafatan tentang manusia ?
  3. Apakah yang disebut manusia dalam multidimensi?
C. Tujuan
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan hakikat manusia, mengetahui tentang tinjauan filsafat tentang manusia dan manusia dalam multidimensi.



BAB II
KAJIAN TEORITIK
Beberapa Paham Tentang Manusia Pandangan tentang manusia di dalam pemikiran filsafat berkisar pada empat kelompok besar, yaitu :
a. Materialisme
b. Idealisme
c. Rasionalisme
d. Irrasionalisme
Materialisme telah diawali sejak filsafat Yunani yakni sejak munculnya filsuf alam Yunani, kemudian kaum Stoa dan Epikurisme. Paham ini mulai memuncak pada abad ke-19 di Eropa. Materialisme ekstrim memandang bahwa manusia terdiri dari materi belaka.
Seorang tokoh filsafat alam (Anaximandros) memberikan pandangan tentang manusia. Anaximandros mengatakan tidak mungkin manusia pertama timbul dari air dalam rupa anak bayi. Anaximandros beranggapan bahwa manusia-manusia pertama tubuh di dalam badan seekor ikan, kemudian bilamana manusia-manusia pertama mampu memelihara hidupnya sendiri, mereka dilemparkan di atas daratan. Ia mendasari anggapannya atas observasi (walaupun tidak tepat) pada seekor ikan hiu (gaelus levis) di laut Yunani.
Pandangan Lemettrie (1709-1751) sebagai pelopor materialisme menyebutkan bahwa manusia tidak lain adalah binatang, binatang tak berjiwa, material belaka, jadi manusia pun material belaka. Kesimpulannya : bahan bergerak sendiri, adapun yang disebut orang sebagai pikiran itupun merupakan sifat material, terutama kerja atau tindakan otak. Dalam gerak-geriknya manusia itu sungguh-sungguh seperti mesin. Materialisme ini dalam antropologia disebut materialisme ekstrim, karena aliran ini mengingkari kerohanian dalam bentuk apapun juga, malahan mengingkari adanya pendorong hidup.
Kebalikan dari meterialisme adalah idealisme. Dalam pandangan ini semuanya membedakan manusia dari binatang ; bukanlah manusia itu material belaka. Meskipun diakui juga, bahwa manusia ada samanya juga dengan binatang jadi manusia pun mempunyai kebinatangan tetapi dalam pada itu adalah bedanya yang mengkhususkan dia, yang sama sekali melainkan dia dari binatang. Kelainan ini bukanlah perbedaan tingkatan saja, melainkan mengenai jenisnya istimewa: kemanusiaannya.
Dalam idealisme terdapat beberapa corak, yaitu : idealisme etis, idealisme estetik ; dan idealisme hegel. Adapun paham rasionalisme dan irrasionalisme bukanlah paham yang saling bertentangan seperti paham materalisme dan idealisme. Pelopor rasionalisme adalah Rene Descartes yang menyatakan bahwa manusia terdiri dari jasmaninya dengan keluasannya (extensio) serta budidan kesadarannya. Sedangkan yang dimaksud dengan pandangan manusia yang irrasionalistis ialah pandangan-pandangan :
a. Yang mengingkari adanya rasio;
b. Yang kurang menggunakan rasio walaupun tidak mengingkarinya
c. Terutama pandangan yang mencoba mendekati manusia dari lain pihak serta, kalau dapat dari keseluruhan pribadinya.
Teranglah bahwa penggolongan filsafat manusia dalam rasionalisme-irrasionalisme bukanlah penggolongannya yang lain sekali dari penggolongan : idealisme-materialisme : ini hanya pandangan dari sudut lain. Dengan demikian semua aliran materialisme harus dimasukkan kedalam aliran irrasionalisme.
Metode Filsafat bersifat interogatif. Ia mengajukan persoalan-persoalan dan mempertanyakan apa yang tampak sebagai sudah jelas. Ilmu pengetahuan mengemukakan pertanyaan. Filsuf memberikan pertanyaan ke jantung hal-hal atau sampai ke akar persoalan. Metodenya bersifat diagonal atau menurut ungkapan dialektik. Plato melalui diskusi antara guru dan murid kemudian dikemukaan persoalan yang setapak demi setapak demi mencapai pemecahan. Dialektik merupakan hasil pengumpulan, penjumlahan, dan penilaian kritik dari semua opini yang didapatkan dari sesuatu masalah yang telah dikemukaan. Aristoteles selalu memulai dulu dengan mengemukaan apa yang telah dia katakan tentang masalah oleh para pendahulunya. Pada Hegel, dialektik menjadi cara yang mulai dengan memperlawankan dua ide yang saling bertentangan lalu mendamaikan mereka dengan unsur ketiga yang mengandung kedua ide itu dan merupakan sintesis daripadanya. Metode filsuf pada aliran Descartes disebut aliran filsafat bersifat refleksif. Sang filsuf hendaknya penuh perhatian terhadap gejala-gejala terutama dalam arti luas sebab ia berpendapat bahwa sang filsuf hendaknya penuh perhatian terhadap gejala-gejala. Mulai dari Husserl di Jerman, metode filsaat diklasifikasikan fenomologis. Filsafat ingin menjelaskan gejala-gejala secara objektif mungkin menurut bagaimana gejala itu menampilkan diri terhadap kesadaran.
Keberadaan Manusia mampu mengetahui dirinya dengan kemampuan berpikir yang ada pada dirinya. Manusia menghasilkan pertanyaan tentang segala sesuatu. Filsafat lahir karena berbagai pertanyaan yang diajukan oleh manusia. Ketika Manusia mulai menanyakan keberadaan dirinya, filsafat manusia lahir dan mempertanyakan, “siapakah Kamu Manusia?” Manusia bisa memikirkan dirinya, tapi apakah tujuan pertanyaan yang diajukannya. Keberadaan dirinya diantara yang lain yang membuat menusia perlu mendefinisikan keberadaan dirinya.
Apabila pernyataan bahwa manusia dapat mengatur dirinya untuk dapat membedakan apa yang baik dan buruk baginya yang harus diperoleh dari hakikat diri manusia. Hakikat diri manusia tidak akan muncul ketika tidak terdapat pembanding diluar dirinya. Sesuatu yang baik dan buruk pada manusia menunjukkan dirinya ada dinilai diantara keberadaan yang lain.
BAB III
PEMBAHASAN
Hakekat manusia
Masalah manusia adalah terpenting dari semua masalah. Peradaban hari ini didasarkan atas humanisme, martabat manusia serta pemujaan terhadap manusia. Ada pendapat bahwa agama telah menghancurkan kepribadian manusia serta telah memaksa mengorbankan dirinya demi tuhan. Agama telah memamaksa ketika berhadapan dengan kehendak Tuhan maka manusia tidak berkuasa. (Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001).
Bagi Iqbal ego adalah bersifat bebas unifed dan immoratal dengan dapat diketahui secara pasti tidak sekedar pengandaian logis. Pendapat tersebut adalah membantah tesis yang dikemukanakn oleh Kant yang mengatakan bahwa diri bebas dan immortal tidak ditemukan dalam pengalaman konkit namun secara logis harus dapat dijatikan postulas bagi kepentingan moral. Hal ini dikarenakan moral manusia tidak masuk akal bila kehidupan manusia yang tidak bebas dan tidak kelanjutan kehidupannya setelah mati. Iqbal memaparkan pemikiran ego terbagi menjadi tiga macam pantheisme, empirisme dan rasionalisme. Pantheisme memandang ego manusia sebagai non eksistensi dimana eksistensi sebenarnya adalah ego absolut. Tetapi bagi Iqabal bahwa ego manusia adalah nyata, hal tersebut dikarenakan manusia berfikir dan manusia bertindak membuktikan bahwa aku ada.
Empirisme memandang ego sebagai poros pengalaman-pengalaman yang silih berganti dan sekedar penanaman yang real adalah pengalaman. Benak manusia dalam pandangan ini adalah bagaikan pangging teater bagai pengalaman yang silih berganti. Iqbal menolak empirisme orang yang tidak dapat menyangkal tentang yang menyatukan pengalaman. Iqbal juga menolak rasionalisme ego yang diperoleh memlalui penalaran dubium methodicum (semuanya bisa diragukan kecuali aku sedang ragu-ragu karena meragukan berarti mempertegas keberadaannya). Ego yang bebas, terpusat juga dapat diketahui dengan menggunakan intuisi. Menurut Iqbal aktivitas ego pada dasarnya adalah berupa aktivitas kehendak. Baginya hidup adalah kehendak kreatif yang bertujuan yang bergearak pada satu arah. Kehendak itu harus memiliki tujuan agar dapat makan kehendak tidak sirna. Tujuan tersebut tidak ditetapakan oleh hukum-hukum sejarah dan takdir dikarenakan manusia kehendak bebas dan berkreatif. (Donny Grahal Adian, Matinya Metafisika Barat, 2001)
Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, keakuan, diri, ego dimana pada tahap ini semua unsur membentuk keatuan diri yang aktual, kekinian dan dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik yang bearada dalam perbuatan dan amalnya. Secara subtansial dan moral manusia lebih jelek dari pada iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik karena manusia memiliki kemampuan kreatif. Tahapan nafs hakekat manusia ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada kotauhid hakekat manusai dan fungsinya manusia sebagai ‘adb dan khalifah dan kekasatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh yang membentuk pada tahapan nafs secara aktual. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Bagi Freire dalam memahami hakekat manusia dan kesadarannya tidak dapat dilepaskan dengan dunianya. Hubungan manusia harus dan selalu dikaitkan dengan dunia dimana ia berada. Dunia bagi manusia adalah bersifat tersendiri, dikarenakan manusia dapat mempersepsinya kenyataan diluar dirinya sekaligus mempersepsikan keberadaan didalam dirinya sendiri. Manusia dalam kehadirannya tidak pernah terpisah dari dunidan hungungganya dengan dunia manusia bersifat unik. Status unik manusia dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasistasnya dapat mengetahui, mengetahui merupakan tindakan yang mencerminkan orientasi manusia terhdap dunia. Dari sini memunculkan kesadaran atau tindakan otentik, dikarenakan kesadaran merupakan penjelasnan eksistensi penjelasan manusia didunia. Orientasi dunia yang terpuasat oleh releksi kritiuas serta kemapuan pemikiran adalah proses mengetahui dan memahami. Dari sini manusia sebagaiu suatu proses dan ia adalah mahluk sejarah yang terikat dalam ruang dan waktu. Manusia memiliki kemapuan dan harus bangkit dan terlibat dalam proses sejarah dengan cara untuk menjadi lebih. (Siti Murtiningsih, Pendidikan sebagai Alat Perlawanan, 2004)
Tinjauan kefilsafatan tentang manusia
Menurut tinjauan kefilsafatan manusia adalah makhluk yang bertanya, dalam hal ini manusia sebagai makhluk yang mempertanyakan dirinya sendiri dan keberadaannya. Dalam hal ini manusia mulai tahu keberadaannya dan menyadari bahwa dirinya adalah penanya.
Apabila ditinjau dari segi dayanya, maka jelaslah manusia memiliki dua macam daya. Disatu pihak manusia memiliki daya untuk mengenal dunia rohani, yang nous, suatu daya intuitip, yang kerena kerjasama dengan akal menjadikan manusia dapat memikirkan serta membicarakan hal-hal yang rohani. Di lain pihak manusia memiliki daya pengamatan (aisthesis), yang karena pengamatan yang langsung yang disertai dengan daya penggambaran atau penggagasan menjadikan manusia memiliki pengetahuan yang berdasarkan pengamatan.
Manusia terdiri dari jiwa dan tubuh, yang keduanya dapat berdiri sendiri-sendiri. Jiwa berada dalam tubuh seperti terkurung dalam penjara dan hanya kematian yang dapat melepaskan belenggu tersebut.
Tujuan kefilsafatan manusia diatas menitik beratkan pada dayanya, manusia sebagai idea, yaitu sebagai manusia yang tak bertubuh. Telah ada kekal sejak logos, jiwa dibedakan antara jiwa sebagai kekuatan hidup (psuke) dan jiwa sebagai kekuatan akali (nous, dianoia, psuke logike). Jiwa sebagai kekuatan hidup berada dalam darah dan tidak dapat binasa. Jiwa yang besifat akali ayau nous lebih tinggi tingkatannya karena merupakan jiwa yang bersifat ilahi. Sebelum manusia dilahirkan jiwa ini sudah ada jiwa ini tidak dapat binasa. Ia memasuki tubuh dari luar. Di dalam tubuh jiwa itu dipenjara. Karena itu hidup di dunia ini adalah kejahatan. Kematian merupakan wujud suatu kebebasan, dimana manusia orang dibangkitkan kepada hidup yang sejati dan kepada kebebasan.
Berdasarkan pandangan di atas tujuan hidup manusia ialah menjadi sama dengan ALLAH. Adapun yang menuju kepada ALLAH itu melalui pengetahuan. Supaya orang dapat mendapat pengetahuan diperlukan logos, sebab logos merupakan sumber segala pengetahuan. Agar manusia dapat menerima daya kerja logos ia harus menjauhkan diri dari dunia dan dari segala nafsu.
Kebajikan diungkapkan dalam tiga tingkatan, yaitu :
A) Aphateia (tiada perasaan) di man orang melepaskan diri dari segala hawa nafsu dan dari segala yang bersifat badani
B) Kebijaksanaan, adalah suatu karunia Ilahi, yang diarahkan kepada yang susila atau kesalahan
C) Ekstase, yaitu menenggelamkan diri kedalam yang ilahi.
Pemikiran Philo besar sekali pengaruhnya terhadap pemikiran filsafat berikutnya terutama yang menyangkut masalah manusia. Hal ini dapat dilihat dalam pemikiran Plotinos yang menegaskan bahwa tujuan hidup manusia adalah dipersatukannya kembali manusia dengan “yang Ilahi“. Menurut Plotinos jalan kembali manusia terdiri dari tiga tahap, yaitu melakukan kebajikan umum, berfilsafat dan mistik. Di dalam diri Plotinus pemikiran Yunani sampai kepada ajaran tentang mistik.
Philo maupun Plotinus telah meletakkan dasar-dasar pemikiran tentang manusia secara kefilsafatan yang berdampingan daengan pandangan agama (theology).
Manusia Dalam Multi Dimensi
Menurut Fichte manusia secara prinsipil adalah makhluk yang bersifat moral yang di dalamnya mengandung suatu usaha. Di sinilah manusia perlu menerima dunia di luar dirinya. Sikap seperti ini dapat menjadikan manusia menyadari dirinya sendiri dan usaha untuk membatasi dirinya sendiri dari masyarakat luas.
Hakikat pemikiran para filsuf tentang manusia pada umumnya mengacau kepada hakikat manusia itu sendiri. Menurut Kierkegaard, pertama-tama yang penting bagi manusia adalah keadaannya sendiri atau eksistensinya sendiri. Akan tetapi eksistensi manusia bukanlah suatu “ada” melainkan suatu “menjadi”, yang mengandung di dalamnya suatu perpindahan, yaitu perpindahan dari “kemungkinan” ke “kenyataan”. Eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan.














BAB IV
PENUTUP
A,Kesimpulan
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut yang menentukan manusia hakekat manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk yang lain.
Menurut tinjauan kefilsafatan manusia adalah makhluk yang bertanya, dalam hal ini manusia sebagai makhluk yang mempertanyakan dirinya sendiri dan keberadaannya. Dalam hal ini manusia mulai tahu keberadaannya dan menyadari bahwa dirinya adalah penanya.

B. Saran
Adapun saran yang diberikan oleh penulis adalah :
  1. Untuk memperdalam pengetahuan tentang manusia ini sangat penting untuk kita kaji agar kita mengetahui tentang siapakah manusia itu dan memahami tentang kebenaran tentang manusia.
  2. Dalam mata kuliah Filsafat Ilmu, disarankan agar teman-teman melakukan diskusi, agar dapat menambah pengetahuan dan jangan membahas tentang filsafat ilmu saja melainkan mengkaji hal lain yang berhubungan dengan kehidupan.


DAFTAR PUSTAKA
http://makmum-anshory.blogspot.com/2009/06/filsafat-manusia.html




No comments: