I. HAKIKAT MENULIS
Konsep Menulis
Menulis adalah kegiatan penyampaian pesan (gagasan, perasaan, atau informasi) secara tertulis kepada pihak lain. Dalam kegiatan berbahasa menulis melibatkan empat unsur, yaitu penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, medium tulisan, serta pembaca sebagai penerima pesan. Kegiatan menulis sebagai sebuah perilaku berbahasa memiliki fungsi dan tujuan: personal, interaksional, informatif, instrumental, heuristik, dan estetis.
Sebagai salah satu aspek dari keterampilan berbahasa, menulis atau mengarang merupakan kegiatan yang kompleks. Kompleksitas menulis terletak pada tuntutan kemampuan untuk menata dan mengorganisasikan ide secara runtut dan logis, serta menyajikannya dalam ragam bahasa tulis dan kaidah penulisan lainnya. Akan tetapi, di balik kerumitannya, menulis menjanjikan manfaat yang begitu besar dalam membantu pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, kepercayaan diri dan keberanian, serta kebiasaan dan kemampuan dalam menemukan, mengumpulkan, mengolah, dan menata informasi.
Sayangnya, tidak banyak orang yang suka menulis. Di antara penyebabnya ialah karena orang merasa tidak berbakat serta tidak tahu bagaimana dan untuk apa menulis. Alasan itu sebenarnya tak terlepas dari pengalaman belajar yang dialaminya di sekolah. Lemahnya guru, kurangnya model, dan kekeliruan dalam belajar menulis yang melahirkan mitos-mitos tentang menulis, memperparah keengganan orang untuk menulis.
Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa tak dapat dilepaskan dari aspek-aspek keterampilan berbahasa lainnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi. Pengalaman dan masukan yang diperoleh dari menyimak, berbicara, dan membaca, akan memberikan kontribusi berharga dalam menulis. Begitu pula sebaliknya, apa yang diperoleh dari menulis akan berpengaruh pula terhadap ketiga corak kemampuan berbahasa lainnya. Namun demikian, menulis memiliki karakter khas yang membedakannya dari yang lainnya. Sifat aktif, produktif, dan tulis dalam menulis, memberikannya ciri khusus dalam hal kecaraan, medium, dan ragam bahasa yang digunakannya.
Sayangnya, tidak banyak orang yang suka menulis. Di antara penyebabnya ialah karena orang merasa tidak berbakat serta tidak tahu bagaimana dan untuk apa menulis. Alasan itu sebenarnya tak terlepas dari pengalaman belajar yang dialaminya di sekolah. Lemahnya guru, kurangnya model, dan kekeliruan dalam belajar menulis yang melahirkan mitos-mitos tentang menulis, memperparah keengganan orang untuk menulis.
Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa tak dapat dilepaskan dari aspek-aspek keterampilan berbahasa lainnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi. Pengalaman dan masukan yang diperoleh dari menyimak, berbicara, dan membaca, akan memberikan kontribusi berharga dalam menulis. Begitu pula sebaliknya, apa yang diperoleh dari menulis akan berpengaruh pula terhadap ketiga corak kemampuan berbahasa lainnya. Namun demikian, menulis memiliki karakter khas yang membedakannya dari yang lainnya. Sifat aktif, produktif, dan tulis dalam menulis, memberikannya ciri khusus dalam hal kecaraan, medium, dan ragam bahasa yang digunakannya.
Menulis sebagai Proses
Banyak pendapat yang berkaitan dengan belajar-mengajar menulis atau mengarang, seperti yang diungkapkan oleh pendekatan formal, pendekatan gramatikal, pendekatan frekuensi, dan pendekatan koreksi. Pendekatan-pendekatan itu tidak sepenuhnya salah, tetapi sayangnya tidak menyentuh proses menulisnya itu sendiri.
Sebagai proses, menulis melibatkan serangkaian kegiatan yang terdiri atas tahap prapenulisan, penulisan, dan pascapenulisan. Fase prapenulisan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan sebuah tulisan. Di dalamnya terdiri dari kegiatan memilih topik, tujuan, dan sasaran karangan, mengumpulkan bahan, serta menyusun kerangka karangan. Berdasarkan kerangka karangan kemudian dilakukan pengembangan butir demi butir atau ide demi ide ke dalam sebuah tulisan yang runtut, logis, dan enak dibaca. Itulah fase penulisan. Selanjutnya, ketika buram (draf) karangan selesai, dilakukan penyuntingan dan perbaikan. Itulah fase pascapenulisan, yang mungkin dilakukan berkali-kali untuk memperoleh sebuah karangan yang sesuai dengan harapan penulisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Barrs, M. (1983). The New Ortodoxy about Writing: Confusing Process and Pedagogy. Dalam Language Arts, 60, 7, hal. 839.
Connors, R. dan Glen, C. (1992). The St. Martin’s Guide to Teaching Writing. Edisi II. New York: St Martin’s Press.
Cunningham, P.M., dkk. (1995). Reading and Writing in The Elementary Classroom: Strategies and Observations. Edisi III. New York: Longman.
Goodman, K.S., dkk. (1987). Language Thinking in School: A Whole Language Curriculum. New York: Richard C. Owens.
Graves, D.H. (1978). Balance the Basic: Let Them Write. New York: Ford Foundation.
Keraf, G. (1984). Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran. Ende-Flores: Nusa Indah.
McMahan, E., Day, S., dan Funk, R. (1993). Literature and the Writing Process. New York: McMillan.
Moeliono, A.M. (1989). Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Gramedia.
Proet, J. Dan Gill, K. (1986). The Writing Process in Action: A Handbook for Teachers. Illinois: NCTE.
Smith, F. (1981). Myths of Writing. Dalam Language Arts, 58, 7, hal. 792-798.
Tarigan, H.G. (1986). Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Templeton, S. (1981). Teaching the Integrated Language Arts. New Jersey: Houghton Mifflin.
Tompkins, G.E. dan Hoskisson, K. (1995). Language Arts: Content and Teaching Strategies. Ohio: Prentice Hall.
II. JENIS-JENIS TULISAN
Sebagai proses, menulis melibatkan serangkaian kegiatan yang terdiri atas tahap prapenulisan, penulisan, dan pascapenulisan. Fase prapenulisan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan sebuah tulisan. Di dalamnya terdiri dari kegiatan memilih topik, tujuan, dan sasaran karangan, mengumpulkan bahan, serta menyusun kerangka karangan. Berdasarkan kerangka karangan kemudian dilakukan pengembangan butir demi butir atau ide demi ide ke dalam sebuah tulisan yang runtut, logis, dan enak dibaca. Itulah fase penulisan. Selanjutnya, ketika buram (draf) karangan selesai, dilakukan penyuntingan dan perbaikan. Itulah fase pascapenulisan, yang mungkin dilakukan berkali-kali untuk memperoleh sebuah karangan yang sesuai dengan harapan penulisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Barrs, M. (1983). The New Ortodoxy about Writing: Confusing Process and Pedagogy. Dalam Language Arts, 60, 7, hal. 839.
Connors, R. dan Glen, C. (1992). The St. Martin’s Guide to Teaching Writing. Edisi II. New York: St Martin’s Press.
Cunningham, P.M., dkk. (1995). Reading and Writing in The Elementary Classroom: Strategies and Observations. Edisi III. New York: Longman.
Goodman, K.S., dkk. (1987). Language Thinking in School: A Whole Language Curriculum. New York: Richard C. Owens.
Graves, D.H. (1978). Balance the Basic: Let Them Write. New York: Ford Foundation.
Keraf, G. (1984). Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran. Ende-Flores: Nusa Indah.
McMahan, E., Day, S., dan Funk, R. (1993). Literature and the Writing Process. New York: McMillan.
Moeliono, A.M. (1989). Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Gramedia.
Proet, J. Dan Gill, K. (1986). The Writing Process in Action: A Handbook for Teachers. Illinois: NCTE.
Smith, F. (1981). Myths of Writing. Dalam Language Arts, 58, 7, hal. 792-798.
Tarigan, H.G. (1986). Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Templeton, S. (1981). Teaching the Integrated Language Arts. New Jersey: Houghton Mifflin.
Tompkins, G.E. dan Hoskisson, K. (1995). Language Arts: Content and Teaching Strategies. Ohio: Prentice Hall.
II. JENIS-JENIS TULISAN
Surat
Kata ‘surat’ berarti kertas yang ditulis atau dengan kata lain surat adalah kertas yang berisi tulisan. Jika kita berbicara tentang tulisan maka kaitannya adalah dengan bahasa. Bahasa pada hakikatnya adalah alat komunikasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang membuat atau menulis surat dengan tujuan mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain. Secara garis besar surat dapat dikelompokkan menjadi surat pribadi, surat dinas, dan surat yang dibuat untuk kepentingan sosial.
Surat lamaran sebenarnya merupakan salah satu surat pribadi hanya surat ini memiliki tujuan khusus yaitu untuk memperoleh suatu pekerjaan. Surat dinas merupakan surat resmi yang digunakan oleh suatu instansi untuk kepentingan administrasi baik pemerintahan maupun swasta. Dari segi bahasa surat dinas memiliki empat ciri yakni (a) bahasa yang jelas artinya, bahasa yang digunakan tidak memberikan peluang untuk ditafsirkan secara berbeda oleh si penerima surat; (b) bahasa yang lugas dan singkat artinya, bahasa yang digunakan langsung tertuju pada persoalan yang ingin dikemukakan sehingga tidak berbelit-belit; (c) ba-hasa yang santun artinya, bahasa yang digunakan menunjukkan rasa hormat dan penghargaan yang wajar kepada si penerima surat; (d) ba-hasa yang resmi artinya, bahasa yang digunakan mengikuti kaidah baku bahasa Indonesia yang tercermin dari pilihan kata, ejaan, dan struktur kalimat yang digunakan. Surat niaga merupakan salah satu jenis surat dinas, tepatnya surat dinas yang digunakan dalam instansi swasta yaitu pada perusahaan-perusahaan atau badan usaha.
Pengumuman dan Iklan
Surat lamaran sebenarnya merupakan salah satu surat pribadi hanya surat ini memiliki tujuan khusus yaitu untuk memperoleh suatu pekerjaan. Surat dinas merupakan surat resmi yang digunakan oleh suatu instansi untuk kepentingan administrasi baik pemerintahan maupun swasta. Dari segi bahasa surat dinas memiliki empat ciri yakni (a) bahasa yang jelas artinya, bahasa yang digunakan tidak memberikan peluang untuk ditafsirkan secara berbeda oleh si penerima surat; (b) bahasa yang lugas dan singkat artinya, bahasa yang digunakan langsung tertuju pada persoalan yang ingin dikemukakan sehingga tidak berbelit-belit; (c) ba-hasa yang santun artinya, bahasa yang digunakan menunjukkan rasa hormat dan penghargaan yang wajar kepada si penerima surat; (d) ba-hasa yang resmi artinya, bahasa yang digunakan mengikuti kaidah baku bahasa Indonesia yang tercermin dari pilihan kata, ejaan, dan struktur kalimat yang digunakan. Surat niaga merupakan salah satu jenis surat dinas, tepatnya surat dinas yang digunakan dalam instansi swasta yaitu pada perusahaan-perusahaan atau badan usaha.
Pengumuman dan Iklan
Iklan setidaknya memiliki dua pengertian. Pertama, iklan adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan. Kedua, iklan adalah pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, di pasang di media massa, seperti di surat kabar dan majalah, atau di tempat-tempat umum.
Elemen-elemen yang terdapat dalam iklan, menurut Freud D. White, terdiri atas tiga hal yang berfungsi saling menguatkan, yakni tema, ilustrasi, serta naskah dan logo. Sebagaimana dalam wacana, tema memiliki peran yang strategis dalam menyuarakan isi pesan sekaligus menampilkan daya tarik terhadap suatu kepentingan dasar pembaca setelah menyajikan pesan sumber.
Terdapat beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi agar sebuah iklan dapat menarik pembaca atau calon konsumen yaitu, berbentuk pemberitahuan tentang barang dan jasa; menggunakan metode yang dapat memotivasi; dipasang pada media yang sesuai; menggunakan bahasa yang persuasif dan ilustrasi yang menarik.
Naskah
Elemen-elemen yang terdapat dalam iklan, menurut Freud D. White, terdiri atas tiga hal yang berfungsi saling menguatkan, yakni tema, ilustrasi, serta naskah dan logo. Sebagaimana dalam wacana, tema memiliki peran yang strategis dalam menyuarakan isi pesan sekaligus menampilkan daya tarik terhadap suatu kepentingan dasar pembaca setelah menyajikan pesan sumber.
Terdapat beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi agar sebuah iklan dapat menarik pembaca atau calon konsumen yaitu, berbentuk pemberitahuan tentang barang dan jasa; menggunakan metode yang dapat memotivasi; dipasang pada media yang sesuai; menggunakan bahasa yang persuasif dan ilustrasi yang menarik.
Naskah
Kata naskah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai (1) karangan yang masih ditulis tangan; (2) karangan seseorang yang belum diterbitkan; (3) bahan-bahan berita yang siap untuk diset; (4) ran-cangan.
Naskah dapat berupa karya sastra yang masih dalam tulisan tangan, dalam hal ini adalah karya-karya sastra lama. Karya-karya sastra lama sebelum abad 19 pada umumnya ditulis tangan dengan menggunakan wadah daun lontar dan sejenisnya, kulit kayu, dan kulit binatang yang dipilih dan memiliki ketahanan bila disimpan dalam waktu yang cukup lama. Setelah kertas datang dan para penulis mengenal kertas sebagai wadah tulisan, baru kemudian para sastrawan menuliskan karya-karyanya di atas kertas.
Selain pada sastra lama, digunakan pula istilah naskah pada satu genre sastra yaitu drama. Naskah drama digunakan sebagai bahan latihan sebuah kelompok teater. Sejenis dengan naskah drama terdapat naskah film, sinetron, dan televisi yang fungsinya sama dengan naskah drama.
Pengertian lain mengatakan bahwa naskah adalah karangan yang belum diterbitkan. Contoh untuk memahami definisi ini adalah bahan sebuah buku yang masih dalam proses untuk diterbitkan. Artinya, bahan buku tersebut masih ditelaah, diedit atau disunting. Bahan buku yang masih dalam proses ini (pengolahan) disebut juga naskah.
Jenis naskah yang lain adalah naskah berita. Naskah berita berisi informasi yang akan disusun menjadi berita yang akan diterbitkan di surat kabar. Masih berkaitan dengan informasi yang ditulis dan bertujuan untuk diberitahukan kepada khalayak, baik secara tertulis yang berupa selebaran, maupun secara lisan yang berupa ceramah atau pidato juga disebut sebagai naskah. Jenis naskah seperti ini disebut sebagai naskah pengumuman dan naskah pidato.
Karangan
Naskah dapat berupa karya sastra yang masih dalam tulisan tangan, dalam hal ini adalah karya-karya sastra lama. Karya-karya sastra lama sebelum abad 19 pada umumnya ditulis tangan dengan menggunakan wadah daun lontar dan sejenisnya, kulit kayu, dan kulit binatang yang dipilih dan memiliki ketahanan bila disimpan dalam waktu yang cukup lama. Setelah kertas datang dan para penulis mengenal kertas sebagai wadah tulisan, baru kemudian para sastrawan menuliskan karya-karyanya di atas kertas.
Selain pada sastra lama, digunakan pula istilah naskah pada satu genre sastra yaitu drama. Naskah drama digunakan sebagai bahan latihan sebuah kelompok teater. Sejenis dengan naskah drama terdapat naskah film, sinetron, dan televisi yang fungsinya sama dengan naskah drama.
Pengertian lain mengatakan bahwa naskah adalah karangan yang belum diterbitkan. Contoh untuk memahami definisi ini adalah bahan sebuah buku yang masih dalam proses untuk diterbitkan. Artinya, bahan buku tersebut masih ditelaah, diedit atau disunting. Bahan buku yang masih dalam proses ini (pengolahan) disebut juga naskah.
Jenis naskah yang lain adalah naskah berita. Naskah berita berisi informasi yang akan disusun menjadi berita yang akan diterbitkan di surat kabar. Masih berkaitan dengan informasi yang ditulis dan bertujuan untuk diberitahukan kepada khalayak, baik secara tertulis yang berupa selebaran, maupun secara lisan yang berupa ceramah atau pidato juga disebut sebagai naskah. Jenis naskah seperti ini disebut sebagai naskah pengumuman dan naskah pidato.
Karangan
Karangan Ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan, yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis yang formal dengan sistematis-metodis dan sintesis-analitis. Sebagai sebuah tulisan ilmiah, karangan ini memiliki ciri-ciri yang harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif); bersifat metodis dan sistematis; dan dalam pembahasannya menggunakan ragam bahasa ilmiah. Agar suatu karangan mampu memiliki ciri keilmiahannya, karangan jenis ini menuntut adanya persyaratan material, yang di dalamnya mencakup adanya topik yang dibicarakan, tema yang menjadi tujuan/sasaran penulisan, alinea yang merangkaikan pokok-pokok pembicaraan, serta kalimat-kalimat yang mengungkapkan dan mengembangkan pokok-pokok pembicaraan; serta persyaratan formal, yang di dalamnya mencakup tata bentuk karangan, yaitu (1) preliminaries (halaman-halaman awal) yang meliputi judul, kata pengantar, aneka daftar (daftar isi, daftar tabel/bagan/lampiran); (2) main body (isi utama) yang meliputi pendahuluan, isi, dan penutup; (3) reference matter (halaman-halaman akhir) yang meliputi daftar pustaka, lampiran, dan biodata penulis.
Sementara itu, yang dimaksud Karangan semi-ilmiah adalah tulisan yang berisi informasi faktual, yang diungkapkan dengan bahasa semiformal, tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering “dibumbui” dengan opini pengarang yang kadang-kadang subjektif. Atas dasar dua pengertian tersebut (ilmiah dan semi-ilmiah), maka yang disebut karangan nonilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada aturan yang baku. Beberapa contoh yang dapat disebut untuk memenuhi kriteria karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerita pendek, cerita bersambung, novel, roman, puisi, dan naskah drama.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Midar Arsad, dan Sakura Ridwan. (1999). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Alwi, Hasan, dkk. (1998). Tata Bahasa Baku Basa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka (Persero).
Behren, T.E. (2002). Hiasan Naskah Jawa. Jakarta: Buku Antarbangsa.
Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Harsana, F.X. (1983). Perkembangan Bahasa Indonesia. Surakarta: Tiga Serangkai.
http: 11,8.wilipedia.org/wili/Proklamasi-Kemerdekaan-Republik Indonesia.
Keraf, Gorys. (1995). Komposisi. Ende: Nusa Indah.
Khasanah, Venus. (2003). “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Makalah Populer” dimuat dalam Jurnal MKU. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial.
Kusumah, Encep. (2004). “Menulis Pengumuman dan Iklan” dalam BMP Menulis 2. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.
Lumintaintang, Yayah B. (2001). “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Keprotokoleran (Makalah)”. Jakarta: Pusat Bahasa.
Moeliono, Anton, M. (Ed). (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka.
Prakoso, Teguh. (2006). “Pemaknaan Novel Bekisar Merah dan Belantik dengan Teori Strukturalisme Levi-Strauss dan Hermeneutika Geertz”. UGM: Sekolah Pascasarjana.
_____________. (2006). “Ketika Embun Tidak Lagi Menetes (Cerpen)”. Tidak diterbitkan.
“Laboratorium Fak. Psikologi UHT: Lengkap dan Unggul” dalam Seputar Indonesia, 26 Januari 2006, hlm. 20.
www.wisatanet.review.phd?kode12id=33.
www.wisatanet.com/travel-review.phd?kode:1&id=33
Yunus, M. (2002). “Surat Menyurat Dinas” dalam Keterampilan Dasar Menulis Modul. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.
III. PERENCANAAN KARANGAN
Sementara itu, yang dimaksud Karangan semi-ilmiah adalah tulisan yang berisi informasi faktual, yang diungkapkan dengan bahasa semiformal, tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering “dibumbui” dengan opini pengarang yang kadang-kadang subjektif. Atas dasar dua pengertian tersebut (ilmiah dan semi-ilmiah), maka yang disebut karangan nonilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada aturan yang baku. Beberapa contoh yang dapat disebut untuk memenuhi kriteria karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerita pendek, cerita bersambung, novel, roman, puisi, dan naskah drama.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Midar Arsad, dan Sakura Ridwan. (1999). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Alwi, Hasan, dkk. (1998). Tata Bahasa Baku Basa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka (Persero).
Behren, T.E. (2002). Hiasan Naskah Jawa. Jakarta: Buku Antarbangsa.
Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Harsana, F.X. (1983). Perkembangan Bahasa Indonesia. Surakarta: Tiga Serangkai.
http: 11,8.wilipedia.org/wili/Proklamasi-Kemerdekaan-Republik Indonesia.
Keraf, Gorys. (1995). Komposisi. Ende: Nusa Indah.
Khasanah, Venus. (2003). “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Makalah Populer” dimuat dalam Jurnal MKU. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial.
Kusumah, Encep. (2004). “Menulis Pengumuman dan Iklan” dalam BMP Menulis 2. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.
Lumintaintang, Yayah B. (2001). “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Keprotokoleran (Makalah)”. Jakarta: Pusat Bahasa.
Moeliono, Anton, M. (Ed). (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka.
Prakoso, Teguh. (2006). “Pemaknaan Novel Bekisar Merah dan Belantik dengan Teori Strukturalisme Levi-Strauss dan Hermeneutika Geertz”. UGM: Sekolah Pascasarjana.
_____________. (2006). “Ketika Embun Tidak Lagi Menetes (Cerpen)”. Tidak diterbitkan.
“Laboratorium Fak. Psikologi UHT: Lengkap dan Unggul” dalam Seputar Indonesia, 26 Januari 2006, hlm. 20.
www.wisatanet.review.phd?kode12id=33.
www.wisatanet.com/travel-review.phd?kode:1&id=33
Yunus, M. (2002). “Surat Menyurat Dinas” dalam Keterampilan Dasar Menulis Modul. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.
III. PERENCANAAN KARANGAN
Perencanaan Karangan
Perencanaan disusun sebelum suatu kegiatan dilakukan atau merupakan suatu persiapan. Perencanaan karangan tidak ubahnya seperti perencanaan dalam kegiatan-kegiatan yang lain. Tujuan dibuatnya sebuah rencana adalah untuk mencapai hasil dari suatu kegiatan secara maksimal. Dalam kegiatan menulis perencana karangan tergolong ke dalam tahap prapenulisan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan merumuskan tujuan karangan, menentukan topik dan sub-subtopik, menetapkan tujuan dan sasaran, mengumpulkan bahan atau informasi yang diperlukan, serta mengorganisasikan ide atau gagasan dalam bentuk kerangka karangan.
Topik karangan adalah hal yang menjadi bahan pembicaraan dalam sebuah tulisan. Topik karangan harus bermanfaat, layak dibahas, menarik, dikenal baik, bahan mudah didapati, tidak terlalu luas, dan terlalu sempit. Topik yang terlalu luas dapat dibatasi dengan 3 cara yaitu dengan menggunakan diagram jam, diagram pohon, dan piramida terbalik. Syarat menentukan topik adalah menguasai materi yang akan dibahas atau ditulis. Jika topik dikuasai, sub-subtopik akan mudah ditentukan.
Menentukan tujuan karangan penting dilakukan penulis untuk menentukan bentuk karangan (ilmiah, nonilmiah atau sastra, nonsastra) dan tingkat kerincian karangan. Menentukan sasaran karangan sangat diperlukan untuk menentukan diksi dan cara penyajian yang tepat sesuai dengan status sosial, jenjang pendidikan, dan tingkat kemampuan yang dimiliki pembacanya. Hal ini dilakukan agar apa yang kita tulis dapat dipahami oleh pembacanya.
Sebelum kita menulis, kita harus mencari, mengumpulkan, dan memilih bahan-bahan atau informasi yang relevan dengan topik yang akan kita bahas. Dengan informasi yang lengkap dan relevan maka akan memudahkan penulis dalam mengembangkan topik karangan. Selain itu, tulisan/karangan kaya akan informasi yang berhubungan dengan topik yang sedang kita bahas, pembahasan topik akan lebih mendalam dan luas, dan pembaca akan memperoleh informasi yang lengkap. Bahan-bahan atau informasi yang dibutuhkan penulis dapat berupa artikel, gambar/foto, hasil laporan penelitian/pengamatan, hasil wawancara, dan sebagainya.
Kerangka Karangan
Topik karangan adalah hal yang menjadi bahan pembicaraan dalam sebuah tulisan. Topik karangan harus bermanfaat, layak dibahas, menarik, dikenal baik, bahan mudah didapati, tidak terlalu luas, dan terlalu sempit. Topik yang terlalu luas dapat dibatasi dengan 3 cara yaitu dengan menggunakan diagram jam, diagram pohon, dan piramida terbalik. Syarat menentukan topik adalah menguasai materi yang akan dibahas atau ditulis. Jika topik dikuasai, sub-subtopik akan mudah ditentukan.
Menentukan tujuan karangan penting dilakukan penulis untuk menentukan bentuk karangan (ilmiah, nonilmiah atau sastra, nonsastra) dan tingkat kerincian karangan. Menentukan sasaran karangan sangat diperlukan untuk menentukan diksi dan cara penyajian yang tepat sesuai dengan status sosial, jenjang pendidikan, dan tingkat kemampuan yang dimiliki pembacanya. Hal ini dilakukan agar apa yang kita tulis dapat dipahami oleh pembacanya.
Sebelum kita menulis, kita harus mencari, mengumpulkan, dan memilih bahan-bahan atau informasi yang relevan dengan topik yang akan kita bahas. Dengan informasi yang lengkap dan relevan maka akan memudahkan penulis dalam mengembangkan topik karangan. Selain itu, tulisan/karangan kaya akan informasi yang berhubungan dengan topik yang sedang kita bahas, pembahasan topik akan lebih mendalam dan luas, dan pembaca akan memperoleh informasi yang lengkap. Bahan-bahan atau informasi yang dibutuhkan penulis dapat berupa artikel, gambar/foto, hasil laporan penelitian/pengamatan, hasil wawancara, dan sebagainya.
Kerangka Karangan
Kerangka karangan menurut Akhadiah (1994: 25) merupakan suatu rencana kerja yang mengandung ketentuan-ketentuan tentang bagaimana kita menyusun karangan. Tidak berbeda jauh dengan Akhadiah, Finoza (2001: 179) juga mengungkapkan bahwa kerangka karangan adalah rencana teratur tentang pembagian dan penyusunan gagasan. Sebuah karangan atau tulisan minimal menggunakan tiga bagian penting, yaitu pendahuluan, tubuh karangan, dan kesimpulan. Manfaat yang dapat Anda peroleh bila membuat kerangka karangan adalah sebagai berikut.
1. Membantu Anda melihat apa saja yang perlu disajikan dalam tulisan atau karangan.
2. Membantu Anda mengembangkan gagasan/ide lebih teratur, logis, dan terfokus.
3. Membantu Anda mencegah pengulangan paparan ide.
4. Membantu Anda memaparkan data lebih lengkap.
Jenis kerangka karangan berdasarkan cara mengungkapkan pokok-pokok pembicaraan ke dalam kerangka karangan terbagi atas dua jenis, yaitu kerangka topik dan kerangka kalimat. Pada kerangka topik, pokok pembicaraan diungkapkan dengan menggunakan kata atau kelompok kata. Pada kerangka kalimat, pokok pembicaraan diungkapkan dengan menggunakan kalimat hal-hal yang harus diperhatikan ketika akan membuat kerangka karangan adalah sebagai berikut.
1. Penyusunan kerangka karangan harus sesuai dengan topik yang telah Anda pilih.
2. Penyusunan kerangka karangan harus sistematis dan logis.
3. Penyusunan kerangka karangan untuk mempermudah penyusunan karangan.
Untuk memperoleh kerangka karangan yang tersusun secara sistematis dan logis, hendaklah ditempuh beberapa langkah kegiatan berikut ini.
1. Pengumpulan ide
2. Penyaringan ide dan penyempurnaan ide
3. Pengelompokan ide
4. penyusunan urutan ide
Kerangka karangan dapat dibentuk dengan sistem tanda atau kode tertentu berupa huruf dan angka. Tanda-tanda yang dipakai harus ada pasangannya (minimal satu pasangan) dan Penggunaan pasangan tanda harus konsisten. Kerangka karangan berdasarkan cara mengungkapkan pokok-pokok pembicaraan ke dalam kerangka karangan terbagi atas dua jenis, yaitu kerangka topik dan kerangka kalimat. Kerangka kalimat merumuskan setiap topik, subtopik, maupun sub-subtopik memperguna-kan kalimat berita yang lengkap. Kerangka topik mengungkapkan pokok pembicaraan dengan menggunakan kata atau kelompok kata (frase).
Untuk menilai sebuah kerangka karangan, Anda harus memperhati-kan syarat-syarat kerangka karangan yang baik, yaitu:
1. pengungkapan maksud harus jelas;
2. tiap subpokok bahasan dalam kerangka karangan mengandung satu gagasan;
3. pokok-pokok dalam kerangka karangan harus disusun secara logis;
4. harus mempergunakan pasangan tanda yang konsisten.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, dkk. (1994). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Finoza, Lamuddin. (2001). Komposisi Bahasa Indonesia: untuk Mahasiswa Non Jurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Keraf, Gorys. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
Oka, I. Gusti Ngurah. (1990). Retorika Kiat Bertutur. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh Malang.
Yunus, M. (2003). Menulis dan Penalaran dalam Keterampilan Dasar Menulis (Modul). Jakarta: Universitas Terbuka.
IV. DIKSI, EJAAN, DAN TANDA BACA
1. Membantu Anda melihat apa saja yang perlu disajikan dalam tulisan atau karangan.
2. Membantu Anda mengembangkan gagasan/ide lebih teratur, logis, dan terfokus.
3. Membantu Anda mencegah pengulangan paparan ide.
4. Membantu Anda memaparkan data lebih lengkap.
Jenis kerangka karangan berdasarkan cara mengungkapkan pokok-pokok pembicaraan ke dalam kerangka karangan terbagi atas dua jenis, yaitu kerangka topik dan kerangka kalimat. Pada kerangka topik, pokok pembicaraan diungkapkan dengan menggunakan kata atau kelompok kata. Pada kerangka kalimat, pokok pembicaraan diungkapkan dengan menggunakan kalimat hal-hal yang harus diperhatikan ketika akan membuat kerangka karangan adalah sebagai berikut.
1. Penyusunan kerangka karangan harus sesuai dengan topik yang telah Anda pilih.
2. Penyusunan kerangka karangan harus sistematis dan logis.
3. Penyusunan kerangka karangan untuk mempermudah penyusunan karangan.
Untuk memperoleh kerangka karangan yang tersusun secara sistematis dan logis, hendaklah ditempuh beberapa langkah kegiatan berikut ini.
1. Pengumpulan ide
2. Penyaringan ide dan penyempurnaan ide
3. Pengelompokan ide
4. penyusunan urutan ide
Kerangka karangan dapat dibentuk dengan sistem tanda atau kode tertentu berupa huruf dan angka. Tanda-tanda yang dipakai harus ada pasangannya (minimal satu pasangan) dan Penggunaan pasangan tanda harus konsisten. Kerangka karangan berdasarkan cara mengungkapkan pokok-pokok pembicaraan ke dalam kerangka karangan terbagi atas dua jenis, yaitu kerangka topik dan kerangka kalimat. Kerangka kalimat merumuskan setiap topik, subtopik, maupun sub-subtopik memperguna-kan kalimat berita yang lengkap. Kerangka topik mengungkapkan pokok pembicaraan dengan menggunakan kata atau kelompok kata (frase).
Untuk menilai sebuah kerangka karangan, Anda harus memperhati-kan syarat-syarat kerangka karangan yang baik, yaitu:
1. pengungkapan maksud harus jelas;
2. tiap subpokok bahasan dalam kerangka karangan mengandung satu gagasan;
3. pokok-pokok dalam kerangka karangan harus disusun secara logis;
4. harus mempergunakan pasangan tanda yang konsisten.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, dkk. (1994). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Finoza, Lamuddin. (2001). Komposisi Bahasa Indonesia: untuk Mahasiswa Non Jurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Keraf, Gorys. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
Oka, I. Gusti Ngurah. (1990). Retorika Kiat Bertutur. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh Malang.
Yunus, M. (2003). Menulis dan Penalaran dalam Keterampilan Dasar Menulis (Modul). Jakarta: Universitas Terbuka.
IV. DIKSI, EJAAN, DAN TANDA BACA
Diksi
Diksi adalah pilihan kata. Diksi sangat penting dalam berkomuni-kasi secara lisan ataupun tulisan. Dalam komunikasi lisan, diksi sangat besar pengaruhnya dalam menyampaikan bahasa yang membuat orang mengerti dan tidak tersinggung..
Dalam bahasa tulis, seperti dunia karang-mengarang, diksi juga merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya. Dalam hal ini Glenn R. Capp dan Richard Capp Jr dalam Rahmat (1999: 47) memberikan kriteria kata yang baik adalah kata yang memiliki kejelasan, ketepatan, dan kemenarikan.
Hal yang membuat diksi perlu diterapkan dengan baik adalah karena diksi mempengaruhi alunan bahasa. Ini juga biasanya terkandung dalam pemakaian Gaya Bahasa dan Idiom.
Pemakaian gaya bahasa adalah cara memilih kata yang bertujuan mengungkapkan makna agar memperoleh efek kuat, mendalam, dan hidup, karena melalui gaya bahasalah maksud penutur tersampaikan. Ada beberapa cara penutur menyampaikan gaya bahasa yang biasa disebut majas yaitu:
1. majas persamaan atau simile;
2. majas perumpamaan;
3. majas metafor;
4. majas metonomia;
5. majas personifikasi;
6. majas litotes;
7. majas hiperbol.
Sedangkan idiom biasanya akan berhubungan dengan makna-makna bahasa yang kita pilih yang di dalamnya menyangkut makna konotatif dan denotatif. Makna sinonim, homonim dan polisemi.
Dalam bahasa tulis, seperti dunia karang-mengarang, diksi juga merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya. Dalam hal ini Glenn R. Capp dan Richard Capp Jr dalam Rahmat (1999: 47) memberikan kriteria kata yang baik adalah kata yang memiliki kejelasan, ketepatan, dan kemenarikan.
Hal yang membuat diksi perlu diterapkan dengan baik adalah karena diksi mempengaruhi alunan bahasa. Ini juga biasanya terkandung dalam pemakaian Gaya Bahasa dan Idiom.
Pemakaian gaya bahasa adalah cara memilih kata yang bertujuan mengungkapkan makna agar memperoleh efek kuat, mendalam, dan hidup, karena melalui gaya bahasalah maksud penutur tersampaikan. Ada beberapa cara penutur menyampaikan gaya bahasa yang biasa disebut majas yaitu:
1. majas persamaan atau simile;
2. majas perumpamaan;
3. majas metafor;
4. majas metonomia;
5. majas personifikasi;
6. majas litotes;
7. majas hiperbol.
Sedangkan idiom biasanya akan berhubungan dengan makna-makna bahasa yang kita pilih yang di dalamnya menyangkut makna konotatif dan denotatif. Makna sinonim, homonim dan polisemi.
Ejaan dan Tanda Baca
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 285), kata eja adalah kata yang hampir tidak pernah berdiri sendiri. Pemakaian kata eja sering didahului dengan imbuhan me- menjadi mengeja yang artinya melafalkan, (menyebutkan) huruf-huruf satu demi satu atau digabung dengan akhiran –an menjadi ejaan yang artinya kaidah-kaidah, cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
Menurut Arifin dan Tasai (2000: 25), ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar-hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan pengga-bungannya dalam suatu bahasa). Secara teknis, ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan tanda baca.
Jadi, ejaan adalah aturan yang dipergunakan dalam tulisan (tatatulis) yang meliputi: 1) penulisan huruf, 2) penulisan kata, 3) penulisan unsur serapan dan 4) penulisan tanda baca.
Ejaan yang pernah digunakan dalam Bahasa Indonesia dari dulu hingga sekarang yang paling menonjol ada 3 macam. Pertama, Ejaan Van Ophuisjen yang diresmikan tahun 1901. Ejaan Van Ophuisjen berciri menggunakan dua lambang untuk satu bunyi yaitu huruf (oe) untuk (u) dan lambang koma (’) untuk (k) ain, hamzah dan tanda (trema) untuk beberapa kata yang berasal dari bahasa Arab. Kedua, Ejaan Soewandi yang diresmikan 19 Maret 1947 yang menetapkan perubahan (oe) menjadi u, dan diberlakukannya angka dua (2) untuk kata menyatakan kata berulang (kata ulang). Ketiga, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang diberlakukan mulai 16 Agustus 1972 dengan pijakan dasarnya mengatur penulisan ejaan dalam 4 hal, yaitu:
1) penulisan huruf,
2) penulisan kata,
3) penulisan unsur serapan dan
4) penulisan tanda baca.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal, Drs. dan Tasai S. Amran. (2003). Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Badudu, J. S. (1989). Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.
Chaer, Abdul. (1993). Pembakuan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Bahasa, Depdiknas (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
_____________________ (1997) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
_____________________ (1993) Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Pustaka.
_____________________ (2003). Pengindonesiaan Kata-kata Asing. Jakarta: Pusat Bahasa
Tim Penulis Bahasa Indonesia UT-ASMI. (2004). Buku Materi Pokok Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
V. KALIMAT EFEKTIF
Menurut Arifin dan Tasai (2000: 25), ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar-hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan pengga-bungannya dalam suatu bahasa). Secara teknis, ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan penulisan tanda baca.
Jadi, ejaan adalah aturan yang dipergunakan dalam tulisan (tatatulis) yang meliputi: 1) penulisan huruf, 2) penulisan kata, 3) penulisan unsur serapan dan 4) penulisan tanda baca.
Ejaan yang pernah digunakan dalam Bahasa Indonesia dari dulu hingga sekarang yang paling menonjol ada 3 macam. Pertama, Ejaan Van Ophuisjen yang diresmikan tahun 1901. Ejaan Van Ophuisjen berciri menggunakan dua lambang untuk satu bunyi yaitu huruf (oe) untuk (u) dan lambang koma (’) untuk (k) ain, hamzah dan tanda (trema) untuk beberapa kata yang berasal dari bahasa Arab. Kedua, Ejaan Soewandi yang diresmikan 19 Maret 1947 yang menetapkan perubahan (oe) menjadi u, dan diberlakukannya angka dua (2) untuk kata menyatakan kata berulang (kata ulang). Ketiga, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang diberlakukan mulai 16 Agustus 1972 dengan pijakan dasarnya mengatur penulisan ejaan dalam 4 hal, yaitu:
1) penulisan huruf,
2) penulisan kata,
3) penulisan unsur serapan dan
4) penulisan tanda baca.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal, Drs. dan Tasai S. Amran. (2003). Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Badudu, J. S. (1989). Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.
Chaer, Abdul. (1993). Pembakuan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Bahasa, Depdiknas (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
_____________________ (1997) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
_____________________ (1993) Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Pustaka.
_____________________ (2003). Pengindonesiaan Kata-kata Asing. Jakarta: Pusat Bahasa
Tim Penulis Bahasa Indonesia UT-ASMI. (2004). Buku Materi Pokok Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
V. KALIMAT EFEKTIF
Pengertian dan Syarat-syarat Kalimat Efektif
Kalimat efektif dapat diartikan sebagai kalimat yang penggunaannya dapat berhasil guna atau dapat mencapai sasaran yang dituju. dengan kata lain kalimat efektif adalah kalimat yang mampu memberikan makna pada pembacanya, persis seperti apa yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Kalimat dapat menjadi efektif jika memperhatikan beberapa persyaratan yaitu kebenaran struktur, kelogisan, kehematan, dan ketidaktaksaan. Di samping itu kalimat akan menjadi sangat baik jika memenuhi ketentuan (1) kesejajaran bentuk, (2) penekanan, dan (3) kevariasian.
Penyusunan Kalimat Efektif
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun kalimat efektif di antaranya adalah, kata penghubung intrakalimat dan antarkalimat, kemudian gagasan pokok dalam sebuah kalimat, penggabungan yang menyatakan sebab dan waktu, penggabungan kata ”dengan”, ”yang”, ”dan”, penggabungan kalimat yang menyatakan hubungan akibat dan hubungan tujuan. Selain itu untuk mencapai efektivitas dan memberikan nuansa yang menarik pembaca, pada sebuah kalimat terdapat variasi-variasi. Variasi tersebut di antaranya adalah, subjek pada awal kalimat, kata modal pada awal kalimat, frase pada awal kalimat, jumlah kalimat dan jenis kalimat.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti., Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan. (1994). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1991). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Razak, Abdul. (1985). Kalimat Efektif : Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta:
Gramedia.
Soedjito. (1990). Kosakata Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia.
VI. MENULIS SURAT DAN IKLAN
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti., Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan. (1994). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1991). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Razak, Abdul. (1985). Kalimat Efektif : Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta:
Gramedia.
Soedjito. (1990). Kosakata Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia.
VI. MENULIS SURAT DAN IKLAN
Surat Resmi
Surat adalah salah satu sarana komunikasi tertulis untuk menyam-paikan suatu pesan dari satu pihak (perorangan, kelompok, atau organisasi) kepada pihak lain. Jenis surat itu sangatlah banyak. Sebagai salah satu sarana bentuk komunikasi tertulis, surat terdiri atas unsur pengirim surat, penerima, pesan (isi surat), dan saluran. Ketersampaian pesan surat akan dipengaruhi oleh keefektifan bahasa, kelogisan dan keruntutan organisasi surat, kejelasan isi, dan kesesuaian format surat yang digunakan.
Surat memiliki sejumlah fungsi. Di antara fungsi surat ialah sebagai wakil pribadi, kelompok, atau organisasi; dasar atau pedoman kerja; bukti tertulis yang otentik; arsip atau alat pengingat; dan dokumen historis. Mengingat berbagai fungsi yang dimiliki surat, maka surat dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Klasifikasi jenis surat didasar-kan atas kepentingan dan asal pengirimnya, isi sifat, banyaknya sasaran, tingkat kepentingan penyelesaiannya, wujud, dan ruang lingkup sasarannya.
Berbeda dengan bentuk karangan lainnya, surat memiliki karak-teristik yang sangat khusus. Salah satu kekhasan surat terletak pada bagian-bagiannya. Bagian-bagian ini memiliki kegunaan tertentu. Penataan bagian dan unsur surat tergantung pada format atau bentuk surat yang digunakan. Namun demikian, sebuah organisasi baik pemerintahan, perusahaan, maupun sosial politik, biasanya memiliki format baku yang digunakan dalam organisasi tersebut.
Iklan
Surat memiliki sejumlah fungsi. Di antara fungsi surat ialah sebagai wakil pribadi, kelompok, atau organisasi; dasar atau pedoman kerja; bukti tertulis yang otentik; arsip atau alat pengingat; dan dokumen historis. Mengingat berbagai fungsi yang dimiliki surat, maka surat dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Klasifikasi jenis surat didasar-kan atas kepentingan dan asal pengirimnya, isi sifat, banyaknya sasaran, tingkat kepentingan penyelesaiannya, wujud, dan ruang lingkup sasarannya.
Berbeda dengan bentuk karangan lainnya, surat memiliki karak-teristik yang sangat khusus. Salah satu kekhasan surat terletak pada bagian-bagiannya. Bagian-bagian ini memiliki kegunaan tertentu. Penataan bagian dan unsur surat tergantung pada format atau bentuk surat yang digunakan. Namun demikian, sebuah organisasi baik pemerintahan, perusahaan, maupun sosial politik, biasanya memiliki format baku yang digunakan dalam organisasi tersebut.
Iklan
Iklan adalah salah bentuk penyebaran informasi mengenai suatu produk berupa barang, jasa, atau gagasan, kepada khalayak calon pembeli atau pengguna produk tersebut. Keberadaan iklan bertujuan untuk mengenalkan, memberikan informasi, dan mempengaruhi keputusan khalayak untuk membeli dan menggunakan produk yang diiklankan. Agar penyampaian iklan dapat mencapai sasarannya, maka pengemasan dan penyajian iklan harus mempertimbangkan sejumlah faktor di antaranya sasaran, media, tempat, dan daya pemikat yang diusung oleh sebuah iklan.
Pemasangan iklan itu sendiri dapat dilakukan dalam berbagai bentuk (langsung atau tidak langsung) dan dengan berbagai media (elektronik atau cetak). Pilihan bentuk dan media beriklan akan mempengaruhi cara saji iklan itu sendiri serta biaya yang dikeluarkan. Semakin canggih media yang digunakan, biasanya semakin mahal pula biaya yang dibutuhkan dan semakin tinggi pula kreativitas yang dituntut untuk membuat sebuah iklan.
Iklan dapat dipasang melalui berbagai media yaitu media cetak, elektronik, ragaan, dan udara. Media cetak dapat berupa koran (surat kabar), tabloid, buletin, dan majalah. Media elektronik dapat melalui radio dan televisi, atau film (layar lebar). Media ragaan dapat menggunakan kaos (pakaian), bus, atau papan di tempat umum. Media udara dapat menggunakan pesawat terbang dan balon udara.
Terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan pembuat iklan. Kriteria ini dapat dikatakan sebagai persyaratan membuat iklan yakni berkenaan dengan etika. Etika beriklan agar iklan tidak hanya dikatakan baik dari segi bisnis tetapi juga baik dari sisi penggunaan bahasa dan bersosialisasi. Etika tersebut adalah mematuhi kaidah-kaidah bahasa, bersaing secara positif, dan tidak mendustai konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. (1990). Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Surat Dinas. Edisi Revisi II. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Belch, G.E. dan Belch, M.A. (1998). Advertising and Promoting: An Integrated Marketing Communication. Edisi IV. Boston, Ma: Irwin McGraw-Hill.
Biro Tata Usaha. (1995). Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 091/U/1995 tentang Pedoman Tata Persuratan di Lingkungan Depdikbud. Jakarta: Depdikbud.
Bratawidjaya, Th. W. (1991). Surat Bisnis Modern. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Finoza, L. (1991). Aneka Surat Sekretaris dan Surat Bisnis Indonesia. Jakarta: Usaha Mulia.
http://daxell.net/panong/service-balon-udara-promosi.htm
Jefkins, F. (1996). Periklanan. Edisi III. Jakarta: Erlangga.
Lowe, B.W. (1996). Seni Menggunakan dan Meningkatkan Periklanan yang Efektif (Clever Advertising). Jakarta: Elex Media Komputindo.
Mcrimmon, J.M., Trimmer, J.F., dan Sommers, N.I. (1984). Writing with a Purpose. Boston, Ma: Houghton Mifflin.
Ogilvy, D. .... Pengakuan Orang Iklan. Jakarta: Pustaka Tangga.
Marjo, Y.S. (2000). Surat-surat Lengkap untuk Berbagai Keperluan. Jakarta: Setia Kawan.
Sudiana, D. (1986). Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung: Remadja Karya.
VII. PARAGRAF DAN NASKAH PIDATO
Pemasangan iklan itu sendiri dapat dilakukan dalam berbagai bentuk (langsung atau tidak langsung) dan dengan berbagai media (elektronik atau cetak). Pilihan bentuk dan media beriklan akan mempengaruhi cara saji iklan itu sendiri serta biaya yang dikeluarkan. Semakin canggih media yang digunakan, biasanya semakin mahal pula biaya yang dibutuhkan dan semakin tinggi pula kreativitas yang dituntut untuk membuat sebuah iklan.
Iklan dapat dipasang melalui berbagai media yaitu media cetak, elektronik, ragaan, dan udara. Media cetak dapat berupa koran (surat kabar), tabloid, buletin, dan majalah. Media elektronik dapat melalui radio dan televisi, atau film (layar lebar). Media ragaan dapat menggunakan kaos (pakaian), bus, atau papan di tempat umum. Media udara dapat menggunakan pesawat terbang dan balon udara.
Terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan pembuat iklan. Kriteria ini dapat dikatakan sebagai persyaratan membuat iklan yakni berkenaan dengan etika. Etika beriklan agar iklan tidak hanya dikatakan baik dari segi bisnis tetapi juga baik dari sisi penggunaan bahasa dan bersosialisasi. Etika tersebut adalah mematuhi kaidah-kaidah bahasa, bersaing secara positif, dan tidak mendustai konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. (1990). Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Surat Dinas. Edisi Revisi II. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Belch, G.E. dan Belch, M.A. (1998). Advertising and Promoting: An Integrated Marketing Communication. Edisi IV. Boston, Ma: Irwin McGraw-Hill.
Biro Tata Usaha. (1995). Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 091/U/1995 tentang Pedoman Tata Persuratan di Lingkungan Depdikbud. Jakarta: Depdikbud.
Bratawidjaya, Th. W. (1991). Surat Bisnis Modern. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Finoza, L. (1991). Aneka Surat Sekretaris dan Surat Bisnis Indonesia. Jakarta: Usaha Mulia.
http://daxell.net/panong/service-balon-udara-promosi.htm
Jefkins, F. (1996). Periklanan. Edisi III. Jakarta: Erlangga.
Lowe, B.W. (1996). Seni Menggunakan dan Meningkatkan Periklanan yang Efektif (Clever Advertising). Jakarta: Elex Media Komputindo.
Mcrimmon, J.M., Trimmer, J.F., dan Sommers, N.I. (1984). Writing with a Purpose. Boston, Ma: Houghton Mifflin.
Ogilvy, D. .... Pengakuan Orang Iklan. Jakarta: Pustaka Tangga.
Marjo, Y.S. (2000). Surat-surat Lengkap untuk Berbagai Keperluan. Jakarta: Setia Kawan.
Sudiana, D. (1986). Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung: Remadja Karya.
VII. PARAGRAF DAN NASKAH PIDATO
Paragraf
Paragraf adalah satuan bagian karangan yang digunakan untuk mengungkapkan sebuah gagasan dalam bentuk untaian kalimat. Ada dua hal kegunaan dari paragraf. Pertama, kegunaan paragraf yang terpenting adalah untuk memberi tanda adanya topik baru atau pengembangan topik lanjutan dari topik sebelumnya pada sebuah karangan. Dan kedua, adalah untuk menambahkan hal-hal yang penting atau untuk merinci atau menjelaskan apa yang sudah dibicarakan dalam paragraf sebelumnya.
Syarat-syarat Paragraf
a Syarat kesatuan
b Syarat pengembangan
c Syarat koherensi
d Syarat kohesi
Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Paragraf pembuka
b. Paragraf penghubung
c. Paragraf penutup
Jenis-jenis Paragraf
a. Deskripsi adalah jenis paragraf yang melukiskan atau menggambar sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya.
b. Narasi adalah jenis paragraf yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa.
c. Eksposisi adalah jenis paragraf yang berusaha untuk menerangkan, menguraikan, atau menyampaikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya.
d. Argumentasi adalah jenis paragraf yang berusaha untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan penulisnya.
e. Persuasi adalah jenis paragraf yang ditujukan untuk memengaruhi pendapat dan sikap pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya.
Naskah Pidato
Syarat-syarat Paragraf
a Syarat kesatuan
b Syarat pengembangan
c Syarat koherensi
d Syarat kohesi
Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Paragraf pembuka
b. Paragraf penghubung
c. Paragraf penutup
Jenis-jenis Paragraf
a. Deskripsi adalah jenis paragraf yang melukiskan atau menggambar sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya.
b. Narasi adalah jenis paragraf yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa.
c. Eksposisi adalah jenis paragraf yang berusaha untuk menerangkan, menguraikan, atau menyampaikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya.
d. Argumentasi adalah jenis paragraf yang berusaha untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan penulisnya.
e. Persuasi adalah jenis paragraf yang ditujukan untuk memengaruhi pendapat dan sikap pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya.
Naskah Pidato
Pidato tidak hanya dapat diucapkan langsung oleh orang yang berpidato tetapi bisa juga dilakukan dengan membacakan naskah. Pembacaan tersebut bisa dilakukan oleh si pelaku tetapi dapat juga diwakilkan. Untuk keperluan tersebut maka diperlukan naskah pidato.
Oleh karena itu, agar pidato tertulis tersebut dapat mencapai tujuannya hendaknya tulisan tersebut mampu membuat pendengarnya:
1. menarik dan membangkitkan minat
2. mendapatkan pengetahuan dan pengertian
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat membuat naskah pidato
1. gunakan tipe huruf lebih besar dari ukuran 12
2. gunakan huruf besar dan huruf kecil, karena Anda melihat kata-kata dengan naik dan turun (huruf h dan l bagian atas berada di atas baris, huruf p dan y bagian bawah berada di bawah baris).
3. gunakan spasi ganda sebagai pengingat untuk penghentian lebih lama
4. Jangan pisahkan kata-kata dengan tanda hubung di akhir baris.
5. gunakan hanya dua pertiga halaman bagian atas untuk menghindari penampilan yang kedodoran
6. beri nomor halaman pada bagian sudut kanan atas sehingga Anda dapat melihatnya secara cepat bila diperlukan
7. akhiri tiap halaman dengan kalimat lengkap, dan paragraf lengkap jika memungkinkan.
Berdasarkan sifatnya, pidato dibagi menjadi dua macam:
1. Pidato resmi
2. Pidato tidak resmi
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, S., Arsyad, G. M., dan Ridwan, S. H. (1999). Pembinaan Kemampuan Menulis bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Keraf, G. (1981). Eksposisi dan Narasi. Ende-Flores: Nusa Indah.
……… (1982). Argumentasi dan Narasi.. Jakarta: Gramedia.
Kayam, Umar. (1975). Istriku, Madame Schkitz dan sang Raksasa dalam Sri Sumarah. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tohari, Achmad. (2004). Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
----------------. (2005). Bekisar Merah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
VIII. WACANA DESKRIPSI, NARASI, DAN EKSPOSISI
Oleh karena itu, agar pidato tertulis tersebut dapat mencapai tujuannya hendaknya tulisan tersebut mampu membuat pendengarnya:
1. menarik dan membangkitkan minat
2. mendapatkan pengetahuan dan pengertian
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat membuat naskah pidato
1. gunakan tipe huruf lebih besar dari ukuran 12
2. gunakan huruf besar dan huruf kecil, karena Anda melihat kata-kata dengan naik dan turun (huruf h dan l bagian atas berada di atas baris, huruf p dan y bagian bawah berada di bawah baris).
3. gunakan spasi ganda sebagai pengingat untuk penghentian lebih lama
4. Jangan pisahkan kata-kata dengan tanda hubung di akhir baris.
5. gunakan hanya dua pertiga halaman bagian atas untuk menghindari penampilan yang kedodoran
6. beri nomor halaman pada bagian sudut kanan atas sehingga Anda dapat melihatnya secara cepat bila diperlukan
7. akhiri tiap halaman dengan kalimat lengkap, dan paragraf lengkap jika memungkinkan.
Berdasarkan sifatnya, pidato dibagi menjadi dua macam:
1. Pidato resmi
2. Pidato tidak resmi
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, S., Arsyad, G. M., dan Ridwan, S. H. (1999). Pembinaan Kemampuan Menulis bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Keraf, G. (1981). Eksposisi dan Narasi. Ende-Flores: Nusa Indah.
……… (1982). Argumentasi dan Narasi.. Jakarta: Gramedia.
Kayam, Umar. (1975). Istriku, Madame Schkitz dan sang Raksasa dalam Sri Sumarah. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tohari, Achmad. (2004). Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
----------------. (2005). Bekisar Merah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
VIII. WACANA DESKRIPSI, NARASI, DAN EKSPOSISI
Pengembangan Wacana Deskripsi
Paragraf deskripsi adalah paragraf yang berusaha untuk memindah-kan kesan, hasil pengamatan, dan perasaannya kepada pembaca. Penulis berusaha untuk menyampaikan sifat dan semua rincian wujud yang ditemukan pada objek yang ditulis itu. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan atau memungkinkan terciptanya daya khayal atau imajinasi kepada para pembacanya, sehingga seolah-olah pembaca melihat atau merasakan sendiri objek yang dibicarakan secara keseluruhan seperti yang dialami oleh penulisnya.
Berdasarkan tujuannya, deskripsi dibedakan menjadi dua yaitu, (1) deskripsi sugestif dan (2) deskripsi teknis (deskripsi ekspositoris), sedangkan berdasarkan cara pendekatannya agar objek yang digambar-kan dapat tepat maksudnya dibagi menjadi (1) pendekatan realistis, (2) pendekatan impresionistis, dan (3) pendekatan menurut sikap pengarang.
Berdasarkan kategori yang biasa diungkapkan, ada dua objek yang dapat kita deskripsikan, hal itu adalah deskripsi orang dan deskripsi tempat.
Untuk mempermudah melakukan pendeskripsian, berikut adalah rambu-rambu yang dapat Anda ikuti.
1. Menentukan hal apa yang hendak dideskripsikan.
2. Merumuskan tujuan pendeskripsian.
3. Menetapkan bagian yang akan dideskripsikan.
4. Merinci dan menyistematiskan hal-hal yang menunjang kekuatan bagian yang akan dideskripsikan.
Pengembangan Wacana Narasi
Berdasarkan tujuannya, deskripsi dibedakan menjadi dua yaitu, (1) deskripsi sugestif dan (2) deskripsi teknis (deskripsi ekspositoris), sedangkan berdasarkan cara pendekatannya agar objek yang digambar-kan dapat tepat maksudnya dibagi menjadi (1) pendekatan realistis, (2) pendekatan impresionistis, dan (3) pendekatan menurut sikap pengarang.
Berdasarkan kategori yang biasa diungkapkan, ada dua objek yang dapat kita deskripsikan, hal itu adalah deskripsi orang dan deskripsi tempat.
Untuk mempermudah melakukan pendeskripsian, berikut adalah rambu-rambu yang dapat Anda ikuti.
1. Menentukan hal apa yang hendak dideskripsikan.
2. Merumuskan tujuan pendeskripsian.
3. Menetapkan bagian yang akan dideskripsikan.
4. Merinci dan menyistematiskan hal-hal yang menunjang kekuatan bagian yang akan dideskripsikan.
Pengembangan Wacana Narasi
Narasi adalah wacana atau wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam suatu rangkaian waktu.
Tujuan pengembangan wacana narasi adalah
1. ingin memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca, dan
2. ingin memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.
Kedua tujuan tersebut akan menghasilkan bentuk wacana narasi yang berbeda, yaitu narasi ekspositoris dan narasi ugesti
Perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi ugesti adalah sebagai berikut.
Tujuan pengembangan wacana narasi adalah
1. ingin memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca, dan
2. ingin memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.
Kedua tujuan tersebut akan menghasilkan bentuk wacana narasi yang berbeda, yaitu narasi ekspositoris dan narasi ugesti
Perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi ugesti adalah sebagai berikut.
Narasi Sugestif
1. menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.
2. menimbulkan daya khayal.
3. penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.
4. bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan pada penggunaan kata-kata konotatif.
1. menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.
2. menimbulkan daya khayal.
3. penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.
4. bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan pada penggunaan kata-kata konotatif.
Narasi Ekspositoris
1. memperluas pengetahuan.
2. menyampaikan informasi faktual mengenai sesuatu kejadian.
3. didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional.
4. bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titik berat pada pemakaian kata-kata denotatif.
Komponen-komponen pembentuk prinsip dasar narasi sugesti adalah alur, penokohan, latar, dan sudut pandang.
Langkah-langkah praktis yang digunakan dalam mengembangkan wacana narasi.
1. Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan.
2. Tetapkan sasaran pembaca kita.
3. Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur
4. Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan dan akhir cerita.
5. Rinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita.
6. Susunlah tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.
Pengembangan Karangan Eksposisi
Wacana eksposisi adalah wacana yang berusaha untuk memaparkan, menerangkan, atau menginformasikan sesuatu hal yang berfungsi untuk memperluas pengetahuan, pandangan, atau wawasan pembacanya.
Wacana eksposisi dikembangkan dengan struktur: pendahuluan, tubuh wacana, dan penutup atau kesimpulan. Tiap-tiap bagian tersebut ditulis secara utuh sehingga apa yang ingin disampaikan dapat tertangkap oleh pembaca dengan mudah.
Langkah yang harus kita tempuh dalam membuat eksposisi adalah:
a. menentukan topik wacana,
b. menentukan tujuan penulisan, dan
c. merencanakan paparan dengan membuat kerangka yang lengkap dan tersusun secara baik
Teknik Pengembangan Eksposisi
1. Teknik Identifikasi
Sebuah teknik pengembangan eksposisi yang menyebutkan ciri-ciri atau unsur-unsur yang membentuk suatu hal atau objek sehingga pembaca dapat mengenal objek itu dengan tepat dan jelas.
2. Teknik Perbandingan
Teknik yang digunakan untuk mengungkapkan kesamaan-kesamaan atau perbedaan-perbedaan antara satu hal dengan hal yang lain. Dalam menyampaikan uraian dengan teknik perbandingan, hal yang harus kita perhatikan adalah tujuan penggunaannya. Teknik yang dapat digunakan untuk menyampaikan perbandingan adalah
a. Perbandingan Langsung
b. Analogi
c. Perbandingan Kemungkinan
3. Teknik ilustrasi
Teknik ini berusaha memberikan gambaran, contoh-contoh, atau penjelasan yang khusus atau nyata.
4. Teknik Klasifikasi
Teknik klasifikasi merupakan suatu metode untuk menempatkan barang-barang atau mengelompokkan bermacam-macam subjek dalam suatu sistem kelas.
5. Teknik Definisi
Definisi adalah penjelasan terhadap arti kata atau pengertian suatu kata, frasa atau kalimat.
6. Teknik Analisis
Teknik analisis merupakan cara memecahkan suatu pokok masalah. Teknik analisis dapat dibagi atas sebagai berikut.
a. Analisis Sebab-Akibat
b. Analisis Bagian
c. Analisis Fungsional
d. Analisis Proses
DAFTAR PUSTAKA
Hamdi, Hudri. (1992). ”Petaka Kampar” dalam Kado Istimewa, Buku Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas tahun 1992. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Kayam, Umar. (1995). Sri Sumarah. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
----------- (1999). Menjelang Lebaran dalam Derabat, Buku Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas tahun 1999. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Keraf, Gorys. (1982). Eksposisi dan Deskripsi, Komposisi Lanjutan II. Ende: Nusa indah.
Sunarsasi. (1997). Angsa Putih. Jilid 2. Jakarta: Samindra Utama.
Suparno. (2004). Deskripsi dan Narasi dalam Menulis 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
IX. ARGUMENTASI DAN PERSUASI
2. menyampaikan informasi faktual mengenai sesuatu kejadian.
3. didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional.
4. bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titik berat pada pemakaian kata-kata denotatif.
Komponen-komponen pembentuk prinsip dasar narasi sugesti adalah alur, penokohan, latar, dan sudut pandang.
Langkah-langkah praktis yang digunakan dalam mengembangkan wacana narasi.
1. Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan.
2. Tetapkan sasaran pembaca kita.
3. Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur
4. Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan dan akhir cerita.
5. Rinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita.
6. Susunlah tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.
Pengembangan Karangan Eksposisi
Wacana eksposisi adalah wacana yang berusaha untuk memaparkan, menerangkan, atau menginformasikan sesuatu hal yang berfungsi untuk memperluas pengetahuan, pandangan, atau wawasan pembacanya.
Wacana eksposisi dikembangkan dengan struktur: pendahuluan, tubuh wacana, dan penutup atau kesimpulan. Tiap-tiap bagian tersebut ditulis secara utuh sehingga apa yang ingin disampaikan dapat tertangkap oleh pembaca dengan mudah.
Langkah yang harus kita tempuh dalam membuat eksposisi adalah:
a. menentukan topik wacana,
b. menentukan tujuan penulisan, dan
c. merencanakan paparan dengan membuat kerangka yang lengkap dan tersusun secara baik
Teknik Pengembangan Eksposisi
1. Teknik Identifikasi
Sebuah teknik pengembangan eksposisi yang menyebutkan ciri-ciri atau unsur-unsur yang membentuk suatu hal atau objek sehingga pembaca dapat mengenal objek itu dengan tepat dan jelas.
2. Teknik Perbandingan
Teknik yang digunakan untuk mengungkapkan kesamaan-kesamaan atau perbedaan-perbedaan antara satu hal dengan hal yang lain. Dalam menyampaikan uraian dengan teknik perbandingan, hal yang harus kita perhatikan adalah tujuan penggunaannya. Teknik yang dapat digunakan untuk menyampaikan perbandingan adalah
a. Perbandingan Langsung
b. Analogi
c. Perbandingan Kemungkinan
3. Teknik ilustrasi
Teknik ini berusaha memberikan gambaran, contoh-contoh, atau penjelasan yang khusus atau nyata.
4. Teknik Klasifikasi
Teknik klasifikasi merupakan suatu metode untuk menempatkan barang-barang atau mengelompokkan bermacam-macam subjek dalam suatu sistem kelas.
5. Teknik Definisi
Definisi adalah penjelasan terhadap arti kata atau pengertian suatu kata, frasa atau kalimat.
6. Teknik Analisis
Teknik analisis merupakan cara memecahkan suatu pokok masalah. Teknik analisis dapat dibagi atas sebagai berikut.
a. Analisis Sebab-Akibat
b. Analisis Bagian
c. Analisis Fungsional
d. Analisis Proses
DAFTAR PUSTAKA
Hamdi, Hudri. (1992). ”Petaka Kampar” dalam Kado Istimewa, Buku Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas tahun 1992. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Kayam, Umar. (1995). Sri Sumarah. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
----------- (1999). Menjelang Lebaran dalam Derabat, Buku Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas tahun 1999. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Keraf, Gorys. (1982). Eksposisi dan Deskripsi, Komposisi Lanjutan II. Ende: Nusa indah.
Sunarsasi. (1997). Angsa Putih. Jilid 2. Jakarta: Samindra Utama.
Suparno. (2004). Deskripsi dan Narasi dalam Menulis 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
IX. ARGUMENTASI DAN PERSUASI
Pengembangan Karangan Argumentasi
Argumentasi adalah karangan yang terdiri atas paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Isi karangan memuat tiga elemen utama yaitu pernyataan (claim), alasan (support/graound ) dan pembenaran (warrant ). Di samping itu ada juga elemen tambahan yaitu: pendukung (backing), modal (modal qualifiers) dan sanggahan (rebutta). Tujuannya ada bermacam-macam: 1) semata-mata untuk menyampaikan pandangan, 2) mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian, 3) meng-usahakan suatu pemecahan masalah, 4) mengupayakan keyakinan pembaca agar menyetujui dan terpengaruh dengan alasan-alasan penulis.
Adapun yang termasuk ke dalam karangan argumentasi ini antara lain: makalah, paper, (seminar, simposium, dan lokakarya), esai, skripsi, tesis, disertasi, dan naskah tuntutan di pengadilan seperti: naskah pembelaan, pertanggungjawaban, dan surat keputusan. Semua macam karangan itu dikembangkan dengan menggunakan dua teknik pengembangan argumentasi yaitu teknik deduktif dan teknik induktif.
Pengembangan Karangan Persuasi
Adapun yang termasuk ke dalam karangan argumentasi ini antara lain: makalah, paper, (seminar, simposium, dan lokakarya), esai, skripsi, tesis, disertasi, dan naskah tuntutan di pengadilan seperti: naskah pembelaan, pertanggungjawaban, dan surat keputusan. Semua macam karangan itu dikembangkan dengan menggunakan dua teknik pengembangan argumentasi yaitu teknik deduktif dan teknik induktif.
Pengembangan Karangan Persuasi
Persuasi adalah karangan yang isinya berusaha meyakinkan pembaca dengan menggunakan bahasa yang bernada membujuk. Istilah persuasi berasal dari bahasa Inggris persuasion diturunkan dari kata to persuade yang artinya membujuk atau meyakinkan. Secara prinsip pengertian persuasi dengan argumentasi hampir serupa. Keduanya sama-sama menggunakan argumen-argumen yang kuat dalam meyakinkan lawan bicara. Perbedaannya terletak pada penggunaan bahasa. Jika pada karangan argumentasi bahasa yang dipergunakan cukup menjelaskan pembuktian pembaca yang bertujuan pembaca meyakini. Pada karangan argumentasi, logika yang digunakan merupakan unsur utama. Diksi yang dipergunakan bertujuan mencari efek tanggapan penalaran. Pada karangan persuasi bahasa yang dipergunakan bermuatan penuh rayuan, daya ajuk, daya bujuk atau himbauan untuk membangkitkan pembaca tergiur dan bereaksi untuk ikut serta mengikuti keinginan penulis. Diksi yang dipergunakan bertujuan mencari efek tanggapan emosional. Hal inilah yang menimbulkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan penulis.
Metode pengembangan karangan persuasi pada lazimnya adalah: rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitas, penggantian dan proyeksi.
Alat pengembangan persuasi adalah 1) Bahasa, yang berfungsi seluas dan tajam sehingga sering berakibat terjadinya penipuan, kedengkian, percekcokan dan macam lainnya. 2) Nada yang digunakan seperti: marah, senang, sedih, dan bersemangat yang dapat dipergunakan seseorang sebagai alat untuk mempengaruhi perilaku orang banyak. 3) Detail esensial dalam yang mendukung tujuan sehingga memperjelas penalaran yang kita harapkan pendetailan dilakukan dengan cara menyeleksi seberapa penting detail itu dalam membantu pembaca memahami tulisan kita. 4) Organisasi yaitu pengaturan detail di dalam karangan kita itu agar keyakinan dan pandangan pembaca dapat berubah yang bisa ditempuh melalui cara induktif, cara deduktif dan cara penonjolan 5) Kewenangan menyangkut penerimaan dan kesadaran pembaca terhadap pengarang sebagai orang yang berwenang karena diyakini: a) mempunyai dasar hukum menduduki jabatan tertentu, b) ber-kecimpung dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan tertentu, c) mampu menunjukkan pola pikir yang bermutu.
Metode pengembangan karangan persuasi pada lazimnya adalah: rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitas, penggantian dan proyeksi.
Alat pengembangan persuasi adalah 1) Bahasa, yang berfungsi seluas dan tajam sehingga sering berakibat terjadinya penipuan, kedengkian, percekcokan dan macam lainnya. 2) Nada yang digunakan seperti: marah, senang, sedih, dan bersemangat yang dapat dipergunakan seseorang sebagai alat untuk mempengaruhi perilaku orang banyak. 3) Detail esensial dalam yang mendukung tujuan sehingga memperjelas penalaran yang kita harapkan pendetailan dilakukan dengan cara menyeleksi seberapa penting detail itu dalam membantu pembaca memahami tulisan kita. 4) Organisasi yaitu pengaturan detail di dalam karangan kita itu agar keyakinan dan pandangan pembaca dapat berubah yang bisa ditempuh melalui cara induktif, cara deduktif dan cara penonjolan 5) Kewenangan menyangkut penerimaan dan kesadaran pembaca terhadap pengarang sebagai orang yang berwenang karena diyakini: a) mempunyai dasar hukum menduduki jabatan tertentu, b) ber-kecimpung dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan tertentu, c) mampu menunjukkan pola pikir yang bermutu.
Penilaian Karangan Argumentasi dan Persuasi
Topik yang diangkat menjadi karangan argumentasi karena memiliki 2 hal yaitu, bernilai dan tidak bernilai. Untuk membuat keyakinan pembaca pasti dan kokoh, sangat ditentukan oleh argumen atau alasan-alasan yang bukan hanya sesuai nalar dan mendukung, tetapi juga diterima akal (logis). Membangun keyakinan kuat bagi pembaca memerlukan prinsip-prinsip yang standar atau baku yaitu dengan menjawab pertanyaan berikut:
Apakah pernyataan dapat diyakini kebenarannya oleh pembaca?
Apakah alasan menghadirkan bukti-bukti yang bersifat khusus yang diperlukan untuk mendukung pernyataan..
Apakah penarikan kesimpulan yang diambilnya sudah melalui proses nalar yang benar? Yang dimaksud adalah ungkapan bahasa (penanda linguistik yang digunakan). Seperti: (1) penanda kepastian seperti di antaranya penggunaan kata/frase perlu, pasti, dan tentu saja. Sedangkan (2) penanda kemungkinan. antara lain agaknya, kiranya, rupanya, kemungkinannya, sejauh bukti yang ada, sangat mungkin, mungkin sekali, dan masuk akal. Untuk karangan persuasi aspek yang dinilai adalah semua aspek yang ada pada argumentasi ditambah 5 hal berikut yaitu: Bahasa, Nada, Detail, Organisasi dan kewenangan
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah Sabarti (2001). Menulis 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
George E. Wihon, Julia M. Burks. (1980). Let’s Write English Litton Educational Publishing International. New York. USA
Keraf Gorys. (2000). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Kusumah Encep, dkk. (2002). Menulis 2. Jakarta: Universitas Terbuka.
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran. (2001-2005). Abstrak. Bandung: Unpad.
Sirait Bistok, Editor. (1985). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suparmo dan Moh. Yunus. (2004). Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suparno dan Martutik. (1997). Wacana Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan Heiny Guntur. (1982). Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Hernowo. (2001). Mengikat Makna. Bandung: Kaifa.
Parera Jos Daniel. (1984). Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga
Widyamartaya. (1990). Seni Menuangkan Gagasan. Yogyakarta: Kanisius.
Universitas Padjadjaran. (2006). Abstrak 2001-2005. Bandung: Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Unpad.
Apakah pernyataan dapat diyakini kebenarannya oleh pembaca?
Apakah alasan menghadirkan bukti-bukti yang bersifat khusus yang diperlukan untuk mendukung pernyataan..
Apakah penarikan kesimpulan yang diambilnya sudah melalui proses nalar yang benar? Yang dimaksud adalah ungkapan bahasa (penanda linguistik yang digunakan). Seperti: (1) penanda kepastian seperti di antaranya penggunaan kata/frase perlu, pasti, dan tentu saja. Sedangkan (2) penanda kemungkinan. antara lain agaknya, kiranya, rupanya, kemungkinannya, sejauh bukti yang ada, sangat mungkin, mungkin sekali, dan masuk akal. Untuk karangan persuasi aspek yang dinilai adalah semua aspek yang ada pada argumentasi ditambah 5 hal berikut yaitu: Bahasa, Nada, Detail, Organisasi dan kewenangan
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah Sabarti (2001). Menulis 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
George E. Wihon, Julia M. Burks. (1980). Let’s Write English Litton Educational Publishing International. New York. USA
Keraf Gorys. (2000). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Kusumah Encep, dkk. (2002). Menulis 2. Jakarta: Universitas Terbuka.
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran. (2001-2005). Abstrak. Bandung: Unpad.
Sirait Bistok, Editor. (1985). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suparmo dan Moh. Yunus. (2004). Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suparno dan Martutik. (1997). Wacana Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan Heiny Guntur. (1982). Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Hernowo. (2001). Mengikat Makna. Bandung: Kaifa.
Parera Jos Daniel. (1984). Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga
Widyamartaya. (1990). Seni Menuangkan Gagasan. Yogyakarta: Kanisius.
Universitas Padjadjaran. (2006). Abstrak 2001-2005. Bandung: Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Unpad.
PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN DENGAN STRATEGI 3M PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA
Teori dan Produk Membaca Sintopis
Disusun untuk Memenuhi Tugas akhir semester Mata Kuliah
Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis
Dengan dosen Pengampu Siti Nurbaya, M. Si.
Disusun oleh
Hamdan Nugroho
07201241024
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2009
TEORI MEMBACA SINTOPIS
1. Pengetian Membaca Sintopis
Sebuah topik yang menarik pasti akan diminati banyak orang. Forum-forum diskusi diselenggarakan untuk mendiskusikan topik tersebut. Banyak orang menulis artikel atau esai tentang topik tersebut. Tentu saja secara otomatis ada banyak bahan bacaan yang membicarakan topik yang menarik tersebut atau yang menarik perhatian banyak orang. Konsekuensi lanjut dari situasi ini adalah adanya beberapa sudut pandang dari beberapa penulis tentang topik tersebut karena penulis punya kebebasan untuk mengekspresikan ide atau gagasannya.
Membaca sintopis atau syntopical reading merupakan jenis membaca dengan membanding-bandingkan ide mengenai topik yang sama pada beberapa teks atau bahan bacaan. Menurut Adler dalam bukunya How to Read a Book menerangkan bahwa membaca banding-banding adalah jenis membaca yang bertujuan untuk membaca beberapa materi bacaan dengan topik yang sama atau yang berkaitan sekaligus untuk menyusun suatu pemecahan masalah yang dihadapi pembaca.
2. Langkah-langkah Membaca Sintopis
Masih menurut Adler, ada dua tahap pokok membaca sintopis. Tahap pertama adalah tahap persiapan membaca dan tahap kedua adalah tahap kegiatan membaca. Berikut uraian langkah-langkah dari masing-masing tahap membaca sintopis.
a. Tahap persiapan
i. Membuat bibliografi untuk sumber pustaka atau literatur yang akan dipakai yang tentu saja memiliki topik pokok yang sama (dari katalog perpustakaan, buku, internet, dll).
ii. Membaca secara inspeksional bahan bacaan yang telah terkumpul untuk memperoleh ide yang lebih jelas tentang materi yang akan dipakai.
b. Tahap membaca
i. Membaca secara inspeksional bahan bacaan yang digunakan seperti tahap a.ii untuk menemukan bagian yang paling penting dan relevan.
ii. Membawa penulis menuju masalah dengan mengkonstruksi terminologi netral dari subjek.
iii. Membangun serangkaian proporsi netral untuk semua penulis dengan membuat kerangka pertanyaan untuk masing-masing ide.
iv. Mendefinisikan isu atau ide baik besar maupun kecil dengan membuat jarak antara jawaban penulis dengan beberapa pertanyaan untuk masing-masing ide. Kadang-kadang isu atau ide ini tidak secara eksplisit dinyatakan dalam teks.
v. Menganalisis topik dengan memberi pertanyaan dan ide dengan beberapa cara untuk mendapat keterangan yang lebih jelas dari materi. Ide pokok atau umum harus didahulukan dan relasi antar ide harus jelas.
Dalam kegiatan membaca sintopis, studi atau kajian terhadap bahan bacaan harus dilakukan secara hati-hati, teliti, mendalam, dan menyeluruh. Pembaca dituntut untuk melakukan studi komparasi yang detil dan dapat dipertanggungjawabkan. Masing-masing sumber atau bahan bacaan semestinya dicari persamaan dan perbedaannya yang terangkum dalam sintesis dari pembaca itu sendiri.
PRODUK MEMBACA SINTOPIS
A. Judul
Judul dari karya tulis ini adalah “Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Strategi 3M Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ”.
B. Latar Belakang Masalah
Menulis merupakan wujud kemahiran berbahasa yang mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia, khususnya para siswa. Dengan menulis siswa dapat menuangkan segala keinginan hati, perasaan, keadaan hati di saat susah dan senang, sindiran, kritikan dan lainnya. Tulisan yang baik dan berkualitas merupakan manifestasi dan keterlibatan aktivitas berpikir atau bernalar yang baik. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang penulis harus mampu mengembangkan cara-cara berpikir rasional. Pada saat melakukan aktivitas menulis, siswa dituntut berpikir untuk menuangkan gagasannya berdasarkan skemata, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki secara tertulis. Aktivitas tersebut memerlukan kesungguhan untuk mengolah, menata, mempertimbangkan secara kritis gagasan yang akan dicurahkan dalam bentuk tulisan atau karangan.
Jadi pada dasarnya, keterampilan menulis merupakan serangkaian aktivitas berpikir menuangkan gagasan untuk menghasilkan suatu bentuk tulisan. Secara lebih mendalam, Akhadiah (1994:2-3) menyatakan bahwa aktivitas menulis yang dimaksud adalah aktivitas untuk mengekspresikan ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambing-lambang kebahasaan. Secara lebih luas, Rofi’udin (1997:16) menjelaskan tahapan menulis meliputi, tahap pra-menulis, penulisan draf (pengedrafan), revisi/perbaikan, penyuntingan, dan pubilikasi. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis sebagai proses melalui tiga tahap yakni tahap pramenulis, menulis, dan pascamenulis. Pada tahap pramenulis yang dilakukan menulis adalah menyusun draf sampai batas menulis kerangkan tulisan, selanjutnya tahap menulis draf kasar dan yang terakhir tahap pasaca menulis yang meliputi tahap revisi, menyunting, bahkan mengikuti uji coba.
Di SMA, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya. Aspek menulis difokuskan agar siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam menyusun karangan, menulis surat pribadi, meringkas buku bacaan, membuat poster, dan menulis catatan dalam buku harian. Sedangkan pada kemampuan bersastra, standar kompetensi aspek menulis dijadikan satu dengan aspek keterampilan lainnya, yakni siswa mengapresiasi ragam sastra anak melalui mendengarkan dan menaggapi cerita pendek, menulis prosa sederhana, memerankan drama anak tanpa teks, dan menulis puisi bebas (Depdiknas, 2006:16).
Dari pembelajaran menulis cerpen diharapkan siswa memiliki kompetensi untuk menyusun karangan dan menulis prosa sederhana. Setelah mengikuti pembelajaran tersebut siswa diharapkan mampu menyebutkan beberapa pengalaman yang menarik (menyenangkan, tidak menyenangkan, mengharukan, dsb), memilih salah satu, dan merinci segi-segi yang hendak diuraikan tentang satu pengalaman itu, menyusun kerangka cerita, dan mengembangkan kerangka cerita pengalaman menjadi cerita yang utuh dan padu. Dengan prosa sederhana inilah yang bisa dikembangkan menjadi bentuk cerita lainnya, salah satunya cerita pendek (cerpen).
Siswa bisa dianggap lulus dalam pembelajaran jika mampu (1) menentukan tema, (2) mengembangkan alur (awal, tengah, dan akhir), (3) menggambarkan karakter tokoh melalui dialog, monolog, dan komentar pengarang, (4) mendeskripsikan latar dengan menunjukkan bukti paragraph deskripsi, (5) mengembangkan cerita melalui dialog, narasi, dan komentar pengarang, dan (6) merevisi hasil cerpen dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan, dan mempublikasikan hasil karya secara tertulis dan lisan.
Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa, karena cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Menurut Widyamartaya (2005:102) menulis cerpen ialah menulis tentang sebauh peristiwa atau kejadian pokok. Selain iut, menurut Widyamartaya (2005: 96) menulis cerpen merupakan dunia alternatif pengarang. Sedangkan Sumardjo (2001: 84) berpendapat bahwa menulis cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita. Berdasarkan tiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis cerpen merupakan seni/keterampilan menyajikan cerita tentang sebuah peristiwa atau kejadian pokok yang dapat dijadikan sebagai dunia alternatif pengarang.
Kemampuan menulis cerpen yang dimiliki siswa tidaklah sama. Sebagian siswa mampu menulis cerpen dengan baik dan sebagian siswa yang lain masih belum mampu menulis cerpen dengan baik. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya minat menulis siswa. Dari beberapa sebab rendahnya kulaitas menulis siswa maka dapat disimpulkan bahwa perlu adanya penanganan khusus dalam pembelajaran menulis siswa sekolah menengah pertama. Inti penanganan tersebut adalah diperlukannya suatu strategi pembelajaran menulis yang efektif dan efisien bagi siswa. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, guru memegang peranan yang penting dalam pembelajaran, sehingga strategi pembelajaran dijadikan sebagai inti penanganan dalam memperbaiki pembelajaran.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti berusaha untuk memberikan alternatif strategi pembelajaran menulis yang kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan fasilitas yang ada. Strategi pembelajaran yang ditawarkan dilandasi oleh strategi copy the master. Ide ini diperkuat pendapat bahwa strategi copy of master adalah strategi pemodelan yang dekat dengan calon penulis. Adanya model yang dekat dengan penulis berarti memudahkan penulis untuk memulai kegiatan menulis.
Strategi copy the master tersebut selanjutnya dikembangkan menjadi strategi menulis cerpen yang diberi nama strategi 3M (Meniru-Mengolah-Mengembangkan). Tahapan dalam strategi 3M adalah tahapan meniru, mengolah, lalu mengembangkan. Adapun subjek penelitian adalah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta berdasarkan pertimbangan bahwa sekolah ini memerlukan pemberian alternatif dalam strategi pembelajaran. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan melakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Strategi 3M Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ”.
C. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang muncul berkaitan dengan latar belakang masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
1. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Meniru.
2. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengolah.
3. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengembangkan.
4. Keefektifan penggunaan penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peneliti kemudian membatasi masalah pada nomor satu, dua, dantiga5 yaitu sebagai berikut.
1. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Meniru.
2. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengolah.
3. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengembangkan.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. Secara umum masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah meningkatkan pebelajaran menulis cerpen dengan strategi 3M (Meniru-Mengolah-Mengembangkan) di kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Secara khusus masalah dalam penelitian ini sebagai berikut
1. Bagaimanakah penggunaan metode pembelajaran strategi 3M (untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Meniru?
2. Bagaimanakah penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengolah?
3. Bagaimanakah penggunaan metode pembelajaran strategi 3M (untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengembangkan?
F. Kajian Teori
Dalam bagian ini secara berurutan diuraikan sebagai berikut: (1) cerita pendek yang meliputi, (a) pengertian cerita pendek (cerpen) dan (b) unsur-unsur pembangun cerita pendek, (2) menulis cerpen meliputi, (a) hakikat menulis cerpen, (b) tahapan menulis cerpen, (3) pembelajaran menulis cerpen yang meliputi, (a) materi pembelajaran menulis cerpen, dan (b) strategi menulis cerpen dengan strategi 3M.
1.1 Cerita Pendek (cerpen)
2.1.1 Pengertian Cerita Pendek (cerpen)
Sebagai salah satu bagian dari karya sastra, cerita pendek (cerpen) memiliki banyak pengertian. Berikut pendapat beberapa ahli tentang pengertian cerita pendek (cerpen). Sumardjo (2001: 91) mengungkapkan bahwa cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita, yang di dalamnya merupakan satu kesatuan bentuk utuh, manunggal, dan tidak ada bagian-bagian yang tidak perlu, tetapi juga ada bagian yang terlalu banyak. Semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti. Adapun Edgar Allan Poe dalam Nurgiyantoro (1995: 10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk novel.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian cerpen adalah cerita fiksi (rekaan) yang memiliki tokoh utama yang sedikit dan keseluruhan ceritanya membentuk kesan tunggal, kesatuan bentuk, dan tidak ada bagian yang tidak perlu.
Sifat umum cerpen ialah pemusatan perhatian pada satu tokoh saja yang ditempatkan pada suatu situasi sehari-hari, tetapi yang ternyata menentukan (perubahan dalam perspektif, kesadaran baru, keputusan yang menentukan). Tamatnya seringkali tiba-tiba dan bersifat terbuka (open ending). Dialog, impian, flash-back dsb. sering dipergunakan (pengaruh dari film). Bahasanya sederhana tetapi sugestif. (Hartono dan B. Rahmanto, 1986: 132).
2.1.2 Unsur-Unsur Pembangun Cerpen
Cerpen sebagai salah satu jenis prosa fiksi memiliki unsur-unsur yang berbeda dari jenis tulisan yang lain. Tompkins dan Hoskinson (dalam Akhadiah 1994: 312) berpendapat bahwa unsur-unsur sebuah cerpen terdiri atas (1) permulaan/pengantar, tengah/isi, dan akhir cerita, (2) pengulangan atau repetisi, (3) konflik, (4) alur/plot, (5) latar/seting, (6) penokohan, (7) tema, dan (8) sudut pandang penceritaan. Cerpen yang baik memiliki keseluruhan unsure-unsur yang membangun jalan cerita yang memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, penokohan, alur/plot, latar/seting, gaya bahasa, dan sudut pandang penceritaan. Adapun Suroto (1990: 88) berpendapat bahwa cerpen pada dasarnya dibangun atas unsur-unsur tema, amanat, perwatakan, latar, dialog, dan pusat pengisahan. Sedangkan Nurgiyantoro berpendapat (1995: 12) unsur-unsur novel memang lebih rinci daripada novel namun memiliki kesamaan, yaitu plot, tema, penokohan, dan latar.
Berdasarkan pendapat tentang unsur-unsur pembangun cerpen di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembangun cerpen terdiri atas tema, perwatakan, seting, rangkaian peristiawa/alur, amanat, sudut pandang, dan gaya. Adapun semua unsur tersebut berjalinan membentuk makna baru.
2.2 Menulis Cerpen
2.2.1 Hakikat Menulis Cerpen
Menulis cerpen pada hakikatnya sama dengan menulis kreatif sastra yang lain. Adapun pengertian dari menulis kreatif sastra. Menurut Perey (dalam Mulyati, 2002) menulis kreatif sastra adalah pengungkapan gagasan, perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dalam bentuk karangan. Tulisan yang termasuk kreatif berupa puisi, fiksi, dan non fiksi. Sedangkan menurut Roekhan (1991: 1) menulis kreatif sastra pada dasarnya merupakan proses penciptaan karya sastra. Proses itu dimulai dari munculnya ide dalam benak penulis, menangkap dan merenungkan ide tersebut (biasanya dengan cara dicatat), mematangkan ide agar jelas dan utuh, membahasakan ide tersebut dan menatanya (masih dalam benak penulis), dan menuliskan ide tersebut dalam bentuk karya sastra. Jadi menulis kreatif sastra adalah suatu proses yang digunakan untuk mengunkapkan perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dan pikiran seseorang dalam bentuk karangan baik puisi maupun prosa.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa hakikat menulis cerpen adalah suatu proses penciptaan karya sastra untuk mengungkapkan gagasan, perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dalam bentuk cerpen yang ditulis dengan memenuhi unsur-unsur berupa alur, latar/seting, peratakan, dan tema.
2.2.2 Tahapan Menulis Cerpen
Pembelajaran menulis cerpen melalui empat tahap proses kreatif menulis yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap inkubasi, (3) tahap saat inspirasi, dan (4) tahap penulisan. Pada tahap persiapan, penulis telah menyadari apa yang akan ia tulis dan bagaimana menuliskannya. Munculnya gagasan menulis itu membantu penulis untuk segera memulai menulis atau masih mengendapkannya. Tahap inkubasi ini berlangsung pada saat gagasan yang telah muncul disimpan, dipikirkan matang-matang, dan ditunggu sampai waktu yang tepat untuk menuliskannya. Tahap inspirasi adalah tahap dimana terjadi desakan pengungkapan gagasan yang telah ditemukan sehingga gagasan tersebut mendapat pemecahan masalah. Tahap selanjutnya adalah tahap penulisan untuk mengungkapkan gagasan yang terdapat dalam pikiran penulis, agar hal tersebut tidak hilang atau terlupa dari ingatan penulis (Sumardjo, 2001: 70).
Dari pernyataan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa menulis cerpen sebagai salah satu kemampuan menulis kreatif mengharuskan penulis untuk berpikir kreatif dan mengembangkan imajinasinya setinggi dan seluas-luasnya. Dalam menulis cerpen, penulis dituntut untuk mengkreasikan karangannya dengan tetap memperhatikan struktur cerpen, kemenarikan, dan keunikan dari sebuah cerpen.
2.3.1 Bahan Pembelajaran Menulis Cerpen
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran adalah belum maksimalnya penggunaan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran erat kaitannya dengan tingkat kesiapan anak. Dalam hal ini, diperlukan suatu pertimbangan khusus tentang bahan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi perkembangan kognitif dan bahasa sekolah menengah pertama.
Siswa yang dijadikan subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI sekolah menengah atas. Pada periode ini anak mampu memahami konsep keadilan, kepribadian, dan kebenaran. Pertimbangan dalam menentukan bahan pembelajaran menulis cerpen bagi anak sekolah menengah adalah disesuaikan dengan konsidi psikologis siswa yakni, bahan yang sudah mulai meninggalkan unsur-unsur fantasi dan masuk kepada unsur realitas, mulai mengarah pada upaya pemahaman melalui hipotesis, dan adanya implementasi konsep/prinsip. Pertimbangan psikologis tersebut diperlukan agar dapat menumbuhkan minat, daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi. Pemilihan bahan pembelajaran erat kaitannya dengan tingkat kesiapan anak.
Pertimbangan selanjutnya untuk menentukan bahan pembelajaran menulis cerpen adalah sudut pandang bahasa. Guru dalam memilih bahan pembelajaran cerpen dengan mempertimbangkan kosakata yang baru, segi ketatabahasaan, situasi dan pengertian isi wacana termasuk ungkapan dan referensi yang ada. Sedangkan Johnson dan Louis (dalam Hasanah, 2006: 42) memberikan ciri-ciri bahan pembelajaran yakni menarik, mengandung banyak lakuan, bahagia pada akhir cerita, tidak terlalu panjang, dan menyenangkan.
Adapun bahan dalam cerita pendek, Hasanah (2006:43) menjelaskan secara rinci unsur-unsur literer yang membangunnya adalah memiliki alur, latar, tema, penokohan, dan gaya yang khas. Alur cerita tersusun dalam urutan yang logis dan sesuai tuntutan cerita. Latar cerita memiliki ciri-ciri: uiversal, menanamkan kebenaran, dan perjuangan antara kekuatan baik dan jahat. Penokohan atau penggambaran watak tokoh memiliki ciri-ciri: meyakinkan, nyata, tindakannya konsisten dengan plot, penggambarannya sederhana dan langsung. Selain itu juga sedikit memiliki citraan, penggambaran tokohnya hidup, memiliki suatu yang khas dan menarik, serta nama tokoh mudah diingat atau mengesankan. Sedangkan gaya pengarang dalam cerita memiliki ciri-ciri: mengesankan, segar, tepat, serta bila dibacakan terlihat menarik.
Berdasarkan keterangan di atas diketahui bahwa materi pembelajaran sastra tidak hanya mencakup tentang peristiwa sastra atau cipta sastra, melainkan sejumlah persoalan dan hasil olah pikir dan karya siswa. Hasil tulisan siswa dapat menjadi materi pembelajaran yang menarik dalam sebauh kelas apresiasi sastra. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan siswa dalam sebuah diskusi, merupakan materi pembelajaran yang menghidupkan kelas. Materi pembelajaran ditujukan untuk mengmbangkan pengetahuan siswa tentang sastra dan membangkitkan minat siswa untuk menulis kreatifsastra.
2.4 Strategi (Meniru-Mengolah-Mengembangkan) 3M
2.4.1 Pengertian Strategi 3M
Strategi 3M (Meniru-Mengolah-Mengembangkan) merupakan strategi hasil pengembangan dari strategi copy the master. Secara harfiah, copy the master berasal dari bahasa Inggris yang artinya adalah model untuk ditiru. Model yang akan ditiru ini tidak hanya terbatas pada peniruan lateral, namun ada tahap perbaikan. Tahap peniruan sampai dengan perbaikan inilah yang menonjol dalam strategi ini. Pada dasarnya strategi ini menuntut dilakukan latihan-latihan sesuai dengan model yang ditawarkan. Selanjutnya strategi ini dikembangkan menjadi strategi 3M yang lebih sederhana. Strategi 3M hanya melalui tiga tahap, yakni tahap meniru, mengolah dan mengembangkan. Tahap meniru diisi dengan kegiatan membaca, mengidentifikasi, selanjutnya menyadur. Hasil saduran tersebut akan diolah pada bagian alur dan tokoh. Hasil olah tersebut akan dikembangkan dalam bentuk dialog, monolog, dan komentar pengarang. Hal inilah yang menjadi kelebihan pada strategi 3M. Strategi ini mengedepankan proses yang sesuai dengan kemampuan siswa. Dalam hal ini, kreativitas siswa juga dikembangkan pada tahap mengembangkan.
2.4.2 Tahap Strategi 3M
Tahapan strategi 3M mengacu pada beberapa tahapan pembelajaran menulis pada penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun penjelasannya sebagai berikut. Adapun rincian dan penjelasan tahap pada strategi 3M sebagai berikut.
1. Tahap Meniru
Tahap meniru diawali dengan kegiatan pramenulis yakni dengan membaca cerpen yang dijadikan model. Pada tahap ini siswa akan diberikan satu cerpen yang dijadikan model yang dekat dengan dunia mereka. Selanjutnya siswa mengidentifikasi unsur cerpen dengan mengisi bagan yang telah disediakan. Adapun bagan tersebut berisi tentang siapa, kapan, bagaimana, dimana, mengapa. Setelah itu siswa akan menyadur cerpen model dengan mengganti unsur tokoh dan latar yang sesuai dengan dunia siswa.
2. Tahap Mengolah
Pada tahap olah siswa akan mengolah hasil saduran namun hanya beberapa unsur. Unsur tersebut adalah tokoh, latar, dan alur. Pertimbangan digunakannya tiga unsur karena unsur tokoh, latar, dan alur adalah unsur yang paling mudah dikembangkan secarakreatif dan untuk efisiensi waktu pembelajaran. Pada tahap mengolah tokoh, yang dilakukan siswa yakni dengan menambah tokoh dalam cerita, mendeskripsikan watak tokoh, dan mengubah cerita secara relatif sama. Sedangkan pada tahap mengolah alur cerita, kegiatan siswa adalah dengan membuat urutan-urutan peristiwa baru.
3. Tahap Kembangkan
Tahap mengembangkan dilakukan siswa setelah tahap mengolah. Pada tahap ini, siswa akan mengembangkan tema baru, mengembangkan tokoh baru, mengembangkan latar baru, dan mengembangkan peristiwa yang baru. Adapun rincian dari setiap unsur yang dikembangkan adalah (1) tema dikembangkan secara orisinil dan unik, (2) mengembangkan tokoh dengan melengkapi dilaog, monolog, dan komentar, (3) mengembangkan latar dengan mendeskripsikan secara rinci, (4) mengembangkan peristiwa dalam kalimat secara lengkap, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, dan (6) menggunakan ejaan yang benar.
G. Daftar Pustaka
Akhadiah, Sabarti. 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Penerbit kanisius.
Mulyati, Y. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Kajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Roekhan. 1991. Menulis Kreatif, Dasar-Dasar dan Petunjuk Penerapannya. Malang. YA3 Malang.
Sumardjo, Jacob. 2001. Beberapa Petunjuk Menulis Cerpen. Bandung: Mitra Kencana.
Suroto. 1990. Teori Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta: Erlangga.
Widyamartaya, Aloys dan Vero Sudiati. 2005. Kiat Menulis Deskripsi dan Narasi, Lukisan dan Cerita. Yogyakarta: Pusataka Widyatama.
Disusun untuk Memenuhi Tugas akhir semester Mata Kuliah
Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis
Dengan dosen Pengampu Siti Nurbaya, M. Si.
Disusun oleh
Hamdan Nugroho
07201241024
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2009
TEORI MEMBACA SINTOPIS
1. Pengetian Membaca Sintopis
Sebuah topik yang menarik pasti akan diminati banyak orang. Forum-forum diskusi diselenggarakan untuk mendiskusikan topik tersebut. Banyak orang menulis artikel atau esai tentang topik tersebut. Tentu saja secara otomatis ada banyak bahan bacaan yang membicarakan topik yang menarik tersebut atau yang menarik perhatian banyak orang. Konsekuensi lanjut dari situasi ini adalah adanya beberapa sudut pandang dari beberapa penulis tentang topik tersebut karena penulis punya kebebasan untuk mengekspresikan ide atau gagasannya.
Membaca sintopis atau syntopical reading merupakan jenis membaca dengan membanding-bandingkan ide mengenai topik yang sama pada beberapa teks atau bahan bacaan. Menurut Adler dalam bukunya How to Read a Book menerangkan bahwa membaca banding-banding adalah jenis membaca yang bertujuan untuk membaca beberapa materi bacaan dengan topik yang sama atau yang berkaitan sekaligus untuk menyusun suatu pemecahan masalah yang dihadapi pembaca.
2. Langkah-langkah Membaca Sintopis
Masih menurut Adler, ada dua tahap pokok membaca sintopis. Tahap pertama adalah tahap persiapan membaca dan tahap kedua adalah tahap kegiatan membaca. Berikut uraian langkah-langkah dari masing-masing tahap membaca sintopis.
a. Tahap persiapan
i. Membuat bibliografi untuk sumber pustaka atau literatur yang akan dipakai yang tentu saja memiliki topik pokok yang sama (dari katalog perpustakaan, buku, internet, dll).
ii. Membaca secara inspeksional bahan bacaan yang telah terkumpul untuk memperoleh ide yang lebih jelas tentang materi yang akan dipakai.
b. Tahap membaca
i. Membaca secara inspeksional bahan bacaan yang digunakan seperti tahap a.ii untuk menemukan bagian yang paling penting dan relevan.
ii. Membawa penulis menuju masalah dengan mengkonstruksi terminologi netral dari subjek.
iii. Membangun serangkaian proporsi netral untuk semua penulis dengan membuat kerangka pertanyaan untuk masing-masing ide.
iv. Mendefinisikan isu atau ide baik besar maupun kecil dengan membuat jarak antara jawaban penulis dengan beberapa pertanyaan untuk masing-masing ide. Kadang-kadang isu atau ide ini tidak secara eksplisit dinyatakan dalam teks.
v. Menganalisis topik dengan memberi pertanyaan dan ide dengan beberapa cara untuk mendapat keterangan yang lebih jelas dari materi. Ide pokok atau umum harus didahulukan dan relasi antar ide harus jelas.
Dalam kegiatan membaca sintopis, studi atau kajian terhadap bahan bacaan harus dilakukan secara hati-hati, teliti, mendalam, dan menyeluruh. Pembaca dituntut untuk melakukan studi komparasi yang detil dan dapat dipertanggungjawabkan. Masing-masing sumber atau bahan bacaan semestinya dicari persamaan dan perbedaannya yang terangkum dalam sintesis dari pembaca itu sendiri.
PRODUK MEMBACA SINTOPIS
A. Judul
Judul dari karya tulis ini adalah “Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Strategi 3M Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ”.
B. Latar Belakang Masalah
Menulis merupakan wujud kemahiran berbahasa yang mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia, khususnya para siswa. Dengan menulis siswa dapat menuangkan segala keinginan hati, perasaan, keadaan hati di saat susah dan senang, sindiran, kritikan dan lainnya. Tulisan yang baik dan berkualitas merupakan manifestasi dan keterlibatan aktivitas berpikir atau bernalar yang baik. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang penulis harus mampu mengembangkan cara-cara berpikir rasional. Pada saat melakukan aktivitas menulis, siswa dituntut berpikir untuk menuangkan gagasannya berdasarkan skemata, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki secara tertulis. Aktivitas tersebut memerlukan kesungguhan untuk mengolah, menata, mempertimbangkan secara kritis gagasan yang akan dicurahkan dalam bentuk tulisan atau karangan.
Jadi pada dasarnya, keterampilan menulis merupakan serangkaian aktivitas berpikir menuangkan gagasan untuk menghasilkan suatu bentuk tulisan. Secara lebih mendalam, Akhadiah (1994:2-3) menyatakan bahwa aktivitas menulis yang dimaksud adalah aktivitas untuk mengekspresikan ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambing-lambang kebahasaan. Secara lebih luas, Rofi’udin (1997:16) menjelaskan tahapan menulis meliputi, tahap pra-menulis, penulisan draf (pengedrafan), revisi/perbaikan, penyuntingan, dan pubilikasi. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis sebagai proses melalui tiga tahap yakni tahap pramenulis, menulis, dan pascamenulis. Pada tahap pramenulis yang dilakukan menulis adalah menyusun draf sampai batas menulis kerangkan tulisan, selanjutnya tahap menulis draf kasar dan yang terakhir tahap pasaca menulis yang meliputi tahap revisi, menyunting, bahkan mengikuti uji coba.
Di SMA, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya. Aspek menulis difokuskan agar siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam menyusun karangan, menulis surat pribadi, meringkas buku bacaan, membuat poster, dan menulis catatan dalam buku harian. Sedangkan pada kemampuan bersastra, standar kompetensi aspek menulis dijadikan satu dengan aspek keterampilan lainnya, yakni siswa mengapresiasi ragam sastra anak melalui mendengarkan dan menaggapi cerita pendek, menulis prosa sederhana, memerankan drama anak tanpa teks, dan menulis puisi bebas (Depdiknas, 2006:16).
Dari pembelajaran menulis cerpen diharapkan siswa memiliki kompetensi untuk menyusun karangan dan menulis prosa sederhana. Setelah mengikuti pembelajaran tersebut siswa diharapkan mampu menyebutkan beberapa pengalaman yang menarik (menyenangkan, tidak menyenangkan, mengharukan, dsb), memilih salah satu, dan merinci segi-segi yang hendak diuraikan tentang satu pengalaman itu, menyusun kerangka cerita, dan mengembangkan kerangka cerita pengalaman menjadi cerita yang utuh dan padu. Dengan prosa sederhana inilah yang bisa dikembangkan menjadi bentuk cerita lainnya, salah satunya cerita pendek (cerpen).
Siswa bisa dianggap lulus dalam pembelajaran jika mampu (1) menentukan tema, (2) mengembangkan alur (awal, tengah, dan akhir), (3) menggambarkan karakter tokoh melalui dialog, monolog, dan komentar pengarang, (4) mendeskripsikan latar dengan menunjukkan bukti paragraph deskripsi, (5) mengembangkan cerita melalui dialog, narasi, dan komentar pengarang, dan (6) merevisi hasil cerpen dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan, dan mempublikasikan hasil karya secara tertulis dan lisan.
Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa, karena cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Menurut Widyamartaya (2005:102) menulis cerpen ialah menulis tentang sebauh peristiwa atau kejadian pokok. Selain iut, menurut Widyamartaya (2005: 96) menulis cerpen merupakan dunia alternatif pengarang. Sedangkan Sumardjo (2001: 84) berpendapat bahwa menulis cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita. Berdasarkan tiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis cerpen merupakan seni/keterampilan menyajikan cerita tentang sebuah peristiwa atau kejadian pokok yang dapat dijadikan sebagai dunia alternatif pengarang.
Kemampuan menulis cerpen yang dimiliki siswa tidaklah sama. Sebagian siswa mampu menulis cerpen dengan baik dan sebagian siswa yang lain masih belum mampu menulis cerpen dengan baik. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya minat menulis siswa. Dari beberapa sebab rendahnya kulaitas menulis siswa maka dapat disimpulkan bahwa perlu adanya penanganan khusus dalam pembelajaran menulis siswa sekolah menengah pertama. Inti penanganan tersebut adalah diperlukannya suatu strategi pembelajaran menulis yang efektif dan efisien bagi siswa. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, guru memegang peranan yang penting dalam pembelajaran, sehingga strategi pembelajaran dijadikan sebagai inti penanganan dalam memperbaiki pembelajaran.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti berusaha untuk memberikan alternatif strategi pembelajaran menulis yang kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan fasilitas yang ada. Strategi pembelajaran yang ditawarkan dilandasi oleh strategi copy the master. Ide ini diperkuat pendapat bahwa strategi copy of master adalah strategi pemodelan yang dekat dengan calon penulis. Adanya model yang dekat dengan penulis berarti memudahkan penulis untuk memulai kegiatan menulis.
Strategi copy the master tersebut selanjutnya dikembangkan menjadi strategi menulis cerpen yang diberi nama strategi 3M (Meniru-Mengolah-Mengembangkan). Tahapan dalam strategi 3M adalah tahapan meniru, mengolah, lalu mengembangkan. Adapun subjek penelitian adalah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta berdasarkan pertimbangan bahwa sekolah ini memerlukan pemberian alternatif dalam strategi pembelajaran. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan melakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Strategi 3M Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ”.
C. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang muncul berkaitan dengan latar belakang masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
1. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Meniru.
2. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengolah.
3. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengembangkan.
4. Keefektifan penggunaan penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peneliti kemudian membatasi masalah pada nomor satu, dua, dantiga5 yaitu sebagai berikut.
1. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Meniru.
2. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengolah.
3. Penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengembangkan.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. Secara umum masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah meningkatkan pebelajaran menulis cerpen dengan strategi 3M (Meniru-Mengolah-Mengembangkan) di kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Secara khusus masalah dalam penelitian ini sebagai berikut
1. Bagaimanakah penggunaan metode pembelajaran strategi 3M (untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Meniru?
2. Bagaimanakah penggunaan metode pembelajaran strategi 3M untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengolah?
3. Bagaimanakah penggunaan metode pembelajaran strategi 3M (untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pada tahap Mengembangkan?
F. Kajian Teori
Dalam bagian ini secara berurutan diuraikan sebagai berikut: (1) cerita pendek yang meliputi, (a) pengertian cerita pendek (cerpen) dan (b) unsur-unsur pembangun cerita pendek, (2) menulis cerpen meliputi, (a) hakikat menulis cerpen, (b) tahapan menulis cerpen, (3) pembelajaran menulis cerpen yang meliputi, (a) materi pembelajaran menulis cerpen, dan (b) strategi menulis cerpen dengan strategi 3M.
1.1 Cerita Pendek (cerpen)
2.1.1 Pengertian Cerita Pendek (cerpen)
Sebagai salah satu bagian dari karya sastra, cerita pendek (cerpen) memiliki banyak pengertian. Berikut pendapat beberapa ahli tentang pengertian cerita pendek (cerpen). Sumardjo (2001: 91) mengungkapkan bahwa cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita, yang di dalamnya merupakan satu kesatuan bentuk utuh, manunggal, dan tidak ada bagian-bagian yang tidak perlu, tetapi juga ada bagian yang terlalu banyak. Semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti. Adapun Edgar Allan Poe dalam Nurgiyantoro (1995: 10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk novel.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian cerpen adalah cerita fiksi (rekaan) yang memiliki tokoh utama yang sedikit dan keseluruhan ceritanya membentuk kesan tunggal, kesatuan bentuk, dan tidak ada bagian yang tidak perlu.
Sifat umum cerpen ialah pemusatan perhatian pada satu tokoh saja yang ditempatkan pada suatu situasi sehari-hari, tetapi yang ternyata menentukan (perubahan dalam perspektif, kesadaran baru, keputusan yang menentukan). Tamatnya seringkali tiba-tiba dan bersifat terbuka (open ending). Dialog, impian, flash-back dsb. sering dipergunakan (pengaruh dari film). Bahasanya sederhana tetapi sugestif. (Hartono dan B. Rahmanto, 1986: 132).
2.1.2 Unsur-Unsur Pembangun Cerpen
Cerpen sebagai salah satu jenis prosa fiksi memiliki unsur-unsur yang berbeda dari jenis tulisan yang lain. Tompkins dan Hoskinson (dalam Akhadiah 1994: 312) berpendapat bahwa unsur-unsur sebuah cerpen terdiri atas (1) permulaan/pengantar, tengah/isi, dan akhir cerita, (2) pengulangan atau repetisi, (3) konflik, (4) alur/plot, (5) latar/seting, (6) penokohan, (7) tema, dan (8) sudut pandang penceritaan. Cerpen yang baik memiliki keseluruhan unsure-unsur yang membangun jalan cerita yang memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, penokohan, alur/plot, latar/seting, gaya bahasa, dan sudut pandang penceritaan. Adapun Suroto (1990: 88) berpendapat bahwa cerpen pada dasarnya dibangun atas unsur-unsur tema, amanat, perwatakan, latar, dialog, dan pusat pengisahan. Sedangkan Nurgiyantoro berpendapat (1995: 12) unsur-unsur novel memang lebih rinci daripada novel namun memiliki kesamaan, yaitu plot, tema, penokohan, dan latar.
Berdasarkan pendapat tentang unsur-unsur pembangun cerpen di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembangun cerpen terdiri atas tema, perwatakan, seting, rangkaian peristiawa/alur, amanat, sudut pandang, dan gaya. Adapun semua unsur tersebut berjalinan membentuk makna baru.
2.2 Menulis Cerpen
2.2.1 Hakikat Menulis Cerpen
Menulis cerpen pada hakikatnya sama dengan menulis kreatif sastra yang lain. Adapun pengertian dari menulis kreatif sastra. Menurut Perey (dalam Mulyati, 2002) menulis kreatif sastra adalah pengungkapan gagasan, perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dalam bentuk karangan. Tulisan yang termasuk kreatif berupa puisi, fiksi, dan non fiksi. Sedangkan menurut Roekhan (1991: 1) menulis kreatif sastra pada dasarnya merupakan proses penciptaan karya sastra. Proses itu dimulai dari munculnya ide dalam benak penulis, menangkap dan merenungkan ide tersebut (biasanya dengan cara dicatat), mematangkan ide agar jelas dan utuh, membahasakan ide tersebut dan menatanya (masih dalam benak penulis), dan menuliskan ide tersebut dalam bentuk karya sastra. Jadi menulis kreatif sastra adalah suatu proses yang digunakan untuk mengunkapkan perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dan pikiran seseorang dalam bentuk karangan baik puisi maupun prosa.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa hakikat menulis cerpen adalah suatu proses penciptaan karya sastra untuk mengungkapkan gagasan, perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dalam bentuk cerpen yang ditulis dengan memenuhi unsur-unsur berupa alur, latar/seting, peratakan, dan tema.
2.2.2 Tahapan Menulis Cerpen
Pembelajaran menulis cerpen melalui empat tahap proses kreatif menulis yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap inkubasi, (3) tahap saat inspirasi, dan (4) tahap penulisan. Pada tahap persiapan, penulis telah menyadari apa yang akan ia tulis dan bagaimana menuliskannya. Munculnya gagasan menulis itu membantu penulis untuk segera memulai menulis atau masih mengendapkannya. Tahap inkubasi ini berlangsung pada saat gagasan yang telah muncul disimpan, dipikirkan matang-matang, dan ditunggu sampai waktu yang tepat untuk menuliskannya. Tahap inspirasi adalah tahap dimana terjadi desakan pengungkapan gagasan yang telah ditemukan sehingga gagasan tersebut mendapat pemecahan masalah. Tahap selanjutnya adalah tahap penulisan untuk mengungkapkan gagasan yang terdapat dalam pikiran penulis, agar hal tersebut tidak hilang atau terlupa dari ingatan penulis (Sumardjo, 2001: 70).
Dari pernyataan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa menulis cerpen sebagai salah satu kemampuan menulis kreatif mengharuskan penulis untuk berpikir kreatif dan mengembangkan imajinasinya setinggi dan seluas-luasnya. Dalam menulis cerpen, penulis dituntut untuk mengkreasikan karangannya dengan tetap memperhatikan struktur cerpen, kemenarikan, dan keunikan dari sebuah cerpen.
2.3.1 Bahan Pembelajaran Menulis Cerpen
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran adalah belum maksimalnya penggunaan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran erat kaitannya dengan tingkat kesiapan anak. Dalam hal ini, diperlukan suatu pertimbangan khusus tentang bahan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi perkembangan kognitif dan bahasa sekolah menengah pertama.
Siswa yang dijadikan subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI sekolah menengah atas. Pada periode ini anak mampu memahami konsep keadilan, kepribadian, dan kebenaran. Pertimbangan dalam menentukan bahan pembelajaran menulis cerpen bagi anak sekolah menengah adalah disesuaikan dengan konsidi psikologis siswa yakni, bahan yang sudah mulai meninggalkan unsur-unsur fantasi dan masuk kepada unsur realitas, mulai mengarah pada upaya pemahaman melalui hipotesis, dan adanya implementasi konsep/prinsip. Pertimbangan psikologis tersebut diperlukan agar dapat menumbuhkan minat, daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi. Pemilihan bahan pembelajaran erat kaitannya dengan tingkat kesiapan anak.
Pertimbangan selanjutnya untuk menentukan bahan pembelajaran menulis cerpen adalah sudut pandang bahasa. Guru dalam memilih bahan pembelajaran cerpen dengan mempertimbangkan kosakata yang baru, segi ketatabahasaan, situasi dan pengertian isi wacana termasuk ungkapan dan referensi yang ada. Sedangkan Johnson dan Louis (dalam Hasanah, 2006: 42) memberikan ciri-ciri bahan pembelajaran yakni menarik, mengandung banyak lakuan, bahagia pada akhir cerita, tidak terlalu panjang, dan menyenangkan.
Adapun bahan dalam cerita pendek, Hasanah (2006:43) menjelaskan secara rinci unsur-unsur literer yang membangunnya adalah memiliki alur, latar, tema, penokohan, dan gaya yang khas. Alur cerita tersusun dalam urutan yang logis dan sesuai tuntutan cerita. Latar cerita memiliki ciri-ciri: uiversal, menanamkan kebenaran, dan perjuangan antara kekuatan baik dan jahat. Penokohan atau penggambaran watak tokoh memiliki ciri-ciri: meyakinkan, nyata, tindakannya konsisten dengan plot, penggambarannya sederhana dan langsung. Selain itu juga sedikit memiliki citraan, penggambaran tokohnya hidup, memiliki suatu yang khas dan menarik, serta nama tokoh mudah diingat atau mengesankan. Sedangkan gaya pengarang dalam cerita memiliki ciri-ciri: mengesankan, segar, tepat, serta bila dibacakan terlihat menarik.
Berdasarkan keterangan di atas diketahui bahwa materi pembelajaran sastra tidak hanya mencakup tentang peristiwa sastra atau cipta sastra, melainkan sejumlah persoalan dan hasil olah pikir dan karya siswa. Hasil tulisan siswa dapat menjadi materi pembelajaran yang menarik dalam sebauh kelas apresiasi sastra. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan siswa dalam sebuah diskusi, merupakan materi pembelajaran yang menghidupkan kelas. Materi pembelajaran ditujukan untuk mengmbangkan pengetahuan siswa tentang sastra dan membangkitkan minat siswa untuk menulis kreatifsastra.
2.4 Strategi (Meniru-Mengolah-Mengembangkan) 3M
2.4.1 Pengertian Strategi 3M
Strategi 3M (Meniru-Mengolah-Mengembangkan) merupakan strategi hasil pengembangan dari strategi copy the master. Secara harfiah, copy the master berasal dari bahasa Inggris yang artinya adalah model untuk ditiru. Model yang akan ditiru ini tidak hanya terbatas pada peniruan lateral, namun ada tahap perbaikan. Tahap peniruan sampai dengan perbaikan inilah yang menonjol dalam strategi ini. Pada dasarnya strategi ini menuntut dilakukan latihan-latihan sesuai dengan model yang ditawarkan. Selanjutnya strategi ini dikembangkan menjadi strategi 3M yang lebih sederhana. Strategi 3M hanya melalui tiga tahap, yakni tahap meniru, mengolah dan mengembangkan. Tahap meniru diisi dengan kegiatan membaca, mengidentifikasi, selanjutnya menyadur. Hasil saduran tersebut akan diolah pada bagian alur dan tokoh. Hasil olah tersebut akan dikembangkan dalam bentuk dialog, monolog, dan komentar pengarang. Hal inilah yang menjadi kelebihan pada strategi 3M. Strategi ini mengedepankan proses yang sesuai dengan kemampuan siswa. Dalam hal ini, kreativitas siswa juga dikembangkan pada tahap mengembangkan.
2.4.2 Tahap Strategi 3M
Tahapan strategi 3M mengacu pada beberapa tahapan pembelajaran menulis pada penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun penjelasannya sebagai berikut. Adapun rincian dan penjelasan tahap pada strategi 3M sebagai berikut.
1. Tahap Meniru
Tahap meniru diawali dengan kegiatan pramenulis yakni dengan membaca cerpen yang dijadikan model. Pada tahap ini siswa akan diberikan satu cerpen yang dijadikan model yang dekat dengan dunia mereka. Selanjutnya siswa mengidentifikasi unsur cerpen dengan mengisi bagan yang telah disediakan. Adapun bagan tersebut berisi tentang siapa, kapan, bagaimana, dimana, mengapa. Setelah itu siswa akan menyadur cerpen model dengan mengganti unsur tokoh dan latar yang sesuai dengan dunia siswa.
2. Tahap Mengolah
Pada tahap olah siswa akan mengolah hasil saduran namun hanya beberapa unsur. Unsur tersebut adalah tokoh, latar, dan alur. Pertimbangan digunakannya tiga unsur karena unsur tokoh, latar, dan alur adalah unsur yang paling mudah dikembangkan secarakreatif dan untuk efisiensi waktu pembelajaran. Pada tahap mengolah tokoh, yang dilakukan siswa yakni dengan menambah tokoh dalam cerita, mendeskripsikan watak tokoh, dan mengubah cerita secara relatif sama. Sedangkan pada tahap mengolah alur cerita, kegiatan siswa adalah dengan membuat urutan-urutan peristiwa baru.
3. Tahap Kembangkan
Tahap mengembangkan dilakukan siswa setelah tahap mengolah. Pada tahap ini, siswa akan mengembangkan tema baru, mengembangkan tokoh baru, mengembangkan latar baru, dan mengembangkan peristiwa yang baru. Adapun rincian dari setiap unsur yang dikembangkan adalah (1) tema dikembangkan secara orisinil dan unik, (2) mengembangkan tokoh dengan melengkapi dilaog, monolog, dan komentar, (3) mengembangkan latar dengan mendeskripsikan secara rinci, (4) mengembangkan peristiwa dalam kalimat secara lengkap, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, dan (6) menggunakan ejaan yang benar.
G. Daftar Pustaka
Akhadiah, Sabarti. 1994. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Penerbit kanisius.
Mulyati, Y. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Kajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Roekhan. 1991. Menulis Kreatif, Dasar-Dasar dan Petunjuk Penerapannya. Malang. YA3 Malang.
Sumardjo, Jacob. 2001. Beberapa Petunjuk Menulis Cerpen. Bandung: Mitra Kencana.
Suroto. 1990. Teori Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta: Erlangga.
Widyamartaya, Aloys dan Vero Sudiati. 2005. Kiat Menulis Deskripsi dan Narasi, Lukisan dan Cerita. Yogyakarta: Pusataka Widyatama.
Metode Pembelajaran Menulis
Posted on 16 October 2009 by hoesnaeni
a. Metode Langsung
Metode pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Metode tersebut didasari anggapan bahwa pada umumnya pengetahuan dibagi dua, yakni pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Deklaratif berarti pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Dalam metode langsung, terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Hal itu disebut fase persiapan dan motivasi. Fase berikutnya adalah fase demontrasi, pembimbingan, pengecekan, dan pelatihan lanjutan.
Pada metode langsung bisa dikembangkan dengan teknik pembelajaran menulis dari gambar atau menulis objek langsung dan atau perbandingan objek langsung. Teknik menulis dari gambar atau menulis objek langsung bertujuan agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan gambar yang
dilihat. Misalnya, guru menunjukkan gambar kebakaran yang melanda sebuah desa atau melihat langsung kejadian kebakaran sebuah desa, Dari gambar tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan gambar.
b. Metode Komunikatif
Desain yang bermuatan metode komunikatif harus mencakup semua keterampilan berbahasa. Setiap tujuan diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap pembelajaran dispesifikkan ke dalam tujuan kongkret yang merupakan produk akhir. Sebuah produk di sini dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang dapat dipahami, ditulis, diusahakan, atau disajikan ke dalam nonlinguistik. Sepucuk surat adalah sebuah produk. Demikian pula sebuah perintah, pesan, laporan atau peta juga merupakan produk yang dapat dilihat dan diamati. Dengan begitu, produk-produk tersebut dihasilkan melalui penyelesaian tugas yang berhasil. Metode komunikatif dapat dilakukan dengan teknik menulis dialog. Siswa menulis dialog tentang yang mereka lakukan dalam sebuah aktivitas. Kegiatan ini dapat dilaksanakan perseorangan maupun kelompok.
c. Metode Integratif
Integratif berarti menyatukan beberap aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi diintegrasikan. Misalnya, menyimak diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan membaca dan berbicara. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan keterampilan bahasa. Sedangkan antarbidang studi merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi. Misalnya; antarabahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang studi lainnya. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, integratif interbidang studi lebih banyak digunakan. Saat mengajarkan kalimat, guru tidak secara langsung menyodorkan materi kalimat ke siswa tetapi diawali dengan membaca atau yang lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, guru yang pandai mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi. Integratif sangat diharapkan oleh Kurikulum Bahasa Indonesia Berbasis Kompetensi. Pengintegrasiannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki siswa. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru merupakan kesatuan yang perlu dikemas secara menarik. Metode inregratif dapat dilaksanakan dalam pembelajaran mambaca dengan memberi catatan bacaan. Siswa dapat membuat catatan yang diangap penting atau kalimat kunci sebuah bacaan. Dalam melakukan kegiatan membaca sekaligus siswa menulis.
d. Metode Tematik
Dalam metode tematik, semua komponen materi pembelajaran diintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang perlu dipahami adalah tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara kontekstualitas, kontemporer, kongkret, dan konseptual. Tema yang telah ditentukan harus diolah sesuai dengan perkembangan dan lingkungan siswa. Budaya, sosial, dan religiusitas mereka menjadi perhatian. Begitu pula isi tema yang disajikan secara kontemporer sehingga siswa senang. Apa yang terjadi sekarang di lingkungan siswa juga harus terbahas dan terdiskusikan di kelas. Kemudian, tema tidak disajikan secara abstrak tetapi diberikan secara kongkret. Semua siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan logika yang dipunyainya. Siswa berangkat dari konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep kebahasaan, penggunaan, dan pemahaman.
e. Metode Konstruktivistik
Asumsi sentral metode konstruktivistik adalah belajar itu menemukan. Artinya, meskipun guru menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka melakukan proses mental atau kerja otak atas informasi itu agar informasi tersebut masuk ke dalam pemahaman mereka. Konstuktivistik dimulai dari masalah (sering muncul dari siswa sendiri) dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan dan menemukan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut. Metode konstruktivistik didasarkan pada teori belajar kognitif yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran generatif strategi bertanya, inkuiri, atau menemukan dan keterampilan metakognitif lainnya (belajar bagaimana seharusnya belajar).
f. Metode Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Ardina, 2001). Pembelajaran dengan menggunakan metode ini akan mempermudah dalam pembelajaran menulis. Anak dimotivasi agar mampu menulis. Menurut Nur (2001) pengajaran kontekstual memungkinkan siswa menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengatahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan di luar sekolah agar siswa dapat memecahkan masalah dunia nyata atau masalah yang disimulasikan. Sebenarnya siswa dalam belajar tidak berada di awan tetapi berada di bumi yang selalu menyatu dengan tempat belajar, waktu, situasi, dan suasana alam dan masyarakatnya. Untuk itu, metode yang dianggap tepat untuk mengembangkan pembelajaran adalah metode kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Adapun metode ini dapat diterapkan dalam salah satu pembelajaran menulis deskripsi. Siswa dapat belajar dalam situasi dunia nyata tidak dalam dunia awang-awang.
Filed under: Pendidikan
Metode pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Metode tersebut didasari anggapan bahwa pada umumnya pengetahuan dibagi dua, yakni pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Deklaratif berarti pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Dalam metode langsung, terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Hal itu disebut fase persiapan dan motivasi. Fase berikutnya adalah fase demontrasi, pembimbingan, pengecekan, dan pelatihan lanjutan.
Pada metode langsung bisa dikembangkan dengan teknik pembelajaran menulis dari gambar atau menulis objek langsung dan atau perbandingan objek langsung. Teknik menulis dari gambar atau menulis objek langsung bertujuan agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan gambar yang
dilihat. Misalnya, guru menunjukkan gambar kebakaran yang melanda sebuah desa atau melihat langsung kejadian kebakaran sebuah desa, Dari gambar tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan gambar.
b. Metode Komunikatif
Desain yang bermuatan metode komunikatif harus mencakup semua keterampilan berbahasa. Setiap tujuan diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap pembelajaran dispesifikkan ke dalam tujuan kongkret yang merupakan produk akhir. Sebuah produk di sini dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang dapat dipahami, ditulis, diusahakan, atau disajikan ke dalam nonlinguistik. Sepucuk surat adalah sebuah produk. Demikian pula sebuah perintah, pesan, laporan atau peta juga merupakan produk yang dapat dilihat dan diamati. Dengan begitu, produk-produk tersebut dihasilkan melalui penyelesaian tugas yang berhasil. Metode komunikatif dapat dilakukan dengan teknik menulis dialog. Siswa menulis dialog tentang yang mereka lakukan dalam sebuah aktivitas. Kegiatan ini dapat dilaksanakan perseorangan maupun kelompok.
c. Metode Integratif
Integratif berarti menyatukan beberap aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi diintegrasikan. Misalnya, menyimak diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan membaca dan berbicara. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan keterampilan bahasa. Sedangkan antarbidang studi merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi. Misalnya; antarabahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang studi lainnya. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, integratif interbidang studi lebih banyak digunakan. Saat mengajarkan kalimat, guru tidak secara langsung menyodorkan materi kalimat ke siswa tetapi diawali dengan membaca atau yang lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, guru yang pandai mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi. Integratif sangat diharapkan oleh Kurikulum Bahasa Indonesia Berbasis Kompetensi. Pengintegrasiannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki siswa. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru merupakan kesatuan yang perlu dikemas secara menarik. Metode inregratif dapat dilaksanakan dalam pembelajaran mambaca dengan memberi catatan bacaan. Siswa dapat membuat catatan yang diangap penting atau kalimat kunci sebuah bacaan. Dalam melakukan kegiatan membaca sekaligus siswa menulis.
d. Metode Tematik
Dalam metode tematik, semua komponen materi pembelajaran diintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Yang perlu dipahami adalah tema bukanlah tujuan tetapi alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tema tersebut harus diolah dan disajikan secara kontekstualitas, kontemporer, kongkret, dan konseptual. Tema yang telah ditentukan harus diolah sesuai dengan perkembangan dan lingkungan siswa. Budaya, sosial, dan religiusitas mereka menjadi perhatian. Begitu pula isi tema yang disajikan secara kontemporer sehingga siswa senang. Apa yang terjadi sekarang di lingkungan siswa juga harus terbahas dan terdiskusikan di kelas. Kemudian, tema tidak disajikan secara abstrak tetapi diberikan secara kongkret. Semua siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan logika yang dipunyainya. Siswa berangkat dari konsep ke analisis atau dari analisis ke konsep kebahasaan, penggunaan, dan pemahaman.
e. Metode Konstruktivistik
Asumsi sentral metode konstruktivistik adalah belajar itu menemukan. Artinya, meskipun guru menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka melakukan proses mental atau kerja otak atas informasi itu agar informasi tersebut masuk ke dalam pemahaman mereka. Konstuktivistik dimulai dari masalah (sering muncul dari siswa sendiri) dan selanjutnya membantu siswa menyelesaikan dan menemukan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut. Metode konstruktivistik didasarkan pada teori belajar kognitif yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran generatif strategi bertanya, inkuiri, atau menemukan dan keterampilan metakognitif lainnya (belajar bagaimana seharusnya belajar).
f. Metode Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Ardina, 2001). Pembelajaran dengan menggunakan metode ini akan mempermudah dalam pembelajaran menulis. Anak dimotivasi agar mampu menulis. Menurut Nur (2001) pengajaran kontekstual memungkinkan siswa menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengatahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan di luar sekolah agar siswa dapat memecahkan masalah dunia nyata atau masalah yang disimulasikan. Sebenarnya siswa dalam belajar tidak berada di awan tetapi berada di bumi yang selalu menyatu dengan tempat belajar, waktu, situasi, dan suasana alam dan masyarakatnya. Untuk itu, metode yang dianggap tepat untuk mengembangkan pembelajaran adalah metode kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Adapun metode ini dapat diterapkan dalam salah satu pembelajaran menulis deskripsi. Siswa dapat belajar dalam situasi dunia nyata tidak dalam dunia awang-awang.
Filed under: Pendidikan
http://hoesnaeni.wordpress.com/2009/10/16/metode-pembelajaran-menulis/
No comments:
Post a Comment